I. Pendahuluan
Memahami manusia melalui akal manusia saja akan menyebabkan kesesatan. Hal ini disebabkan kerana manusia mempunyai pelbagai keterbatasan dalam memahami dan mengenal dirinya dengan benar. Selain itu, sifat sombong dan merasa dirinya hebat adalah sifat manusia yang menghalanginya untuk mencapai kebenaran hakiki. Kesalahan yang terjadi pada berbagai teori tentang manusia tidak diakui oleh para pencetusnya. Bahkan sebagian besar pengikutnya tetap mendukung teori yang salah itu dengan menjadikannya sebagai landasan kehidupan, rujukan dan model gaya hidup manusia untuk saat ini. Hal ini mengakibatkan munculnya kerosakan dimana-mana.
Manusia adalah makhluk Allah yang terdiri dari ruh dan tanah yang dilengkapi dengan potensi hati, akal dan jasad. Potensi manusia memiliki kelebihan dan keutamaan dibanding makhluk lainnya. Dengan hati manusia berniat, dengan akal manusia berilmu dan dengan jasad manusia beramal. Kelebihan dan kemuliaan manusia ini disediakan untuk menjalankan amanah beribadah dan menjalankan fungsi khalifah di muka bumi. Peranan dan tugas yang dilakukan ini akan mendapatkan balasan yang sesuai.
Setelah mengenal Allah sebagai pencipta manusia, maka untuk memantapkan keyakinan kepada Allah diperlukan pengenalan kepada manusia.
II. Proses Penciptaan Manusia
Hal-hal yang diperlukan dalam proses penciptaan manusia adalah sebagai berikut:
1. Manusia diciptakan oleh Allah dengan proses yang sangat menakjubkan. QS. Al Mu’minuun (23) :12-14
2. Selama hidupnya manusia mengalami beberapa masa. QS. Al Hajj (22) : 5
3. Kemuliaan yang Allah berikan kepada manusia:
a. Diangkat sebagai khalifah di muka bumi. QS. Al Baqarah (2) : 30-32
b. Diberikan bentuk yang terbaik. QS. At Tiin (95) : 4, QS. At Taghaabun (64): 3
c. Dilengkapi dengan perangkat yang menunjang. QS. As Sajdah (32) : 8-9, QS. Al Israa (17) : 70
d. Diberikan kekuasaan untuk menundukkan alam. QS. Al Jaatsiyah (45) : 12-13, QS. Luqman (31) : 20
III. Potensi Manusia
Manusia sebagai khalifah dapat menggunakan potensinya untuk memelihara alam. Khalifah adalah yang diamanahkan untuk membangun dan memelihara alam, bukan sebagai pemilik segalanya. Khalifah harus menjalankan tugasnya sesuai dengan apa yang Allah kehendaki, bukan membuat jalan sendiri dan tidak menentang peraturan-peraturan yang telah diperintahkan.
Potensi yang dimiliki manusia adalah sebagai berikut:
1. At Thoqoh (potensi)
Allah SWT memberikan kelebihan dan keutamaan kepada manusia dengan pendengaran (As Sam’u), penglihatan ( Al Bashor) dan hati (Al Fu’ad), QS. Al Mulk (67) : 23
Potensi ini terkadang tidak disyukuri manusia. Bahkan ia sering menggunakan matanya untuk melihat yang haram, serta hati yang digunakan untuk membenci, dendam dan berprasangka buruk kepada orang lain. Pernahkah kita membayangkan seandainya kita tidak dapat melihat atau mendengar, hal ini tentu akan menyusahkan kita.
Penglihatan, pendengaran dan hati diberikan oleh Allah SWT untuk mendidik manusia memahami apa yang Allah perintahkan dan membawanya ke syurga. Jika tidak digunakan potensi yang telah Allah berikan, maka mereka itu seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka menjadi orang-orang yang lalai. Bahkan Allah telah jadikan neraka jahanam untuk kebanyakan dari jin dan manusia, kerana mereka tidak memanfaatkan potensi yang telah dianugerahkan Allah untuk hal-hal yang diperintahkan-Nya. Sehingga patutlah kita bersyukur kepada Allah dengan nikmat-nikmat yang diberikan-Nya. (QS. Al A’raaf (7) : 179)
2. Al Mas’uliyah (kepemimpinan)
Manusia dengan kelebihan dan potensi yang diterimanya perlu bertanggung jawab dan menyedari tugas serta peranannya. Tugas tersebut adalah beribadah kepada Allah SWT. Namun demikian, tidak semua manusia bersedia menerima tugas ini. Sebagian ada yang menerima dan sebagian lagi menolaknya. (QS. Al Baqarah (2) : 21, QS. Adz Dzaariyaat (51) : 56)
3. Al Amanah (Amanah)
Manusia telah ditawarkan oleh Allah sebuah amanat untuk menjadi khalifah, yang kemudian diterima oleh manusia untuk memikul amanat tersebut.
