Sunday, November 30, 2008

Silibus usrahkeluarga: MA’RIFATUL INSAN (Mengenal Manusia) Siri 6

Pembahagian Manusia.

B. Manusia yang dibenci Allah SWT

1. Al Kafirin
Orang – orang yang kafir (QS. 3 : 32)
“Katakanlah, “Taatilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.”
(QS. Ali Imran (3) : 32)

2. Al Munafiqin
Orang – orang munafik (QS. 9 : 68 ; 33 : 73)
“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan Perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka jahannam. Mereka kekal di dalamnya. cukuplah neraka itu bagi mereka, dan Allah melaknati mereka; dan bagi mereka adzab yang kekal.”
(QS. At Taubah (9) : 68)

3. Adz Zalimin
Orang – orang yang zalim (QS. 3 : 57 , 140)
“Adapun orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal saleh, maka Allah akan memberikan kepada Mereka dengan sempurna pahala amalan-amalan mereka; dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.”
(QS. Ali Imran (3) : 57 )

4. Orang – Orang Yang Melampaui Batas (QS. 2 : 190 ; 5 : 87)
“Dan Perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, kerana sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.”
(QS. Al Baqarah (2) : 190)

5. Al Mufsidin
Orang – orang yang merosak (QS. 5 : 64 ; 28 : 77)
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerosakan di (muka) Bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerosakan.”
(QS. Al Qashash (28) : 77)

6. Mukhtar Fakhur
Orang – orang yang angkuh dan sombong (QS. 28 : 76)
“Sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat yang dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata padanya, “ janganlah kamu terlalu bangga; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri.”
(QS. Al Qashash (28) : 76)

7. Al Mustaqbirin
Orang – orang yang sombong (QS. 16 : 23)
“Tidak diragukan lagi bahawa Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka rahasiakan dan apa yang mereka lahirkan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong.”
(QS. An Nahl (16) : 23)

8. Al Farihin
Orang – orang yang membanggakan dirinya (QS. 28 : 76)
”sesungguhnya Qarun adalah termasuk kaum Musa, maka ia berlaku aniaya terhadap mereka, dan kami telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat. (ingatlah) ketika kaumnya berkata kepadanya, “Janganlah kamu terlalu bangga;Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang terlalu membanggakan diri”
(QS. Al Qashash (28:76)

9. Al Musrifin
Orang – orang boros, berlebihan (QS. 6 : 141 ; 7 : 31)
“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
(QS. Al-A’raf (7):31)

10. Orang – orang yang berkhianat dan bergelumang dosa (QS.4:107;22:38)
“dan janganlah kamu berdedat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang selalu berkhianat lagi bergelumang dosa”
(QS. An-Nisa (4):107)


11. Al Musyrikin
Orang – orang yang Musyrik (QS. 33 : 73)
“Sehingga Allah mengadzab orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang musyrikin laki-laki dan perempuan; dan sehingga Allah menerima taubat-taubat orang-orang Mukminin laki-laki dan perempuan. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
(QS. Al Ahzab (33):73)

12. Al Fasiqin
Orang – orang yang Fasiq (QS. 9 : 96)
“Mereka akan bersumpah kepadamu, agar kamu ridha kepada mereka. Tetapi jika sekiranya kamu ridha kepada mereka, maka sesungguhnya Allah tidak Ridha kepada orang-orang yang fasik itu.”
(QS. At Taubah (9):96)

13. Orang – orang yang menghalangi jalan Allah (QS. 7 : 45)
“(iaitu) orang-orang yang menghalang-halangi (manusia) dari jalan Allah dan menginginkan arag jalan itu menjadi bengkok, dan mereka kafir kepada kehidupan akhirat.”
(QS. Al A’raf (7):45)

Silibus usrahkeluarga: MA’RIFATUL INSAN (Mengenal Manusia) Siri 5

Pembahagian manusia:

a. Manusia yang di cintai Allah SWT.
1. Al Muhsinin
Orang – orang yang berbuat ihsan (QS.2:195;3:134;5:13)
“Dan Belanjakanlah (harta bendamu) di Jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ”
(QS. Al-Baqoroh (2) : 195)

“(Iaitu) Orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik diwaktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang . Allah menyukai orang-orang yang berbuat Kebajikan.” (QS. Ali Imran (3) : 134)

“(Tetapi) kerana mereka melanggar janjinya, kami kutuk mereka, dan kami jadikan hati mereka keras membantu. Mereka suka mengubah Perkataan (Allah) dari tempat -tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat), maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al Maidah (5) : 13)

2. Al Muttaqin
Orang – orang yang bertaqwa (QS. 9 : 7 ; 3 : 76)
“Bagaimana mampu ada perjanjian (aman) dari sisi Allah dan Rasul-Nya dengan orang-orang Musyrikin, kecuali orang – orang yang kamu telah mengadakan perjanjian (dengan mereka) di dekat masjidil haram ? Maka selama mereka berlaku lurus terhadapmu, hendaklah kamu berlaku lurus (pula) terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Maha menyukai orang-orang yang bertaqwa“ (QS. At Taubah (9) : 7)

“ (Bukan Demikian), sebenarnya siapa yang menepati janji (yang dibuat) Nya dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah Menyukai orang-orang yang bertaqwa” (QS. Ali Imran (3) : 76)


3. Ash Shobirin
Orang – orang yang sabar (QS. 3 : 146)

“ Dan berapa banyaknya Nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari (pengikut)nya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah kerana bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang yang Sabar.” (QS. Ali Imran (3) : 146)

4. Al Mutawakkilin
Orang – orang yang bertawakal kepada Allah SWT semata (QS.3:159)
“ Maka disebabkan Rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelillingmu. kerana itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran (3) : 159)

5. At Tawwabin Wal Mutathohhirin
Orang – orang yang bertaubat dan mensucikan diri (QS.9:108;2:222)
“Janganlah kamu bersembahyang dalam Masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya Masjid yang didirikan atas dasar taqwa (Masjid Quba), sejak hari pertama adalah hari patut kamu bersembahyang di dalamnya. di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang bersih.” (QS. At – Taubah (9) : 108)

6. Al Muksithin
Orang – orang yang adil (QS. 5 : 42 ; 49 : 9)
“Mereka itu adalah orang-orang yang suka mendengar berita bohong, banyak memakan yang haram. jika mereka (orang Yahudi) datang kepadamu (untuk meminta putusan), maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka, atau berpalinglah dari mereka; jika kamu berpaling dari mereka maka mereka tidak akan memberi mudharat kepadamu sedikitpun. dan jika kamu memutuskan perkara meraka, maka putuskanlah (perkara itu) diantara mereka dengan adil. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat Adil “ (QS. Al Maidah (5) : 42)

7. Al Mujahidin
Orang – orang yang berperang di jalan Allah (QS.61:4;5:54)
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
(QS. Ash Shaff (61) : 4)

8. Yang mencintai Allah SWT.
Orang lebih mencintai Allah dari pada cinta-cinta yang lainnya (QS.3:31;5:54)
“Katakanlah,” Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, Ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu. “ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.”
(QS. Ali Imran (3) : 31)

