Monday, September 07, 2009

Tazkirah 6: Kecintaan Di Sepanjang Ramadhan


Segala puji bagi Allah yang telah berkenan kembali mempertemukan kita dengan bulan yang penuh dengan tanda kecintaan dari Allah swt untuk hamba-hamba-Nya. Cinta yang ditawarkan Allah kepada segenap makhluk yang beriman dengan-Nya di bulan Ramadhan selayaknya kita sambut dengan sukacita, kegembiraan, keghirahan dan kesungguhan seraya berharap kelak kita menjadi sebahagian dari golongan yang mendapatkan cinta-Nya. Detik-detik menjelang satu Ramadhan sehingga ke saat hari ini, ungkapan cinta bertaburan di seantero dunia menyambut hangat Ramadhan ditandai dengan jalinan silaturahim melalui surat, telefon, SMS, email, atau bahkan menerusi pelbagai acara-acara menyambut tamu agung ini.

Cinta yang diberikan-Nya bukanlah sesuatu yang abstrak, setidaknya dengan Ramadhan, mereka yang terbiasa sibuk di tempat kerja akan berusaha mempercepatkan aktivitinya agar segera tiba di rumah untuk menikmati berbuka bersama keluarga. Juga yang biasanya tidak sempat untuk sarapan bersama, Allah menyatukan ahli keluarga kita saat makan sahur. Bukankah yang demikian dapat kembali menyuburkan cinta dan menghangatkan keharmonian keluarga?

Kata Rasulullah, saling mencintai dan berkasih sayanglah kepada sesama yang di bumi, maka seluruh yang ada di langit akan mencintai dan mengasihimu. Cinta kepada masyarakat, Allah berikan juga kesempatan manusia untuk mengaplikasikannya pada saat-saat bersama melakukan solat tarawih berjamaah, saling menghantarkan makanan berbuka kepada tetangga, juga tidak lupa memberi sedekah dan hidangan berbuka kepada pengemis, fakir miskin dan anak yatim. Bahkan menjelang hari akhir Ramadhan, keindahan cinta terus terbina apabila para muslimin akan mengeluarkan sebahagian harta mereka untuk zakat bagi melengkapi proses pembersihan diri menuju kesucian.
Infaq, sedekah, dan zakat yang kita keluarkan, adalah bukti cinta kita kepada Allah sekaligus menegaskan bahawa kita tidak termasuk orang-orang yang cinta harta dunia dan sedar akan adanya sebahagian hak orang lain dari apa-apa yang kita miliki. Adakah yang cintanya sebesar sahabat Abu Bakar As Shiddik yang mengeluarkan seluruh hartanya di jalan Allah hingga Rasul-pun bertanya apa yang tersisa untuknya. “Allah dan rasul-Nya, cukuplah bagiku” jawab Abu Bakar.

Dan tentu saja, perlulah diri ini belajar dari Ibrahim alaihi salam dan keluarganya tentang hakikat dan bentuk cinta kepada Allah. Hal yang tidak kalah menakjubkan juga ditunjukkan Rasulullah kepada seorang anak yatim yang bersedih di hari raya. Baginda menjadikan dirinya ayah, dan Fatimah saudara perempuan anak yatim tersebut seraya membahagiakannya saat hari bahagia, Idul Fitri.

Malam-malam Ramadhan, adalah saat terbaik kita beruzlah dan mendekatkan diri dengan Allah melalui tilawah dan tadarrus qur’an, tahajjud serta munajat kepada-Nya. Hati yang terpaut cinta, seperti enggan menuju pembaringan. Inginnya menghabiskan malam-malam Ramadhan dengan tangis penyesalan atas khilaf dan dosa, atas segala alpa, juga lalai. Sedar akan semua nikmat yang Allah berikan tanpa pernah alpa, tanpa pernah pula
khilaf, salah dan lalai. Allah senantiasa memberikan layanan terbaik kepada hamba-hamba-Nya, namun sayang tatkala ada kalangan kita membayarnya dengan cinta tepu, cinta yang terkadang hanya terucap di lidah tanpa wujud pembuktian di alam nyata. Astaghfirullaah …

Jika hati ini sedemikian rindunya menanti kedatangan bulan penuh rahmat dan maghfirah ini, tentulah, selayaknya orang saling bercinta akan ada tangis jika kekasihnya pergi. Titisan air mata yang akan mengalir nanti, tidak akan terhitung betapa derasnya membayangkan kemungkinan bertemunya kembali kita dengan Ramadhan nan penuh cinta ini.

Saat hari fitri tiba, pantaslah ada keceriaan bagi mereka yang mendapatkan kemenangan melewati masa-masa ujian selama Ramadhan, dengan satu harap menjadikan taqwa sebagai hasil akhir Ramadhan. Namun tentu saja, sambil menghitung-hitung betapa menyesalnya kita tidak memanfaatkan Ramadhan yang telah lalu dengan amal sebaik-baiknya, dengan ibadah yang bernilai, hingga tangis ini akan semakin keras berteriak dalam hati.

Satu pertanyaan berlegar... “Akankah kita akan sampai di Ramadhan tahun depan?” Maka, hati pun berdoa penuh harap, “berilah hamba kesempatan”. Wallaahu a’lam.


No comments:

Post a Comment