Langit, bumi dan gunung-gunung menolak amanat tersebut, tetapi manusia menerimanya. Amanat merupakan beban dan sekaligus suatu tanggung jawab bagi yang menerima amanat. Amanat yang diterima oleh manusia adalah amanat kekhalifahan. (QS. Al Ahzab (33) : 72, QS. An Nuur (24): 55, QS. Al Fath (48) : 29)
IV. Bekal Hidup Manusia
Allah memberikan tiga bekal hidup manusia, iaitu:
1. Potensi Jasmani
Allah menciptakan jasad yang memerlukan makanan dan minuman, agar jasad tersebut tumbuh dan berkembang sebagaimana ia juga memerlukan pakaian dan tempat tinggal. (QS. Al Mulk (67) : 15, QS. Ibrahim (14) ; 32-34, QS. Al Jaatsiyah (45) : 13).
2. Potensi Akal
Allah menciptakan akal yang memerlukan ilmu pengetahuan dan teknologi agar manusia dapat memahami/memenuhi keperluan hidupnya dan melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan memakmurkan bumi (sebagai khalifah). (QS. Al Baqarah (2) : 31, QS. An Naml (16) : 78, QS. Al Israa (17): 12, QS. Al ‘Alaq (96):1-5)
3. Potensi Ruh
Allah menciptakan manusia yang memerlukan petunjuk dan hidayah agar kehidupan manusia menjadi lurus di dunia dan di akhirat. (QS. An Nahl (16) : 36)
Wednesday, October 29, 2008
Thursday, October 23, 2008
Dunia dan Bahaya-Bahaya Mencintai Dunia
Marilah sama-sama kita teliti dan kita renung tentang apa yang pernah diperkatakan oleh ulama’-ulama’ yang muktabar. Penulis mengambil hasil kupasan 3 orang ulama’ Islam iaitu Ibnu Rejab bin Hanbal, Ibnu Al-Qayyum dan juga Imam Al-Ghazali. Hasil penulisan mereka ini insyaAllah kita cuba fahami dan ambil pengajaran mudah-mudahan dengan itu akan menambahkan lagi kefahaman kita dan bertambah lagilah rasa mas’uliah, rasa tanggungjawab terhadap Allah SWT untuk kita membawa Islam ini dalam kehidupan kita, kehidupan keluarga kita dan kehidupan jamaah umat sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah SWT. Tajuk kita pada kali ini ialah “AD-DUNYA WA ABRAR WA HUBBIDDUNYA” yang maksudnya ialah dunia dan bahaya-bahaya mencintai dunia.
Dunia dan bahaya-bahaya mencintai dunia mengikut penjelasannya di sini, bahawa celaan terhadap dunia bukanlah dirujukkan kepada tempat dunia ini seperti bumi dan apa yang ada di atas muka bumi ini yang terdiri daripada bukit-bukau, lautan, sungai dan logam-logam yang ada di bumi ini serta lain-lain lagi. Semua benda-benda ini adalah dikira sebagai nikmat Allah SWT terhadap hambaNya yang ma semua itu adalah “manasiq” ataupun manafaat, berfaedah dan boleh diambil iktibar serta menjadi bukti terhadap keesaan. kekuasaan dan keagungan Allah SWT.
Yang dimaksudkan dunia yang dicela itu bukanlah dunia ini, bukan tempat itu, bukan juga benda-benda tetapi yang tercela sebenarnya adalah dirujukkan pada perbuatan-perbuatan manusia
-1-
kerana kebiasaannya perbuatan-perbuatan yang dilakukan itu dilakukan dalam bentuk tidak mendapat pujian dari Allah SWT. Biasanya perbuatan-perbuatan manusia itu adalah perbuatan yang dicela, perbuatan yang tidak diridahi oleh Allah SWT. Inilah apa yang dirujuk sebgai dunia yang dicela sepertimana yang disebut oleh Allah SWT di dalam firmanNya ayat 20 surah Al-Hadid yang bermaksud;
Ketahuilah bahawa kehidupan dunia itu hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah
antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya
harta dan keturunan..............
Kehidupan dunia ini sesungguhnya hanyalah permaianan, suatu yang boleh melalaikan, penuh perhiasan, penuh bermegah-megah dikalangan manusia, berbangga tentang banyaknya harta dan keturunan. Semuanya berlaku dalam tindakan-tindakan manusia , berlaku ekoran daripada perbuatan manusia. Jadi kalau hal ini tidak dijaga, perbuatan manusia itu boleh membawa kepada perbuatan-perbuatan yang tercela. Itulah yang dimaksudkan dengan dunia yang tercela tadi, yakni dirujukkan kepada apa yang dilakukan oleh manusia, perbuatan dan tindakan dan bukannya dirujukkan kepada tempat, bukan dirujukkan kepada bukit-bukau dan segala nikmat yang dikurniakan oleh Allah SWT itu.
Dijelaskan lagi dalam ayat 7 dan 8 Surah Yunus yang bermaksud ;
Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya
akan) pertemuan dengan Kami dan merasa puas dengan kehidupan
serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang
melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah di neraka
disebabkan apa yang telah mereka lakukan.