9. Yang bersikap lemah lembut terhadap orang Mukmin (QS.5:54)
“Hai Orang – orang yang Iman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang Mukmin, yang bersikap terhadap orang-orang yang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)lagi Maha mengetahui.”
(QS. Al Maidah (5) : 54)

10. Keras (tegas) terhadap orang kafir (QS. 5 : 54)
“Hai Orang – orang yang Iman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang Mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang yang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)lagi Maha mengetahui.”
(QS. Al Maidah (5) : 54



11. Yang tidak takut celaan dalam menegakkan Dinullah (QS.5:54)
“Hai Orang – orang yang Iman, barang siapa diantara kamu yang murtad dari agamanya, maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang Mukmin, yang bersikap terhadap orang-orang yang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah Maha luas (pemberian-Nya)lagi Maha mengetahui.”
(QS. Al Maidah (5) : 54

12. Al Mu’minin
Orang – orang yang beriman (QS. 48 : 18)
“Sesungguhnya Allah Ridla terhadap orang-orang Mukmin ketika mereka berjanji setia kepadanya di bawah pohon, maka Allah Maha mengetahui apa yang ada dalam hati mereka lalu menurunkan ketenangan atas mereka dan memberi balasan pada mereka dengan kemenangan yang dekat (waktunya).”
(QS. Al Fath (48) : 18)

13. Orang – orang yang takut kepada Allah SWT (QS. 98 : 8)
“Balasan mereka di sisi Tuhan mereka ialah surga ’Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Allah Ridla terhadap mereka dan merekapun Ridla terhadap-Nya. yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada-Nya.”
(QS. Al Bayyinah (98) : 8)

Silibus usrahkeluarga: MA’RIFATUL INSAN (Mengenal Manusia) Siri 4

PERJALANAN HIDUP MANUSIA

Firman Allah swt yang bermaksud: “ Mengapa kamu kafir kepada Allah, padahal kamu tadinya mati, lalu Allah menghidupkanmu kemudian kamu dimatikan dan dihidupkan kembali, kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.”

Fasa Perjalanan Hidup Manusia :
a. Alam Rahim
Merupakan tempat tersimpannya janin dalam perut ibu. Keberadaannya amat sempit, gelap dan sesak dengan masa yang dialaminya dalam tiga kegelapan. Seperti Firman Allah (QS. 39 : 6)
“ Dan Kami menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan”

b. Alam Dunia

Alam dunia merupakan Alam yang penuh dengan realiti. Dalam alam dunia ini manusia tumbuh dan berkembang dengan dibekali pendengaran, penglihatan, dan qolbu (QS.16:78;7:179) di alam dunia inilah manusia harus mengoptimakan kemampuannya untuk memperoleh balasan kelak nanti apakah kebahagiaan atau kecelakaan. Peringatan Allah kepada kita dalam QS.6:32

“Dan tidaklah kehidupan dunia ini selain dari main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidaklah kamu mengetahuinya.”

c. Alam Kubur.

Keberadaan alam ini amat sunyi, sepi, sempit, beku dan kaku. Alam Kubur merupakan lensa yang amat jelas untuk menerangkan baik buruknya amal seseorang kerana akan mulai nampak balasan bagi manusia.

“Sesungguhnya Alam Kubur itu merupakan awal dari alam akhirat, Siapa yang selamat dalam tahap pertama itu, untuk selanjutnya akan lebih ringan, dan barang siapa yang tidak selamat maka untuk tahap-tahap selanjutnya akan lebih berat.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majjah dan Al Hakim).


d. Alam Akhirat
Alam ini tempat dibangkitkannya manusia dari alam kubur dimana seorang Bapak tidak dapat menolong seorang anaknya ataupun sebaliknya. Hanya amalan dirinya yang akan menolongnya dari penghisaban.

“Hai Manusia, bertaqwalah kepada Tuhanmu dan takutlah suatu hari yang (pada hari itu) seorang Bapak tidak dapat menolong seorang anaknya dan seorang anak tidak (pula) menolong bapaknya sedikitpun. Sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakan kamu, dan jangan (pula) penipu (syaitan) memperdayakan kamu dalam (mentaati) kholiq.”

Silibus usrahkeluarga: MA’RIFATUL INSAN (Mengenal Manusia) Siri 3

KEDUDUKAN MANUSIA (Makaa natul Insani)



Manusia adalah :


1. Makhluk yang termulia


“ dan sesungguhnya telah kami Muliakan anak – anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka rezeki dari yang baik – baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang lebih sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan”

( QS. Al – Isra [17] : 70 ).


2. Makhluk yang paling indah bentuk dan kejadiaannya(Ahsanut Taqwiimi)


“ sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik – baiknya“

( QS. At – Tin [95] : 4 )


3. Makhluk yang di berikan kebebasan memilih dan mampu membezakan antara yang baik dan yang buruk. (lahu haqqul ikhtiyari wattafriiqi bainal haqqi wal baa thili).

“dan demi jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan fujur dan ketakwaannya, sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”

( QS Asy syams [91] : 7 – 10 )


4. Makhluk yang di beri kemampuan untuk mendapatkan ilmu pengetahuan dan di bekali dengan alat-alat yang membantunya dalam meraih ilmu tersebut.

Alat-alat tersebut adalah:

v Pendengaran, penglihatan, akal fikiran dan hati (assam’i wal bashori wal fa wa di).

“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati agar kamu bersyukur”

( QS An Nahl [16] : 78 ).

v Lisan (Al lisaani).

bukankah kami telah memberikan kepadanya dua buah mata. lidah, dan dua buah bibir”.

( QS Al Balad [90] : 7 – 8 ).

“(Tuhan) yang Maha Pemurah, yang telah mengajarkan Al Quran,

Dia menciptakan manusia ,mengajarnya pandai berbicara”

( QS Ar Rahman [55] : 1 – 4 ).

v Pena (Al Qalami)

“ Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis, berkat Nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali kali bukan orang gila”

( QS Al Qalam [68] : 1 – 2 )

“ yang mengajar ( manusia ) dengan perantaraan kalam “

( QS Al ‘Alaq [96] : 4 ).


5. Khalifah Allah SWT di bumi yang bertugas (kholiifatullahi fil ardli):

v Sebagai pemimpin yang mengatur bumi berdasarkan petunjuk dan undang – undang Allah ( tanfiidzu syarii’atillahi fii Haa ‘imaratul ardli)


“katakanlah, “ Dia-lah yang berkuasa untuk mengirimkan Azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan – golongan ( yang saling bertentangan ) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa kami mendatangkan tanda – tanda kebesaran kami silih berganti agar mereka memahami(nya) “

( QS Al An’am [6] : 65 ).

