Sunday, August 14, 2011

Apakah Izzah (kemuliaan) Masih Dimiliki Umat ?


”Jangan kamu merasa hina dan susah, kamu adalah orang-orang yang LEBIH TINGGI kalau sekiranya kamu benar-benar BERIMAN.” (Al Imran : 139)

Cermin keadaan umat masa kini adalah cermin retak, dimana hampir di setiap lapangan kehidupan, baik fizikal, kebendaan, ketenteraan, budaya, ilmu pengetahuan, dan sosio ekonomi, umat Islam tertinggal jauh dari bangsa yang kafir. Umat di hari ini kalah bukan saja di lapangan material, tetapi juga dalam lapangan mental dan spiritual. Umat Islam terinjak dan terhinakan. Demokrasi, keadilan, persamaan hak, sudah menjadi kata kosong yang terlucuti maknanya, sedangkan ia dituntut oleh umat Islam.

Lalu, apakah izzah (kemuliaan) masih dimiliki umat ? Apakah syaja'ah (keberanian) dapat dibangkitkan dalam menghadapi tekanan di sana-sini ? Atau hati kecil kita akan berkata, bahawa Allah sudah tidak mahu lagi menggembirakan orang-orang beriman.

Apakah Allah tidak suka lagi menolong kaum yang berserah diri, dan Allah sudah tidak lagi menepati janji-Nya ? Masyaallah, naudzubilah min'zalik, kalau ada sebutir zarah dalam kalbu yang berisi dugaan pasif seperti itu. Firman Allah SWT:

“Allah tidak akan menyalahi janji-Nya, namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.” (Ruum: 6).

Janji Allah pasti datang kalau manusia mengetahui. Apa yang mesti diketahui ? Yakni prasyarat bagi terlaksananya janji Allah!

Pra Syarat Kebangkitan
Kalau umat terdahulu digembirakan dan Allah membantu mereka, perkara itu tidak lain kerana mereka patuh, kerana semangat penghambaan telah kental dalam kalbu mereka, hati mereka telah pekat dalam warna tunggal sibghatullah. Kerana kepatuhan itulah Allah menjadikan mereka umat terbaik, umat yang tinggi berbanding dengan umat-umat yang lain.

Umat di hari ini menjadi kalah, terhina adalah kerana tidak lagi memiliki izzah, kebanggaan kepada dirinya, pada jati diri Islam yang kental. Bandingkan dengan kegagahan Rubai’ ketika menghadapi Panglima Rustum dari kerajaan Parsi, yang mewah dan mendominasi kekuasaan. Dengan lantang dan tegas Rubai’ mengajukan alternative Islam, meski dia dengan penampilan yang sederhana sementara Rustum dengan seperangkat mahkota. Rubai’ merasa bangga dengan imannya dan keimanan itulah yang mengangkat manusia pada kedudukan tinggi, hanya orang bertaqwa yang kedudukannya tinggi di mata Allah.

"Jangan kamu merasa hina dan susah, kamu adalah orang-orang yang LEBIH TINGGI kalau sekiranya kamu benar-benar BERIMAN" ( Al Imran : 139 )

"Adalah kamu (umat Islam) itu SEBAIK-BAIKNYA UMAT yang ditampilkan bagi segenap manusia, dimana kamu melaksanakan amar ma'ruf nahi mungkar, dan kamu BERIMAN kepada Allah." ( Al Imran : 110 )


Dengan jelas firman Allah melarang umat Islam untuk berendah diri dan merasa hina. Apapun kekalahan menimpa baik ketika saat Perang Uhud mahupun perang intelektual dan material di hari ini, umat Islam tidak boleh merasa hina dan terhinakan, kerana umat Islam LEBIH TINGGI dan merupakan SEBAIK-BAIKNYA UMAT.

" Umat islam lebih tinggi dan sebaik-baiknya umat ".

Ini adalah kenyatan dari Allah, Rabb, Khalik, dan Malik manusia, sudah pasti bukan kenyataan kosong. Allah tidak akan pernah menyalahi janji-Nya. Umat Islam akan berada pada kedudukan tinggi hanya setelah umat Islam mengabdikan dirinya kepada Allah Yang Tertinggi dan tidak pada hawa nafsu. Ertinya umat Islam saja yang mampu berjalan di bumi dengan bebas dari ikatan hawa nafsu taghut. Bukankah budak hawa nafsu sangat rendah kedudukannya ?

Hanya umat Islam saja yang melaksanakan hukum Allah di bumi, hukum yang lurus, hukum dari Al Hakim, dan menyingkirkan hukum-hukum produk manusia dan hawa nafsu. Hanya umat Islam saja yang menjadi pemimpin di bumi, khalifah yang adil dan bijaksana, yang tidak menindas minoriti ketika menjadi majoriti, yang tidak menekan si miskin ketika menjadi kaya-raya. Hanya umat Islam saja yang amar ma'ruf nahi mungkar.

Lantas, mengapa ketinggian posisi umat Islam itu tidak nampak? Mengapa keanggunan wajah Islam tidak merealiti, tidak membumi?

Jawabnya kerana prasyarat yang Allah kuatkuasakan belum terpenuhi; beriman kepada Allah. Akhir dua ayat di atas menyatakan demikian. Ini kerana hanya dengan keimanan yang murni, tauhidul aqidah, maka umat Islam baru dapat membebaskan diri dari hawa nafsu; baru dapat menegakkan hukum Al Hakim di bumi; baru dapat beramar ma'ruf nahi mungkar; baru dapat menjadi khalifah fil ardh. Hanya dengan keimanan yang tinggi sebagaimana generasi pertama, umat Islam dapat mengembalikan wajah anggunnya. Tidak ada lain hanya dengan kebanggaan iman.

No comments:

Post a Comment