Jadi inilah jemis pertama dikalangan manusia yang dijelaskan oleh Allah SWT iaitu orang-orang yang engkar. Maknanya mereka itu mengengkari hari kiamat, mengengkari pertemuan dengan Allah SWT dan mereka tidak percaya bahawa pada suatu hari kelak mereka akan bertemu dengan Allah SWT. Jadi orang seperti ini tidak ada kepercayaan terhadap hari kiamat dan mereka merupakan golongan orang yang tidak beriman dengan Allah SWT. Golongan ini wujud dikalangan manusia, dikalangan zuriat-zuriat Nabi Adam Alaihissalam. Hal ini disebut oleh Allah SWT di dalam ayat 12 Surah Muhammad yang bermaksud;
Dan orang-orang kafir itu bersenang-senang (didunia)
dan mereka makan seperti makannya binatang-binatang.
Dan neraka adalah tempat tinggal mereka.
Inilah kedudukan yang perlu kita ambil perhatian yakni jenis orang-orang yang kufur, jenis orang-orang yang tidak beriman dengan Allah SWT.Itu jenis ataupun golongan manusia yang pertama.
-2-
Jenis ataupun golongan yang kedua ialah golongan manusia yang beriman kepada Allah SWT, mereka percaya bahawa suatu hari kelak manusia semua akan dibangkitkan kembali dan mereka percaya akan adanya kehidupan akhirat. Dikalangan manusia yang beriman ini pula ada tiga golongan lagi.
1 - Adzalimullinafsih - mereka yang menzalimi diri sendiri.
2 - Al-Muhtasim.
3 - As-Sabiqum bil khairat biiznillah.
Golongan yang pertama, ADDZALIMULLINAFSIH yakni mereka yang menzalimi diri sendiri merupakan golongan yang terbanyak dikalangan mereka-mereka yang mengaku beriman dengan Allah SWT. Kebanyakan mereka ini seiring (cenderong) dengan hiasan-hiasan dunia atau bunga-bunga hidup. Mereka mudah terpesona dengan bunga-bunga hidup dan mereka mengambil hiasan dan anugerah Allah SWT kepada mereka dengan cara yang tidak betul. Mereka ambil dan mereka gunakan pula dengan cara yang tidak betul. Mereka jadikan dunia ini apa yang sebesar0besarnya dikejar. Walaupun mereka itu mengaku beriman tetapi di dalam kehidupan mereka, tindakan, perbuatan dan amalan mereka menampakkan apa yang mereka kejar adalah dunia semata-mata. Dengan dunia itu mereka redha, mereka memberi wala’, ketaatan kepada dunia berdasarkan nilai-nilai duniawi bahkan mereka bermusuh pun kerana dunia. Maknanya semua nya ditumpukan pada dunia.Nak redha pun kerana harta-benda dunia dan nak marah pu kerana harta benda dunia, nak beri wala’/kepatuhan pun kerana matabenda dunia, nak bermusuhpun kerana rebut dunia. Orang yang seperti inilah yang dikatakan “ahlul laib” ahli mainan, ahlizinnah, pencinta mainan dan perhiasa. Walaupun mereka itu beriman dengan hari kiamat, dengan keimanan secara umum(mujmalan), tahu hari kiamat ada tetapi tak mengetahui matlamat hidup.
Golongan kedua dikalangan orang mukmin disebut MUHTASIM yakni mereka yang mengambil dunia dengan cara yang betul, dengan cara yang diharuskan oleh syara’ dan dengan cara yang dibenarkan oleh Allah SWT. Golongan ini menggunakan dunia dengan cara yang betul, yang halal mereka ambil dan yang haram mereka tinggalkan. Mereka melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah SWT dan meninggalkan apa yang dotegah dan diharamkan oleh Allah SWT. Nikmat dunia yang mereka perolehi mereka gunakan mengikut apa yang diharuskan oleh Allah SWT. Mereka ambil dan mereka menunaikan kewajipan dan yang lebih daripada itu maknanya nikmat yang lebih misalannya ada kelebihan lagi mereka kumpulkan untuk diri sendiri. Nikmat dan rezeki yang lebih dan halal itu mereka pergunakan untuk diri mereka sendiri. Mereka ini tidaklah dikenakan azab tetapi bolehjadi darjat mereka adalah kurang disisi Allah SWT.
Inilah apa yang pernah disebut oleh Saidina Omar Al-Khatab sebagai maksud,”Kalau aku tidak takut darjat ku kurang di dalam syurga kelak niscaya aku akan ikut kamu hidup di dalam kemewahan”.