“ingatlah ketika Tuhan-mu berfirman kepada para malaikat, “ sesungguhnya aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata, “ mengapa engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerosakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji engkau dan menyucikan Engkau?” Tuhan berfirman, “ sesungguhnya aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui. “

( QS Al Baqarah [2] : 30 )

“ Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung – gunung , maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim adan amat bodoh“

( QS Al Ahzab [33] : 72 )


v Memakmurkan bumi dan mengeluarkan potensi yang terkandung didalamnya untuk kesejahteraan ummat manusia berdasarkan petunjuk dan peraturan Allah

“ Dan kepada Tsamud (kami utus) Saudara mereka Shalih. Shalih berkata, “ Hai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan selain Dia. Dia telah menciptakan kamu dari bumi (tanah) dan menjadikan kamu pemakmurnya, kerana itu mohonlah ampunan-Nya, kemudian bertaubatlah kepada-Nya. Sesungguhnya Tuhan-ku amat dekat (rahmat-Nya) lagi memperkenankan (Do’a hamba-Nya).”

( QS. Hud [11] : 61 )

v Menyebarkan Keadilan dan Kemaslahatan (kebaikan)

“sesungguhnya kami telah mengutus Rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, ( supaya mereka menggunakan besi itu ) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)-Nya dan Rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak di lihatnya. Sesungguhnya Allah maha kuat lagi maha perkasa.

( QS. Al – Hadid [57] : 25 )

“ Hai Daud, sesungguhnya kami menjadikan kamu khalifah (pemguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan (perkara) diantara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, kerana ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azad yang berat, kerana mereka melupakan hari perhitungan.

( QS. Shad [38] : 26 )


6. Makhluk yang diberikan beban untuk beribadah kepada Allah SWT semata, ibadah yang mencakup ibadah ritual dan seluruh aspek kehidupan manusia.

” dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-ku.”

( QS. Adz-Dzariyat [51] : 56 )

Thursday, November 27, 2008

Silibus usrahkeluarga: MA’RIFATUL INSAN (Mengenal Manusia) Siri 2

HAKIKAT MANUSIA DAN ASAL KEJADIANNYA (maa datul kholqi)

Pada dasarnya Manusia diciptakan dari sesuatu yang tidak ada (QS. 52 : 35),


35. (Mengapa mereka tidak beriman?) Adakah mereka telah tercipta Dengan tiada Yang menciptanya, atau Adakah mereka Yang mencipta diri mereka sendiri? (At Thuur:35)


kemudian Allah menciptakan dari tanah , seperti dijelaskan dalam Al-Quran.


“Dan Sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati(berasal) dari tanah. kemudian kami jadikan saripati itu air mani/nuthfah (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah (‘alaqoh”. lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging (mudlghoh). dan segumpal daging itu kami jadikan tulang belulang (‘idoma), lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan daging (lahma). Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk lain). Maka Mahasuci Allah pencipta yang paling baik.”
(Qs. Al-Mu’minun : 12 - 14)


1. dari tanah (At tinu), kemudian Allah SWT meniupkan ruhnya.(Tsumma nufikho fiihi rruuhu )

“Sesungguhnya misal (penciptaan) Isa disisi Allah adalah sebagaimana penciptaan Adam. Dia menciptakan Adam dari turob (Tanah bumi), kemudian Dia berfirman kepadanya, “Jadilah !” maka jadilah ia” (QS. Ali Imran : 59)


2. Setetes nuthfah (An nuthfahu)
“ yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik – baiknya dan yang memulai penciptaan manusia daru tanah. kemudian Dia menjadikan keturunannya dari sari pati air yang hina ( air mani ). kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya Roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati ; (tetapi) kamu sedikit sekali bersyukur.”
( QS. As Sajdah [32] : 7 – 9 )


“ Dia di ciptakan dari air yang terpancar. yang keluar dari antara tulang sulbi dan tulang dada”
( QS. Ath Thariq [86] :6 – 7 )


Al Qur’an mengingatkan manusia terhadap kejadiaannya iaitu setetes air hina (nuthfah) agar manusia menyembah Allah, tawadhu, bersyukur dan tidak sombong.


“ Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatak ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain dia; maka bagaimana kamu dapat di palingkan ?
( QS. Az – Zumar [39] : 6 )

Silibus usrahkeluarga: MA’RIFATUL INSAN (Mengenal Manusia) Siri 1


“Barang siapa mengenal dirinya, maka dia akan mengenal Rabbnya”


Manusia lahir ke dunia dan selanjutnya mendiaminya merupakan suatu kepastian yang tidak boleh dihindari. Ia kemudian menjalani kehidupan yang tidak pernah ia mengerti. Bukan pemaksaan, hal ini sudah merupakan suatu ketetapan bahawa ia harus ada dan sering tak pernah menyedari bahawa keberadaannya bukanlah kehendak dan kuasanya ia sendiri.




Hairannya, ketidakmengertian ini sering menjadikan ia sombong. Ia sering bertindak atas kemahuannya sendiri, seakan dialah yang paling hebat dan mampu berbuat apa saja. Padahal ketika ia lahir ke dunia, ia tidak membawa apa-apa kuasa untuk di banggakan dan ia juga lahir sebagai makhluk yang tidak berdaya, tak mampu berbuat dan bertindak apa-apa. Pada waktu dia lahir, dunia ini telah ada dan lengkap dengan segala sesuatu yang diperlukankan dan diinginkan sebagai bekal dalam hidupnya.



Dengan kemampuan akalnya, manusia akan mampu menguasai dan memimpin dunia, sehingga akibatnya ia hanya sedar akan kewujudan dirinya, tapi disisi lain ia lupa akan keperluan dirinya sendiri. Siapapun orangnya yang ada di dunia pasti pernah terdetik dalam hatinya pertanyaan-pertanyaan : siapa aku, dari mana engkau berasal, untuk apa di dunia, dan harus bagaimana aku hidup. Namun kebanyakkan orang pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak terjawab dan tersingkir oleh tidak terhingganya hajat hidup yang tidak terbatas waktu yang bergerak pantas dan mengutamakankepentingan dan perhatian dirinya. Hanya orang-orang tertentu yang mahu menelusuri permasalahan tersebut untuk menemukan keperluan hakiki dirinya.



Konsep manusia yang paling tepat dan utuh terdapat dalam Al-Quran dalam Surat Al-Hijr : 9.


“Sesungguhnya Kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan Kamilah yang memelihara dan menjaganya.”



Adapun konsep manusia dalam Al-Quran adalah sebagai berikut :


1. Al-Basyar


“Maryam berkata:" Wahai Tuhanku! Bagaimanakah Aku akan beroleh seorang anak, padahal Aku tidak pernah disentuh oleh seorang lelaki pun?" Allah berfirman; "Demikianlah keadaannya, Allah menjadikan apa Yang dikehendakiNya; apabila ia berkehendak melaksanakan sesuatu perkara, maka ia hanyalah berfirman kepadanya: ` Jadilah Engkau ', lalu menjadilah ia."

(A’li Imran: 47)



Ini menunjukan bahawa manusia sebagai makhluk biologi.



2. Al-Insan (QS. 5 : 3 ; 76 : 1 - 2)


1. Bukankah telah berlalu kepada manusia satu ketika dari masa (yang beredar), sedang ia (masih belum wujud lagi, dan) tidak menjadi sesuatu benda Yang disebut-sebut, (maka mengapa kaum musyrik itu mengingkari hari akhirat)?



