Wednesday, November 18, 2009

Muhasabah Di Anjung Zulhijjah


Langit diatas kita yang terbentang sejauh mata memandang terkadang ia berwarna biru cerah dan terkadang awan-awan berarak-arak menghiasinya, indah dan menyejukkan, namun ia terkadang menghitam gelap menakutkan dan serasa kurang bersahabat. Dan ia adalah ciptaan Allah.....

Demikian pula bumi yang kita injak-injak, kita ludahi, kita penuh sesaki dengan sampah dan kotoran, adakalanya ia begitu indah menawan, menenteramkan hati dan adakalanya pula ia serasa menjauh, menolak kehadiran kita, dan iapun ciptaan Allah juga.....

Mereka adalah diantara ciptaan-ciptaan Allah yang tidak pernah lepas dari orbit kepatuhan, lintasan ketaatan dan posisi kepasrahan.

Alangkah indahnya istiqamah mereka.....

Ketundukan mereka akan peranannya begitu wajar, ketaatan mereka adalah tidak dipaksakan. Tulus...Kita...??? Bagaimana dengan kita...???


Meneguhkan pendirian bahawa Rabb kita adalah Allah dan memelihara konsisten kita sebagai hamba sahaya diantara hamba-hamba Allah lainnya adalah perjuangan yang berat. Dan seringkali ia harus dibayar mahal dengan menitiskan air mata, mengeluarkan keringat dan mengalirkan darah.

Mungkin perjuangan untuk tetap istiqamah harus berakhir dengan hancur remuknya tubuh di tiang salib (Khubaib bin 'Ady), atau dijerumuskan kedalam penggorengan panas yang telah penuh dengan minyak mendidih (Siti Masithah), atau boleh jadi dengan rosaknya tubuh kerana dipanggang dek panas matahari, dihentam habis-habisan dan ditusuk dengan tombak dari pangkal peha hingga hujung kepala (Sumaiyyah).

Namun....Mereka telah merasakan semerbaknya pengorbanan dan memetik buahnya yang ranum dan wangi. Mereka telah mereguk telaga kebahagiaan dan meraih kenyamanan taman syurgawi yang kenikmatannya tidak mungkin tertandingi oleh kehidupan kita sekarang.

Lantas, bagaimana kita...?

Rasanya ketika diperintah oleh Rasulullah SAW untuk "Amantu bi 'l-Laahi, tsumma 'staqim", maka sikap kita mungkin akan sama seperti Sufyaan bin 'Abdi 'l-Laahi iaitu dengan kenyataan ini kita akan sibuk dan terlalu sibuk untuk tetap berupaya istiqamah dengan keimanan kita.

Pernyataan keimanan itu memerlukan penjelmaan, meminta bukti dan menuntut amal soleh. Memang pembuktian itu tidak harus berkalu dengan tragedi kekerasan, keterlaluan atau penyiksaan bahkan pembunuhan, namun kalaupun itu terjadi maka sudah sewajarnyalah kita menerimanya dan menikmati pengorbanan itu.
Pengorbanan (At-Tadhhiyyah) adalah hak setiap muslim. Setiap muslim sudah sewajarnya menuntut hak dirinya dan merelakan tubuhnya menjadi bukti pengorbanannya dalam rangka istiqamah dengan keimanannya kepada Allah SWT yang mencipta, memberi rezeki sekaligus membeli setiap diri kita.

Alangkah indahnya jika kita dapat mengakhiri kehidupan yang penuh sandiwara dan fatamorgana ini dengan istiqamah di jalanNya. Jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul, para Shiddiqqiin (golongan yang jujur dengan syahadahnya), para Shoolihiin (golongan orang-orang yang soleh dan senantiasa menebar kesolehan) dan penerus-penerusnya.

Ya, inilah satu-satunya jalan yang akan menghantarkan kita kepada mardhatillah (keredhaan), jannahNya dan sudah pasti jalan yang indah...

"Diantara orang-orang yang beriman ada orang-orang benar dengan janjinya kepada Allah. Diantara mereka ada yang telah menunaikan janjinya (menemui syahidnya) dan diantara mereka ada yang masih menunggu-nunggu (untuk menemui syahidnya) dan sama sekali mereka tidak mengubah janjinya." (QS. Al-Ahzab:23)

"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ' Rabbunaa 'l-Laahu ' kemudian mereka istiqamah (meneguhkan pendirian), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan),'Janganlah kalian takut dan janganlah kalian sedih dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepada kalian" (QS. Fush-shilat:30)

No comments:

Post a Comment