-3-
Manakala golongan yang ketiga ialah apa yang disebut sebagai ASSABIQUN BILKHAIRAT BIIZNILLAH yakni golongan yang berlumba-lumba untuk membuat kebajikan. Golongan ini adalah merupakan golongan yang tertas sekali dikalangan orang-orang yang beriman. Mereka ini faham akan matlamat hidup mereka didunia dan mereka bekerja mengikut matlamat tersebut dan mereka inilah yang sedar bahawa Allah SWT tempatkan hamba-hambaNya didunia ini adalah untuk menguji siapakah yang lebih baik amalannya. Mereka juga cukup sedara bahawa hidup ini adalah penuh dengan ujian-ujian Allah SWT. Hal ini disebut oleh Allah SWT di dalam surah Al-Kahfi ayat yang ke 7, yang bermaksud;
Sesungguhnya Kami telah menjadikan apa yang ada dibumi
sebagai perhiasan baginya agar Kami menguji mereka
siapakah di antara mereka yang terbaik amalannya.
Inilah golongan yang berlumba-lumba kepada yang makruf. Dari sini dapatlah difahami bahawa dikalangan manusia ini terdapat dua golongan besar yakni golongan yang beriman dan golongan yang tidak beriman, manakala dikalangan mereka yang beriman itu pula terdapat tiga golongan iaitulah sebgaimana yang kita sebutkan sebelum ini.
Jadi yang paling tinggi kedudukan dikalangan mereka yang beriman itu ialah Sabiqun bil khairat, mereka ini yang tinggi darjatnya dan yang paling baik amalannya. Terbaik amalannya adalah kerana mereka itu melaksanakan amalan yang diredhai oleh Allah SWT. Golongan ini faham bahawa apa sahaja yang ada didunia ini adalah sebagai bahan ujian, Allah adakan semua itu adalah untuk nak menguji manusia, siapakah diantara mereka yang terbaik amalannya.
Mereka ini selain daripada melaksanakan apa yang diwajibkan oleh Allah SWT serta meninggalkan yang haram mereka juga melaksanakan perkara-perkara yang sunat serta meninggalkan yang dimakruhkan oleh Allah SWT. Mereka melakukan sesuatu yang digalakkan oleh Allah SWT walaupun tidak termasuk dalam kumpulan yang wajib dan mereka sentiasa berlumba-lumba melakukan perkara-perkara kebajikan. Golongan ini benar-benar memahami matlamat hidup dan tujuan mereka ditempatkan di bumi dan mereka sedar bahawa apa sahaja yang Allah jadikan dimukabumi ini adalah dalam rangka nak menguji manusia siapakah yang terbaik amalannya disisi Allah SWT. Kita semua sebenarnya akan balik kepada Allah SWT.
Hadis sahih riwayat Tarmizi daripada Hakim ibn Abdillah Abu Mas’ud, dijelaskan bahawa orang-orang yang disebut sebagai sabiqun bil khairat yang berlumba-lumba kepada kebaikan tadi, mereka ini mencukupi berada didunia ini sepertimana orang musafir yang mencari bekalan untuk meneruskan perjalanan yang jauh. Ini disebut juga dalam sebuah hadis Rasulullah SAW yang bermaksud;
Apalah yang ada pada saya dan pada dunia ini, saya didunia tidak
lebih dari seorang penunggang atau seorang musafir yang berjalan
-4-
kemudian berhenti sekejap berteduh di bawah sepohon pokok lantas
berangkat kembali pergi meninggalkan pokok itu.
Inilah satu bandingan mengenai hidup orang-orang yang disebut sebagai sabiqun bil khairat tadi. Jadi orang-orang yang faham tadi mereka merasai hakikat yang dijelaskan oleh Rasulullah SAW ini dan mereka mencari bekalan disepanjang perjalanan mereka. Bekalan itu adalah untuk mereka bawa di dalam musafir mereka. Demikianlah juga baginda Rasulullah SAW pernah berwasiat kepada Abdullah ibnu Umar, yang bermaksud;
Hendaklah engkau menganggap diri engkau hidup didunia
ini seperti orang dagang atau seorang musafir.
Dari sini fahamlah kita kalau orang dagang ini maknanya dia tidak akan kekal lama berada disatu-satu tempat, dia tentu akan balik ketempat asalnya. Jadi orang yang bermusafir dia hanya berhenti sekejap dan kemudian akan pergi. Itulah ibaratnya hidup kita didunia ini.
Dijelaskan lagi, apabila sesaorang itu dia mengqasadkan dalam dia memenuhi kehendak ataupun keinginan-keinginannya yang diharuskan oleh Allah SWT didunia ini. (Kita memang ada naluri-naluri/keinginan yang Allah hiaskan dalam diri kita, ada keinginan kepada harta, anak pinak dll.). Jadi syahwat ini ada keinginan-keinginan yang diharuskan, keinginan ini bila kita ikut jalan yang harus maka ia akan menjadi harus, ia dibolehkan mengikut jalan yang dibolehkan, kita boleh memenuhi nafsu syahwat tetapi hendaklah mengikut jalan yang dibolehkan oleh Allah SWT.