2. Sesungguhnya Kami telah aturkan cara mencipta manusia bermulanya dari air mani Yang bercampur (dari pati benih lelaki dan perempuan), serta Kami tetap mengujinya (dengan kewajipan-kewajipan); oleh itu maka Kami jadikan Dia berkeadaan mendengar dan Melihat. (Al Insaan:1-2)

Ini yang membezakan antara manusia dengan haiwan iaitu diberinya akal untuk merenungkan, memikirkan, menganalisa dan mengamati ciptaan Allah.



3. Bani Adam (QS. 2 : 31 – 37 ; 17 : 70 ; 38 : 71, 76)


31. Dan ia telah mengajarkan Nabi Adam, akan Segala nama benda-benda dan gunanya, kemudian ditunjukkannya kepada malaikat lalu ia berfirman: "Terangkanlah kepadaku nama benda-benda ini semuanya jika kamu golongan Yang benar".



32. Malaikat itu menjawab: "Maha suci Engkau (Ya Allah)! Kami tidak mempunyai pengetahuan selain dari apa Yang Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkau jualah Yang Maha Mengetahui, lagi Maha Bijaksana".



33. Allah berfirman: "Wahai Adam! Terangkanlah nama benda-benda ini semua kepada mereka". Maka setelah Nabi Adam menerangkan nama benda-benda itu kepada mereka, Allah berfirman: "Bukankah Aku telah katakan kepada kamu, bahawasanya Aku mengetahui Segala rahsia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa Yang kamu nyatakan dan apa Yang kamu sembunyikan?".



34. Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada malaikat: "Tunduklah (beri hormat) kepada Nabi Adam". Lalu mereka sekaliannya tunduk memberi hormat melainkan Iblis; ia enggan dan takbur, dan menjadilah ia dari golongan Yang kafir.



35. Dan Kami berfirman: "Wahai Adam! Tinggalah Engkau dan isterimu Dalam syurga, dan makanlah dari makanannya sepuas-puasnya apa sahaja kamu berdua sukai, dan janganlah kamu hampiri pokok ini; (jika kamu menghampirinya) maka akan menjadilah kamu dari golongan orang-orang Yang zalim".



36. Setelah itu maka Syaitan menggelincirkan mereka berdua dari syurga itu dan menyebabkan mereka dikeluarkan dari nikmat Yang mereka telah berada di dalamnya dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! Sebahagian dari kamu menjadi musuh kepada sebahagian Yang lain dan bagi kamu semua disediakan tempat kediaman di bumi, serta mendapat kesenangan hingga ke suatu masa (mati)".



37. Kemudian Nabi Adam menerima dari Tuhannya beberapa kalimah (kata-kata pengakuan taubat Yang diamalkannya), lalu Allah menerima taubatnya; Sesungguhnya Allah, Dia lah Yang Maha Pengampun (Penerima taubat), lagi Maha Mengasihani.

(Al-Baqarah: 31-37)



Ini bermula dari penciptaan Adam sebagai manusia pertama di dunia yang mempunyai musuh syaitan(QS. 7 : 12)



12. Allah berfirman: "Apakah penghalangnya Yang menyekatmu daripada sujud ketika Aku perintahmu?" Iblis menjawab: "Aku lebih baik daripada Adam, Engkau (Wahai Tuhan) jadikan daku dari api sedang Dia Engkau jadikan dari tanah." (Al A’raaf:12)



4. An-Nas (QS. 2 : 8, 204 ; 114 : 1)


Manusia sebagai makhluk sosial yang memiliki berbagai karakteristik.



8. Dan di antara manusia ada Yang berkata: "Kami telah beriman kepada Allah dan kepada hari akhirat"; padahal mereka sebenarnya tidak beriman. (Al Baqarah:8)



1. Katakanlah (Wahai Muhammad): "Aku berlindung kepada (Allah) Pemulihara sekalian manusia. (An Naas:1)


Sunday, November 23, 2008

Mak Ayah Tak Faham Kami!

"Mak Ayah tak faham kami", itulah jawaban yang penulis dapat bila di tanya kepada para remaja di sekolah mengapa mereka merasakan ibu bapa mereka tidak sayang pada mereka.

Setiap anak pasti pasti akan berbuat salah. Tugas ibubapa bukan untuk menyalahkan, tapi menyemangati agar mereka boleh bangkit dan memperbaiki kesalahannya.


Tentu anda pernah berhadapan dengan situasi berikut, di mana anak anda lewat balik dari kebiasaannya, contohnya dari pulang sekolah. Tindakan anak anda tadi merisaukan anda, dia tidak langsung memaklumkan ke mana dia pergi, malahan ketika anda cuba menghubungi ”handphone”nya, satu suara wanita menjawab dengan beradabnya mengatakan ”Nombor yang anda dail tidak dapat dihubungi, sila cuba sebentar lagi”. Bertambah geram anda mendengarnya.


Alhamdulillah, beberapa minit setelah anda sibuk mendail-dail ”handphone” anak anda, dia muncul di hadapan pintu dengan wajah selambanya. Selidik punya selidik ternyata anak anda itu pergi bersama teman-temannya ke sebuah pasaraya ternama untuk membeli sesuatu. Bila ditanya kenapa tidak dapat dihubungi, dia menjawab ”Takda bateri”.
Kebiasaannya, ibu bapa yang berada situasi di atas akan merasa marah, mula berleter dengan suara yang tinggi, dan terkadang mengungkit-ungkit kesalahan anak yang lalu. Berdasarkan pengalaman penulis dalam siri ceramah bersama anak-anak remaja, kebanyakan mereka merasakan ibubapa mereka tidak faham jiwa mereka, sebaliknya sering mencari dan mengukit kesalahan dan kelemahan mereka. Malahan dalam borang soalselidik yang saya edarkan, mereka tidak memilih ibubapa sebagai teman karib, sebaliknya memilih kawan-kawan sekolah sebagai teman yang boleh dijadikan tempat meluahkan perasaan.


Kita berbalik kepada kisah si anak dan ibu bapanya tadi. Rasa nak marah dan meninggikan suara bukanlah cara terbaik dalam mendidik anak-anak kita sebaliknya ia akan menjadikan situasi dan masalah tersebut makin rumit.


Seharusnya anda mengajak dia berdialog. Ternyata dengan dialog yang dikemas secara santun dan tidak menghakimi, insyaallah permasalahan akan dapat diselesaikan dengan baik. Anak akan mahu bersikap terbuka, mahu mengakui kesalahannya, bahkan dengan kesedaran sendiri ia mahu bertanggungjawab atas kesalahannya.


Kita harus selalu berlaku bijak dalam menyikapi perilaku anak-anak kita. Sebabnya, setiap fasa pertumbuhan anak memerlukan cara mendidik dan cara mengarahkan yang berbeza. Fasa bayi tidak boleh didekati dengan pola pendidikan untuk usia tiga tahun. Begitu juga pola pendidikan untuk anak seusia tiga tahun tidak wajar digunapakai untuk anak usia lima atau enam tahun. Demikian pula ketika mengadapi anak yang sudah remaja.


Sebenarnya ada peranan-peranan tertentu yang harus dimainkan ibubapa dalam mendidik anaknya. Menghadapi anak yang telah remaja misalnya, ibubapa harus dapat memposisikan dirinya sebagai teman. Jalin komunikasi dengan mereka layaknya seperti teman, kerana anak seusia itu memerlukan teman untuk berkomunikasi dan tempat curahan hati.


Bagaimana kaedahnya?


Pertama, terapkanlah prinsip Aku Bukan Ancaman Bagimu saat berhubungan dengan anak. Hal ini sangat penting, ini kerana seseorang mula berubah setelah ia mula faham. Faham itu datang kerana adanya komunikasi. Dan komunikasi itu akan baik kalau ada rasa keselesaan. Bila anak sudah merasa selesa berhadapan dengan kita atau tenteram berkomunikasi dengan kita, maka ia akan lebih terbuka. Ketika melakukan kesalahan, biasanya ia akan dengan sukarela mengaku pada ibubapanya. Sebaliknya, kalau mereka sudah takut dan merasa terancam, maka komunikasi pun tidak akan berlangsung baik. Maka bertanyalah selalu, apakah anak-anak merasa selesa berkomunikasi dengan kita atau tidak?


Kedua, ciptakan komunikasi suportif, menyemangati, dan tidak melemahkan. Setiap anak pasti akan berbuat salah. Dalam situasi seperti ini posisi ibubapa, idealnya, bukan sebagai pihak yang menyalahkan, tapi sebagai pihak yang menyemangati si anak agar boleh bangkit dan memperbaiki kesalahannya. Ingat kisah seorang anak yang mengadu pada ayahnya, "Maaf ayah, keputusan peperiksaan semester saya hanya 2.90". Lalu dijawab oleh ayahnya, "Hah, 2.90? Wah! Itu dah di kira hebat, ayah dulu dapat 2.50 sahaja. Ayah malu, tapi setelah itu jadi rajin belajar, berusaha belajar mati-matian. Dan setelah itu jadi bintang kelas, tamat di akhir semester dengan 3.45. Ayuh bangkit, belajar bersungguh-sungguh ya, jangan rasa lemah!".

Ataupun anda ajak anak anda bincang dengan santai, contohnya: Takpa nak, mari ikut ayah, kita minum teh dulu di kedai mamak sampil pekena roti canai. Kat sana nanti kita bincang dan ”plan” pelan tindakan seterusnya, insyaAllah ayah yakin kita boleh baiki keputusan tersebut. Ayah akan bantu!


Ketiga, terbuka dan suka diperbetulkan. Jangan malu mengakui kesalahan atau kekurangan diri. Jangan ragu untuk belajar pada anak, jika memang mereka memiliki ilmu yang belum kita miliki. Maka, di sinilah pentingnya kita mengembangkan dialog yang jujur.


Tidak sedikit ibubapa yang memaksakan anaknya untuk selalu menerima pendapat atau jalan fikiran sendiri. Bila berkomunikasi, tanpa sedar mereka menerapkan komunikasi satu arah; "saya bicara, kamu mendengar". Yang lebih tepat justru "kamu bicara, saya mendengar". Jadilah pendengar yang bijak dan setia.


Sikap autokrasi berpotensi menghancurkan harga diri anak. Bila dibiarkan berlarut-larut si anak akan memiliki pandangan negatif terhadap diri dan ibubapanya. Impaknya, anak-anak akan protes, samda sencara terbuka atau secara senyap. Malahan personaliti anak juga akan dipengaruhi, sang anak akan menjadi takut untuk mengambil keputusan, kurang percaya diri, mudah sakit, dan menjadi emosional akibat tekanan perasaan.


Jika terjadi perbezaan pandangan dan pendapat, pendekatan syura, berlapang dada dan bersikap terbuka adalah lebih bijaksana. Salah satu caranya adalah dengan membangun rasa saling memahami, di mana masing-masing pihak berusaha memahami sudut pandang pihak lain. Di sini, ibubapalah yang harus memulakan perbincagan yang produktif. Selamat mendidik anak-anak

Thursday, November 20, 2008

Menghidupkan Jiwa Dengan Suasana Mendidik

Dialog yang terjadi dengan orang-orang soleh, sentiasa penuh dengan nasihat, hikmah bahkan sindiran yang begitu kuat menancap di hati. Pengalaman penulis ketika berkesempatan menziarahi dai’e dan murabbi dakwah di tanah air tercinta, pasti akan beroleh bekalan yang dapat mendidik jiwa lantas iman menjadi tertingkat. Bahkan penulis pernah bermusafir dengan pakcik Rosdi baharom, murabbi penulis dalam satu perjalanan sekitar 3 jam memandu kereta. Sungguh air mata penulis bercucuran tumpah ke bumi sebaik berbual dengan beliau, nasihat santai dan susunan kisah-kisah para sahabat yang beliau nukilkan telah menggugah iman penulis dan merasai kekerdilan diri di hadapan Allah SWT. Suasana tersebut tidak dapat kita perolehi di luar sana lantaran masyarakat sibuk berbicara hal keduniaan berbanding hal keakhiratan. Bukanlah bermakna penulis mengatakan kita tidak perlu memikirkan dunia, kerana sang murabbi yang bermusafir bersama penulis itu bukan sahaja seorang pendidik jiwa, malahan seorang saintis berjaya di salah sebuah jabatan kerajaan. Kini bertugas di Kolej Teknologi Darulnaim. Kehidupan beliau penuh dengan kerja-kerja mendidik manusia, bahkan katanya hidupnya adalah untuk mewakafkan diri kepada dakwah dan tarbiah.

Penulis mengajak pembaca untuk kita mendekati satu kisah murabbi di zaman Tabi’in pula, suasana beliau bersama anak-anak didiknya perlu kita suburkan kembali, apatah lagi di zaman yang serba moden ini. Suatu hari satu soalan “mendidik” pernah diajukan oleh seorang soleh bernama Muhammad bin Wasi ’rahimahullah kepada orang-orang di sekelilingnya, “Apakah kalian hairan, jika kalian melihat seseorang menangis di syurga?” Orang--orang yang berada di sekitar Muhammad bin Wasi ’ menjawab pasti, “Tentu saja kami hairan wahai Syaikh.” Lalu Muhammad bin Wasi ’ mengatakan, “Seharusnya kita lebih hairan apabila melihat seseorang yang masih hidup di dunia, tertawa terbahak, sementara ia belum tahu bagaimana akhir perjalanannya di akhirat kelak...”

Kita, khususnya diri sang penulis begitu memerlukan dialog-dialog seperti ini. Dialog yang keluar dari lisan seorang soleh, dan langsung menyentak kesedaran. Muhammad bin Wasi ’rahimahullah yang mengucapkan nasihat begitu menusuk hati tadi, adalah seorang salafusoleh di zaman Tabi ’in yang terkenal kerana do ’a-do ’anya sering dikabulkan Allah swt. Ucapannya tadi, begitu menyentak hati kita yang selama ini sering terlena dengan kebahagiaan dan kesenangan dunia, dengan mengabaikan perhitungan bagaimana nasib dan keadaan kita di akhirat.