Orang-orang yang mengikuti keinginan syahwat yang diharuskan tadi apabila dia niat untuk bertaqwa kepada Allah SWT dan untuk mentaati Allah SWT dan dia memenuhi keinginan hawanafsu itu dalam rangka beribadat kepada Allah, untuk taat pada Allah SWT maka dia akan diberi pahala oleh allah SWT. Maknanya bila kita turuti keinginan hawanafsu kita dalam rangka ibadah dan untuk taat kepada Allah SWT maka kita akan beroleh pahala. Misalnya kita kahwin adalah kerana ikut sunnah dan untuk nak melaksanakan ketaatan kepada Allah, kita ambil perempuan itu dalam rangka untuk nak bertaqwa kepada Allah SWT maka hal itu memberikan pahala kepada kita dan ada ganjarannya disisi Allah SWT.
Kata Said bin Jubai, bukan hadis tetapi boleh kita ambil iktibar yang bermaksud; “Yang dikatakan keseronokan yang menipu ialah apa yang melalaikan engkau daripada menuntut hari kiamat/akhirat tetapi apa yang tidak melalaikan engkau daripada menuntut hari kiamat itu tidaklah dikatakan matabenda yang ghurur/menipu dan kita tidak tertipu dengannya”. Mata benda itu dapat membawa kita pada hari kiamat , ianya atau dunia ini hanyalah sebagai jambatan hari akhirat yang telah ditentukan oleh Allah SWT. Inilah yang dikatakan bila kita mengambil sesuatu itu dengan cara yang betul dan pergunakannya dengan cara yang betul maka hal itu tidaklah dinamakan yang dicela.
-5-
Dikalangan orang yang mengaku beriman bukan sekata, bukan setaraf, dia ada peringkat-peringkat keimanan. Sebab itu kita dari masa kesemasa dikehendaki mengasuh dan mendidik hati dan jiwa kita , menyemaikan dengan fikrah yang betul, fikrah yang jelas tasawwur Islamnya dan seterusnya mengasuh jiwa kita untuk rasa bertanggungjawab untuk melaksanakan tuntutan-tuntutan Allah SWT sehinggalah kita sentiasa merasa gemar sesuatu yang diperkenankan oleh Allah SWT dan merasa benci pada sesuatu yang dubenci oleh Allah SWT. Kita merasa suka dengan apa yang Allah suka dan kita benci apa yang Allah benci. Untuk nak sampai keperingkat begini bukanlah mudah, bukan boleh sampai serta-merta tetapi mesti terlebih dahulu melalui proses imaniah, yakni beriman kepada Allah SWT.
Dijelaskan lagi bahayan cinta dunia yakni, terlalu cinta dunialah yang boleh memakmurkan neraka dengan ahli-ahlinya. Ahli-ahli yang cinta dunia manakala sifat zahid (tak letak dunia dalam hati walaupun dunia itu berada dalam tangannya), ialah yang memakmurkan syurga dengan ahli-ahlinya. Inilah ganjaran-ganjaran dari Allah SWT.
Diperingatkan lagi bahawa orang-orang yang mabuk (cinta dunia) bahayanya adalah lebih besar daripada mereka yang mabuk minum khamar/arak. Mabuk cinta dunia ini berlaku dalam keadaan tidak sedar sedangkan hakikatnya tengah mabuk. Kita dapati orang yang mabuk khamar itu memang mabuk tetapi orang yang mabuk dunia, dalam hati dia kita tak nampak. Yang mabuk khamar ini nampak dia terhoyong-hayang tetapi yang mabuk cinta dunia, bila dia masuk keliang lahat barulah dia sedar yang dia dah mabuk cinta dunia. Inilah yang diperingatkan kepada kita tentang bahaya-bahaya cintakan dunia.
Sekurang-kurangnya, minima yang dikatakan cinta dunia itu ialah dia melekakan kita, dia melalikan dari mencintai Allah SWT. Inilah yang paling minima. Bila cinta dunia dia melalikan kita dari mengingati Allah SWT. Dan sesiapa yang dilalaikan oleh harta bendanya maka dia itu termasuk orang-orang yang rugi. Bila hati dah lalai maka syaitanlah yang akan mengambil tempat yang mana dia akan mengarah hati kita yang dah lalai itu mengikut kesukaannya. .
Ibnu Mas’ud r.a pernah berkata,”Sesaorang itu hidupnya didunia bagai seorang tetamu, harta bendanya adalah merupakan pinjaman, tetamu itu akan pergi dan brang pinjamannaya akan dipulangkan balik”. Jadi nikmat yang ada pada kita sebenarnya hanyalah pinjaman. Kita nak kena pulangkan balik kepada Allah SWT
dan cara kita memulangkan balik itu hendaklah dengan cara yang betul. Maknanya barang pinjaman yang hendak kita pulangkan balik itu mestilah dikembalikan dengan cara yang betul mengikut sebagaimana keadaan asalnya. Kita menunaikan yang wajib, yang sunat-sunat dan membelanjakan harta-benda kita mengikut jalan yang dikehendaki oleh Allah SWT itulah maknanya kita memulangkan balik apa yang kita telah pinjam daripada Allah SWT.
-6-
Cinta dunia dikatakan kepala kepada segala kesalahan, perosak deen, yang boleh merosakkan hidup kita sebagai orang yang beriman kepada Allah SWT dari beberapa segi.