Ketahuilah, bahawa jerat syaitan yang paling berbahaya adalah ketika dunia begitu menguasai hati dan menguasai potensi seseorang. Hati yang sudah dipenjarai oleh dunia, akan menjadi longlai, lemah dan tidak mampu melakukan perhitungan apapun terhadap arah gelombang bisikan syaitan yang membuat seseorang terumbang ambing, tidak tentu arah. Dunia yang telah menguasai hati menjadikan seseorang lemah keinginan untuk terbang ke tingkat ubudiyah yang tinggi. Hati yang terkuasai dunia, menjadi lebih berat, malas, dan terbelenggu oleh kesalahan.

Jerat syaitan itu bernama ghaflah, yang ertinya lalai. Berapa sering kita terjerat oleh perangkap syaitan itu? Saat kehidupan begitu menyeret dan menjauhkan kita dari Allah swt. Sedikit demi sedikit. Sejengkal demi sejengkal. Hampir tak terasa. Sampai saat kita tersedar, ternyata kita sudah begitu jauh meninggalkan ketaatan. Ternyata, sudah terlalu jauh jarak yang kita buat antara kita dengan Allah swt. Sudah terlampau lama kita berpura-pura lupa dan melupakan Allah swt. Mungkin, ada sebagian kita yang selanjutnya tidak mampu lagi untuk kembali. Ini adalah kerana sudah terlalu nikmat merasakan keadaan yang telah dilalui. Saat kita, tidak bersedih lagi atas kelalaian yang dilakukan. Saat kita, tidak berduka lagi dengan dosa yang berulangkali kita lakukan. Saat kita, tidak lagi menangis dan sama sekali tidak menitiskan air mata atas kemaksiatan dan kedajalan yang dilakukan.

Itulah ghaflah, kelalaian. Itulah jerat syaitan yang paling berbahaya. Ghaflah, penyakit yang menjangkiti hati agar hati menjadi rela dengan kegawatan iman yang rendah, tenang dengan kemaksiatan, dan begitu mengikat mata dengan dunia. Tidak ada tempat lagi untuk akhirat. Renungkanlah firman Allah,

“...Dan syaitan telah menjadikan mereka memandang indah perbuatan-perbuatan mereka lalu menghalangi mereka dari jalan (Allah), sehingga mereka tidak mendapatkan petunjuk.” (QS.An Naml:24)

Mari memeriksa hati kita, andai kita terjerat oleh perangkap syaitan yang berbahaya ini. Bertanyalah saudaraku, tentang berapa banyak kita mengingat tentang solat malam yang kita tinggalkan dalam satu bulan, dalam satu tahun? Bertanyalah saudaraku, tentang berapa kali kita bermuhasabah dan merenungi kesalahan dan dosa, lalu kita bersedih atau menangisinya? Bertanyalah saudaraku, tentang berapa kali kita telah membaca dan mengkhatamkan Al Qur ’an seumur hidup? Berapa banyak kita mengajak dan mendorong keluarga untuk, setidaknya membaca dan mengkhatamkan Al Qur’an? Bertanyalah saudaraku, tentang seberapa rindu kita kepada syurga? Bertanyalah saudaraku, tentang berapa banyak kita memikirkan jarak yang membezakan antara hidup hingga titik kematian yang tidak pernah kita tahu bila datangnya?

Mari bandingkan pertanyaan-pertanyaan itu dengan pertanyaan lain. Bertanyalah saudaraku, tentang berapa sering kita berfikir untuk membeli pakaian dan aksesori rumah? Bertanyalah saudaraku, tentang berapa banyak kita berfikir untuk mencari pekerjaan tambahan untuk membiayai keperluan hidup yang tidak pernah ada habisnya? Bertanyalah saudaraku, tentang berapa kali kita mengingat dan menginginkan makanan yang enak dan nikmat? Bertanyalah saudaraku, tentang berapa sering kita memikirkan masa depan dunia kita?

Bagaimana kita menjawab dan membandingkan antara dua kelompok pertanyaan tadi? Mari buka jerat-jerat ghaflah yang melilit jiwa dan hati kita. Perhatikan dengan teliti, renungkan dalam-dalam, dosa dan kemaksiatan apa yang kita tinggalkan di hari ini, di hari-hari, bulan-bulan, dan tahun-tahun yang telah lalu? Lalu, bekal kebaikan apa yang sudah kita persiapkan untuk hari setelah mati?

Dengarkanlah lagi, sebuah dialog penuh nasihat dan sindiran yang menyedarkan antara seorang soleh, Hasan Al Basri, dengan seseorang yang ada di sampingnya. Saat pemakaman jenazah, Hasan Al Basri rahimahullah bertanya pada seseorang, “Menurutmu, jika dia kembali hidup di dunia, apakah ia akan melakukan amal soleh?” Orang itu menjawab, “Ya, pasti.” Hasan Al Basri menyambut perkataan itu dengan jawaban, “Jika ia sudah tidak mungkin hidup kembali di dunia untuk melakukan amal soleh, engkaulah yang seharusnya sekarang melakukan amal-amal soleh...”.

Ayuh, mari kita memberi masa kita untuk di didik, kepada yang telah berada dalam halaqah-halaqah pentarbiahan, jangan biarkan kehadiran anda dalam halalah semakin merosot dengan alasan anda merasakan ada urusan dunia lebih besar dari urusan masa depan anda di akhirat kelak atau merasakan sudah ada jaminan anda ke syurga nanti.

Kepada yang pernah ber”usrah” tapi telah lama ber”sara” dari menghadirinya, fikirkan kembali, apakah tindakan anda itu menambahkan iman atau sebaliknya… kepada yang belum pernah merasai sentuhan tarbiah dari halaqah-halaqah yang berjalan dan bertebaran di tanah air kita ini, dan berhajat untuk melalui proses mendidik jiwa, emailkan harapan anda ke alghazaliktd@gmail.com. Semoga Allah memilih kita untuk bersama-sama di didik dengan iman yang dinamik. InsyaAllah.

Friday, November 14, 2008

Sahabat Yang Baik Penyelamat Bencana


Sahabat Yang Baik Penyelamat Bencana

Puteri-puteri Islam Sejati!
Salam sejahtera diiringi limpah kasihi Ilahi.

Di mana jua kalian berada, sentiasa ibu doakan agar sentiasa beroleh taufiq dan hidayah Allah. Sentiasa terdorong melaksanakan kebaikan, juga terhindar dari melakukan sebarang keburukan.

Ibu sangat merindui dan mengasihi kalian dengan kasih sayang Islam; supaya dengannya kita akan dikumpulkan kembali di yaumil akhir nanti. Di sana nanti tiada lagi naungan selain naunganNya. Ini berdasarkan maksud sabda Rasulullah s.a.w;

“Pada hari kiamat Allah akan berfirman: Di manakah orang-orang yang saling mencintai kerana keagunganKu? Hari ini Aku akan melindungi mereka, sebab hari ini tidak ada perlindungan selain daripada perlindunganKu.” (HR Muslim)

Puteri-puteriku yang sentiasa gigih di jalan kebenaran…,
Dengan izin dan perkenan Allah jua kita masih dipertemukan di dalam siri peringatan; bekalan sepanjang hayat . Moga dengannya kita mampu menghimpun bekalan-bekalan yang akan menyelamatkan kita dari sebarang rupa keburukan yang kita khuatiri. Lebih utama yang kita harapkan, bekalan yang dikumpul akan meyampaikan kita kepada segala bentuk kebaikan.