1 - Cinta pada dunia itu membawa kepada mengangungkan dan membesarkannya sedangkan pada nilai Allah SWT ia adalah rendah. Adalah menjadi satu dosa yang besar manakala kita mengangungkan sesuatu yang dipandang rendah oleh Allah SWT.
2 - Allah SWT melaknati dunia kecuali digunakan dengan cara yang diredhai oleh Allah SWT. Sesiapa yang cinta pada sesuatu yang dilaknat oleh Allah SWT maka dia akan mendedahkan dirinya kepada fitnah. Dia juga mendedahkan dirinya pada celaan Allah SWT dan dia mendedahkan dirinya kepada kemurkaan Allah SWT. Dunia ini akan dilaknati dan kena laknat apa yang ada di dalamnya kecuali zikrullah dan apa yang membawa kepada mengingati Allah SWT. Sesiapa yang cinta kepada sesuatu yang dilaknat oleh Allah SWT, bermakna dia mendeddahkan dirinya untuk dilaknati oleh Allah SWT.
3 - Menjadikan dunia sebagai matlamatnya dan dia bertawassul dalam kerja-kerjanya pada dunia itu. Dia menggunakan amalannya itu untuk dia mencapai dunia sedangkan Allah jadikan amalan itu adalah sebagai wasilah/alat untuk mendapat keredhaan Allah SWT dan mencapai kebahagian di akhirat nanti. Jadi dua perkara, pertama dia jadikan wasilah sebagai ghoyah sementara yang kedua dia gunakan amalan-amalan menuju akhirat untuk mencapai dunia. Inilah satu kejahatan. Di dalam Surah Hud ayat 15 dan 16 Allah SWT berfirman , maksudnya ;
Barangsiapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya
niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka
di dunia dengan sempurna dan mereka didunia itu tidak akan
dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperolehi di akhirat
kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itunapa yang mereka
di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.
4 - Kecintaan kepada dunia akan menghalang di antara hamba dengan kerja-kerja yang boleh membawa faedah pada hari kiamat, sebab terlalu sibuk dengan dunia ini telah merosakkan deennya.
5 - Cinta dunia akan menjadi perkara yang akan menjadi tumpuan . Hadis riwayat Tarmizi dari Anas bin Malik r.a. yang bermaksud ;
Barangsiapa yang menjadikan akhirat sebagai matlamatnya , Allah akan
jadikan hatinya kaya, dan Allah akan satukan urusannya. Ketika itu
dunia akan atang kepadanya dan dunia akan tunduk kepadanya. Tetapi sesiapa yang menjadikan dunia itu sebagai tumpuannya (yakni
sebagai matlamatnya) Allah akan jadikan dia fakir ( tak puas, tak
tenang, tak lega dan bimbang) dan Allah akan pecah-pecahkan urusan hidupnya dan pada ketika itu dunia tidak datang kepadanya melainkan
apa yang diperuntukkan kepadanya.
Maksudnya di sini ialah apa yang dicarinya itulah yang dia dapat.
-7-
6 - Orang-orang yang cinta dunia akan menerima azab yang lebih, dia akan tersiksa didunia, bimbang dan sentiasa takut orang curi hak dia dan jiwanya sentiasa tersiksa. Dia akan rasa tersiksa sewaktu didunia lagi dan di alam barzah. Dia juga tersiksa ketika bertemu Allah SWT. Firman Allah SWT dalam Surah At-Taubah ayat 55
yang bermaksud ;
Maka janganlah harta-benda dan anak-anak mereka menarik
hatimu, Sesungguhnya Allah menghendaki dengan (memberi)
harta-benda dan anak-anak itu untuk menyiksa mereka
dalam kehidupan dunia dan kelak akan melayanglah nyawa
mereka sedang mereka di dalam keadaan kafir.
7 - Orang yang asyik pada dunia dan mementingkan dunia serta menolak akhirat, inilah makhluk yang pasif (bodoh) dan kurang akal. Kurang akal sebab dia beri keutamaan pada sesuatu yang kan hilang dengan menolak nikmat yang berkekalan. Dia menjual kehidupan yang abadi dan kekal dengan mengambil/membayar untuk dapat mimpi. Inilah orang-orang yang cintakan dunia. Dia sanggup menukar akhiratnya dengan dunia. Sebaliknya orang yang pintar dia tidak akan tertipu dengan dunia ini.
Inilah peringatan-peringatan yang dikemukakan kepada kita agar kita dapat mendidik dan mengasuh diri kita. Dia bukanlah sebagai bahan untuk difikirkan begitu sahaja tetapi hendaklah menjadi sifat-sifat yang boleh dilahirkan dalam kehidupan di duniaWabillahi taufik wal hidayah, wasssalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Penyampai: Ustaz Omar Hj Salleh.