Di pertemuan kali ini kita akan dihidangkan dengan bekalan yang mempengaruhi sebahagian besar masa harian kita;

Bekalan ke-3: Sahabat Yang Baik Penyelamat Bencana

Ketahuilah Puteri-puteriku,
Setiap diri muslim melalui perjalanan hidup yang berbagai ragam. Tidak berada di dalam suasana yang sama warnanya sepanjang masa. Ada kalanya kita mudah melakukan kebaikan. Ada kalanya kita ditimpa bencana hasutan syaitan dan perdayaan nafsu hingga menyeleweng dari keredhaan Allah. Oleh itu perkara yang berpengaruh kuat dan mampu menarik kita kembali ke jalan kebenaran adalah keteguhan persahabatan di jalan Allah. Disebabkan kekuatan luarbiasa terkandung di dalam persaudaraan Islam, maka perkara pertama yang Ar-Rasul Muhammad s.a.w laksanakan sewaktu berhijrah ke Madinah ialah mempersaudarakan golongan Muhajirin dan Ansar. Kekuatan yang dimaksudkan adalah anugerah Allah kepada setiap diri muslim yang merasai mereka telah diikat dengan keimanan. Allah s.w.t berfirman dalam surah Al-Anfaal ayat 63 bermaksud;

“Dan yang mempersatukan hati mereka(orang-orang yang beriman). Walaupun kamu membelanjakan semua kekayaan yang berada di bumi, nescaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah telah mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Puteri-puteri Islam yang bertaqwa,
Kekuatan persaudaraan Islam yang begitu rupa akan mampu memperingatkan kalian sewaktu lemah dan leka. Seandainya kalian ditinggal bersendirian terkapai-kapai tanpa sahabat yang baik, kalian terdedah kepada kehancuran dan kebinasaan. Pada hakikatnya serigala akan menerkam kambing yang terpisah dari kumpulannya. Sudah tentu sahabat yang soleh (baik) tidak akan membiarkan kita bersendirian. Dia akan sentiasa mengingatkan kita kepada kebaikan.

Seperkara lagi yang perlu diingat; setiap diri manusia merupakan cermin sahabatnya. Sekiranya sahabat yang kita pilih itu berakhlak mulia, maka kesannya kepada diri kita juga adalah kebaikan belaka. Sebaliknya andainya sahabat yang kita pilih itu berakhlak buruk, maka kita akan terdorong melakukan dosa dan kemungkaran. Ini bertepatan dengan maksud sabda Rasulullah s.a.w;

“Sesungguhnya sahabat yang soleh itu umpama penjual minyak wangi. Jika kita tidak membeli darinya, tetap kita akan menghidu bau wangi darinya. Sedangkan sahabat yang jahat pula, umpama tukang besi. Walaupun tidak terkena percikan api, tetap kita merasai bahang panas dan terhidu bau busuk darinya”.

Dari itu sewajarnya kita perlu menentukan pilihan yang terbaik dalam bersahabat berdasarkan ketinggian iman dan taqwa.

Puteri-puteri Islam sejati!
Renungi secebis kisah dari sirah para sahabat Rasulullah; semoga dengannya terlihat jelas fungsi sahabat yang baik.

Umar bin Al-Khattab mempunyai sahabat yang rapat dengannya bernama ‘Iyash bin Abi Rabi’ah. ‘Iyash memeluk Islam ketika waktu yang hampir dengan perintah berhijrah ke Madinah. Oleh itu imannya masih tipis ketika itu. Bagaimanapun ‘Iyash cuba menyertai hijrah bersama-sama Umar Al-Khattab.

Di pertengahan jalan ibunya menghantar utusan untuk memujuknya pulang dengan ancaman ibunya akan terus-terusan berjemur di tengah panas tanpa beralih ataupun mandi. Hal itu membuat ‘Iyash khuatir dan hatinya berbelah bagi, bimbangkan keselamatan ibunya. Umar cuba memujuknya; “Usahlah terlalu khuatir akan ibumu. Selepas dua hari berjemur, badannya akan kotor dan dia pasti rimas . Tentunya dia akan mandi. Jika dia berjemur seharian di bawah mentari, pasti esok dia akan berteduh”.
Disebabkan iman di hatinya masih lemah, dia berkeras juga ingin pulang menemui ibunya. Umar hanya mampu memperingatkannya; “Wahai ‘Iyash, jika engkau pulang, pasti ditimpa bala’ dan cobaan”.

Namun sahabat yang baik tidak tergamak membiarkan sahabatnya ditimpa kesusahan. Umar telah melakukan sesuatu yang dapat mengingatkan ‘Iyash walau dia tidak berada bersamanya. Disebabkan ‘Iyash tidak mempunyai unta, diberikanya untanya kepada ‘Iyash; “Ambillah untaku ini. Semoga dengannya kau akan mengingatiku dan kembali bersama-samaku”. Sebaik-baik ‘Iyash pulang kepada keluarganya, dia telah dipukul dan disiksa. Hampir saja dia berjaya dipujuk meninggalkan Islam. Terlihat saja dia kepada unta Umar, ‘Iyash ingat kembali kepada iman dan Islam. Di situlah kekuatan erti persahabatan yang terjalin. Sahabat yang baik mampu menyelamatkannya dari bencana kufur.

Puteri-puteriku yang diharapkan membawa kebaikan kepada insan lain;
Bilamana kalian telah berjaya beroleh sahabat sejati berteraskan iman dan taqwa, perlulah diberi perhatian terhadap langkah-langkah yang menyuburkan ikatan ukhwah tersebut;

* mengasihi saudara seIslam semata-mata kerana Allah
* mengucapkan salam bila bertemu
* sentiasa menziarahi terutama ketika sakit
* sentiasa saling mendoakan
* menolong ketika kesempitan
* memenuhi jemputan
* memberi ucapan tahniah dan takziah
* saling memberi hadiah
* tidak memutuskan silaturrahim dan memulaukan
* bertolak ansur dan saling memaafkan
* bermanis muka semasa bertemu
* sentiasa jujur dan ikhlas inginkan kebaikan sesama saudara seIslam.

Puteri-puteri Islam Sejati!
Pada hakikatnya, persahabatan yang baik memerlukan perhatian dari kita untuk mengawalnya dari dirosakan oleh gejala-gejala liar sepetimana maksud sabda Rasulullah;

“Janganlah kamu saling putus-memutus hubungan, janganlah kamu saling berpaling tadah, janganlah kamu saling benci-membenci, janganlah kamu saling berhasad dengki. Dan jadilah kamu hamba-hamba Allah yang bersaudara. Dan tidaklah halal bagi seorang muslim berpaling dari saudaranya lebih dari tiga hari”. (HR Bukhari dan Muslim)

Wassalam.

Ummu Anas.
Ibu yang sentiasa mendokan ketaqwaan kalian.

Sunday, November 09, 2008

Harap Pada Yang Satu


Ya Allah!

“Semua yang ada di langit dan di bumi selalu meminta pada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (QS. Ar-Rahman: 29)

Ketika laut bergemuruh, ombak menggunung, dan angin bertiup kencang menerjang, semua penumpang kapal akan panik dan menyeru: "Ya Allah!"

Ketika seseorang tersesat di tengah gurun pasir, kenderaan menyimpang jauh dari jalurnya, dan para kafilah bingung menentukan arah perjalanannya, mereka akan menyeru: "Ya Allah!"

Ketika musibah menimpa, bencana melanda, dan tragedi terjadi, mereka yang tertimpa akan selalu berseru: "Ya Allah!"

Ketika pintu-pintu permintaan telah tertutup, dan tabir-tabir permohonan ditolak, orang-orang mendesah: "Ya Allah!"

Ketika semua cara tak mampu menyelesaikan, setiap jalan terasa menyempit, harapan terputus, dan semua jalan pintas membuntu, mereka pun menyeru: "Ya Allah!"


Ketika bumi terasa menyempit dikeranakan himpitan persoalan hidup, dan jiwa serasa tertekan oleh beban berat kehidupan yang harus anda pikul, menyerulah:"Ya Allah!"


Kuingat Engkau saat alam begitu gelap gulita, dan wajah zaman berlumuran debu hitam
Kusebut nama-Mu dengan lantang di saat fajar menjelang, dan fajar pun merekah seraya menebar senyuman indah


Setiap ucapan baik, doa yang tulus, rintihan yang jujur, air mata yang menitis penuh keikhlasan, dan semua keluhan yang menggundahgulanakan hati adalah hanya pantas ditujukan ke hadirat-Nya.


Setiap dini hari menjelang, tengadahkan kedua telapak tangan, julurkan lengan penuh harap, dan arahkan terus tatapan matamu ke arah- Nya untuk memohon pertolongan! Ketika lidah bergerak, tak lain hanya untuk menyebut, mengingat dan berdzikir dengan nama-Nya. Dengan begitu, hati akan tenang, jiwa akan damai, syaraf tak lagi menegang, dan iman kembali berkobar-kobar. Demikianlah, dengan selalu menyebut nama-Nya, keyakinan akan semakin kukuh. Kerana...:


”Allah Maha Lembut terhadap hamba-hamba-Nya”
(QS. Asy-Syura: 19)

Oleh:
Al Qarni

Mengenal Allah - Keseriusan Kita Di Tahap Mana?

Sesungguhnya kemuliaan dan ketinggian darjat manusia yang membezakannya dari seluruh manusia adalah terletak pada kesediaannya untuk mengenal Allah S.W.T. dengan hatinya dan membukti pengakuan hatinya ini dengan amal perbuatannya.

Ia beriman dengan Asma’ Allah al-Husna (Nama-Nama Allah Yang Baik) dan dengan melakukan segala yang diperintahkan oleh Allah S.W.T. serta meninggal segala larangan-Nya.

Ma’rifatullah merupakan hiasan kesempurnaan dan kebanggaan manusia semasa di dunia dan bekalan untuk di hari akhirat kelak. Tanpa mengenali Allah S.W.T. dan beriman kepada-Nya manusia akan kelitan terhina dan tidak sempurna sifat kemanusiaannya. Di akhirat kelak mereka akan memperolehi azab yang menghinakan.

Realiti sekarang kebanyakan manusia mendakwa telah mengenal Allah S.W.T. dan menghafal Nama-Nama-Nya. Tetapi dalam kehidupan mereka, dalam tindakan pemikiran mereka, memperlihatkan sebaliknya. Walaupun mereka menyatakan Allah S.W.T. itu Malik al-Mulk (Raja Segala Raja), tetapi kita melihat orang-orang ini menyerahkan diri mereka untuk dipimpin, diperintah oleh nilai dan hukum Taghut. Mereka mengatakan bahawa Allah S.W.T. itu Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya (Allah Basir Bi al-’Ibad) tetapi dalam tindakan mereka tidak segan silu untuk malakukan ma’siat terhadap Allah S.W.T.. Firman Allah S.W.T. yang bermaksud:

“Mereka tidak mengenal Allah dengan sebenar-benarnya. Sesungguhnya Allah itu Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Surah al-Hajj: ayat 74).

Sekiranya kita perhatikan realiti hidup para sahabat Rasulullah S.A.W., generasi Islam yang pertama, kita lihat hakikat Ma’rifatullah ini benar-benar menguasai hati dan tindakan mereka. Hati mereka benar-benar dikawal dan dipimpin oleh Ma’rifatullah.

Pernah Amir al-Mu’minin, ‘Umar al-Khattab bertemu dan bertanya pada seorang budak pengembala kambing: “Kambing-kambing siapakah ini?” Jawab budak tersebut: “Kambing-kambing ini milik tuan saya.” Tanya ‘Umar: “Boleh saya membeli beberapa ekor dari kambing-kambing ini?” Jawab budak pengembala tersebut: “Kambing ini bukan saya yang punya, maka saya tidak berhak untuk menjualnya.” Kata ‘Umar: “Bukankah kambing-kambing ini banyak, sekiranya kamu jual seekor kepadaku, tuanmu tidak akan tahu kehilangan seekor itu, lagi pun tuanmu tiada di sini.” Jawab budak tersebut: “Kalau begitu di mana Allah?”. (Maksudnya bukankah Allah S.W.T. itu melihat segala kerja-kerja hambanya? Apakah kita tidak takut melanggar perintah-perintah-Nya?). Mendengar kata-kata budak itu, Amir Mu’minin menangis. Ia menangis melihat betapa hidupnya Iman budak itu. Betapa hati dan pemikiran budak pengembala itu dikawal dan dipimpin oleh Ma’rifah Asma’ Allah S.W.T., iaitu mengenal dan menyedari sifat-sifat Allah S.W.T..

Begitu juga kita perhatikan pergantungan mereka kepada Allah S.W.T.. Kita lihat bagaimana Abu Bakar as-Siddiq, seorang yang dididik di Madrasah Rasulullah S.A.W., yang dididik dengan wahyu-wahyu Allah S.W.T. dan keimanan penuh kepada-Nya. Ketika turun perintah-perintah Allah S.W.T., yang mengarahkan Rasulullah S.A.W. dan para sahabatnya bersedia untuk menghadapi tentera Rom di Tabuk, sahabat-sahabat Rasulullah S.A.W. mula mengeluarkan harta benda mereka untuk bekalan jihad di jalan Allah S.W.T.. ‘Umar menderma separuh dari harta kekayaannya. Manakala Othman telah membekali sepertiga kelengkapan peperangan untuk tentera-tentera Muslimin. Tetapi Abu Bakr telah mendermakan semua harta benda dan kekayaan yang ada padanya. Dan apabila ditanya pada beliau: “Apa lagi yang tinggal pada diri dan keluarganya?” Beliau menjawab: “Aku tinggalkan Allah dan Rasul untuk diri mereka.”. Inilah contoh yang benar-benar memeperlihatkan hakikat hati seseorang mu’min yang bergantung kepada Allah S.W.T.. Hati yang benar-benar yakin dan sedar tentang sifat kekuasaan Allah S.W.T..