15 Maksiat
عَنْ عَلِيّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا فَعَلَتْ أُمَّتِي خَمْسَ عَشَرَةَ خَصْلَةً حَلَّ بِهَا الْبَلَاءُ, قِيْلَ وَمَا هِيَ يَارَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ : اِذَا كَانَ اْلمَغْنَمُ دُوَلًا وَاْلَأمَانَةُ مَغْنَماً وَالزَّكَاةُ مَغْرَمًا وَأَطَاعَ الرَّجُلُ زَوْجَتَهُ وَعَّقَ أُمَّهُ وَبَّرَ صَدِيْقَةُ وَجَفَا أَبَاهُ وَاْرتَفَعَتِ اْلأَصَواتُ فِي اْلمَسَاجِدِ وَكَانَ زَعِيْمُ الْقَوْمِ أَرْذَلَهُمْ وَأُكْرِمَ الرَّجُلُ مَخَافَةَ شَّرِهِ وَشُرِبَتِ الْحُمُوْرُ وَلبُِسَ الْحَرِيْرُ وَاتُّخِذَتِ اْلقِياَنُ وَالمَعَازِفُ وَلَعَنَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَةِ أَوَّلهَاَ فَلْيَرْتَقِبُوْا عِنْدَ ذَلِكَ زِبْحًا حمَرْاَءَ اَوْ خَسْفًا اَوْ مَسْخًا. ( رواه الترمذي )
Maksud :
Daripada Ali bin Abi Talib Radhiyallahu 'anhu Rasulullah Sallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “ Apabila umatku telah melakukan lima belas perkara, maka bala pasti akan turun kepada mereka iaitu : Apabila harta negara hanya beredar pada orang–orang yang tertentu sahaja, apabila amanah dijadikan suatu sumber keuntungan, zakat dijadikan hutang, suami memperturutkan kehendak isteri, anak derhaka terhadap ibunya, sedangkan dia berbaik-baik dengan kawannya dan dia suka menjauhkan diri daripada ayahnya, suara sudah ditinggikan di dalam masjid, yang menjadi ketua satu kaum adalah orang yang terhina di antara mereka, seseorang dimuliakan kerana ditakuti kejahatannya, khamar ( arak ) sudah diminum di merata tempat, kain sutera banyak dipakai oleh kaum lelaki, para artis disanjung-sanjung, muzik banyak dimainkan dan generasi akhir umat ini melaknat ( menyalahkan ) generasi pertama ( sahabat ). Maka pada ketika itu, hendaklah mereka menanti angin merah atau gempa bumi atau pun mereka akan ditukar menjadi makhluk lain ( binatang ).
(Hadith riwayat Imam At-Turmuzi)
Kewajipan Merancang Perwarisan Harta Islam
Kewajipan Merancang Perwarisan Harta Islam
Nor Hartini Bt. Saari
Pegawai Penyelidik
Umat Islam sedia maklum bahawa harta adalah satu tuntutan fitrah manusia. Dengan harta, seseorang itu boleh hidup dengan hati senang, dan sudah tentu keluarga akan bahagia dan gembira. Di dalam Al Quran, surah Al Kahfi ayat 46, telah menjelaskan bahawa antara perhiasan manusia di dunia ialah keinginan kepada pasangan, lelaki atau perempuan, keinginan untuk beranak pinak, kenderaan, emas, perak, binatang ternakan, ladang dan sebagainya. Apa yang dinyatakan ini disebut sebagai harta. Sehubungan itu, dalam meneruskan kelangsungan hidup ini, perancangan perwarisan harta amat penting diberi penekanan. Namun, berapa ramaikah umat Islam hari ini yang menyedari betapa pentingnya perwarisan harta Islam ini?
Sedar atau tidak, dalam sistem perwarisan ini sudah wujud sejak 1400 tahun dahulu. Tetapi malangnya masih ramai lagi umat Islam sendiri yang tidak dapat memahaminya. Akibatnya harta yang sepatutnya menjadi punca kebahagian keluarga itu bertukar menjadi satu perbalahan, pertelingkahan dan pergaduhan dalam keluarga berkenaan. Jika dilihat kepada perangkaan yang dikeluarkan, berkaitan nilai hartanah Melayu, yang tidak dapat diselesaikan perwarisannya adalah dianggarkan sebanyak RM 38 billion. Manakala jumlah wang yang tidak dituntut (registrar of unclaimed money) ialah sebanyak RM1.8 billion dan jumlah yang tidak dituntut kerana tidak selesai perwarisannya terutama yang berada di bawah Caruman Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP), koperasi-koperasi, Lembaga Tabung Haji (LTH) dan Permodalan Nasional Berhad (PNB) adalah sebanyak RM 70 juta.
Mengapa keadaan ini masih berlaku, jika umat Islam hari ini dikatakan bijak dalam membuat perancangan membabitkan harta pusaka? Mungkinkah kejahilan waris itu sendiri mengenai aliran pengurusan harta pusaka atau kejahilan waris mengenai hukum harta pusaka dari segi agama, antara sebab utama kenapa harta pusaka masih tertunggak dengan nilai yang tinggi di Malaysia sehingga menjadi penghalang kepada kemajuan negara atau adakah disebabkan oleh birokrasi dan kelemahan sistem penyampaian dalam menguruskan dana-dana ini kepada pewaris?
Dalam menghadapi keadaan ini, perancangan adalah kunci utama dan teras kecemerlangan sama ada dalam urusan duniawi mahupun ukhrawi. Hakikat kewajipan merancang ini, sebenarnya telah dinyatakan menerusi firman Allah S.W.T, dalam surah Yusuf ayat 47-48, menjelaskan kepada kita bahawa bagaimana persediaan yang telah dilakukan oleh Nabi Yusuf, bagi menghadapi musibah pada masa akan datang yang melibatkan perancangan harta yang baik. Sebagai contoh, dalam melakukan perancangan ini institusi kekeluargaan terutamanya ibu bapa bolehlah mencarum kepada pelan-pelan Takaful seperti pendidikan dan siswa untuk persediaan pembiayaan pelajaran anak-anak pada masa hadapan.
Apa yang penting sebagai umat Islam, kita boleh menggunakan faham perancangan dan persediaan ini dalam kehidupan harian. Ini kerana, persediaan atau perancangan yang rapi dan teliti dapat mengelakkan diri daripada masalah yang bakal berlaku pada masa hadapan. Namun timbul persoalan di fikiran kebanyakan umat Islam hari ini, mengapa perlunya perancangan perwarisan harta ini? Tambahan pula, negara kita telah ada sistem faraid yang menentukan agihan pusaka. Jika dilihat faham seumpama ini wujud akibat tahap kesedaran dan pengetahuan umat Islam berkenaan perwarisan harta yang masih rendah.
Tidak dinafikan, pada zaman dahulu, terdapat sebilangan umat Islam yang membuat perancangan harta sebelum meninggal dunia, tetapi tidaklah secara rasmi dalam bentuk sebagaimana yang ada pada hari ini. Ketika itu mereka lebih banyak menyatakan hasrat hanya secara lisan. Walaupun menurut ulama-ulama zaman silam, perancangan sebegini dibenarkan dalam agama, namun ianya masih menimbulkan pertikaian sesudah kematian waris tersebut kerana tiada bukti untuk pengesahan.
Oleh itu, kewajipan kita sebagai umat Islam dalam membuat perancangan perlulah diterapkan dalam jiwa dan akal fikiran umat Islam hari ini. Adalah diakui, perancangan perwarisan lazimnya di pandang remeh oleh masyarakat. Ada juga beranggapan bahawa perancangn ini hanya sesuai bagi mereka yang berpendapatan lumayan, berharta dan bagi yang lanjut usianya. Mungkin disebabkan kurang kefahaman dan kesedaran ini menyebabkan terdapat banyak nilai hartanah orang Melayu di negara kita yang masih lagi tertunggak hingga kini.
Selain itu, tidak dinafikan bahawa, masih ramai umat Islam di negara kita masih belum memahami dan menghayati tentang perancangan perwarisan ini. Sebagai umat Islam kita sebenarnya harus mengetahui hukum-hukum dan hal-hal yang berhubung dengan perwarisan harta ini. Di samping itu, perlaksanann undang-undang dan sistem pentadbiran perwarisan yang sedia ada juga masih mempuyai ruang untuk diperkemas dan diperkasakan lagi. Sebagai contoh, mewujudkan sistem Pendaftar Wasiat Malaysia yang memudahkan orang ramai untuk mendaftarkan wasiat mereka. Dengan adanya sistem ini, maka pewaris boleh menentukan dengan pasti samada wasiat dibuat atau tidak. Oleh itu, dengan adanya kefahaman dan kesedaran di kalangan umat Islam, nescaya sedikit sebanyak ia dapat membantu merungkai permasalahan daripada terus berlaku pertelingkahan dan perselisihan faham antara ahli keluarga.
Apa yang perlu diberi perhatian juga, sebagai pekerja yang membuat caruman dalam KWSP, mereka berkewajipan membuat perancangan dalam menamakan pewaris. Kegiatan penamaan bukan sahaja melibatkan KWSP malah mereka yang mempunyai simpanan dalam Lembaga Tabung Haji (LTH), Permodalan Nasional Berhad (PNB) dan mana-mana koperasi yang dimasuki juga perlulah dilantik penama tersebut. Hal ini penting dari sudut pentadbiran harta, di mana perlantikan penama dapat memudahkan agihan pencarum itu nanti. Jika tidak dilantik, ia sukar untuk mengeluarkan caruman tersebut. Sebabnya apabila seseorang itu meninggal dunia hartanya akan dibekukan. Malah jika ini diabaikan ekonomi negara kita juga tidak dapat berkembang dengan lebih pesat kerana ia bersifat jumud.
Begitu juga dengan peranan yang dimainkan oleh pihak tertentu terutama, badan amanah sama ada kerajaan mahupun swasta. Tangunggjawab mereka dalam menerangkan kaedah membuat pewarisan ini sangat penting dalam memberikan penjelasan yang mendalam dan telus dalam hal ini. Sebagai pihak yang diamanahkan mereka perlulah menjelaskan kepada umat Islam peranan kepentingan merancang perwarisan dan perkhidmatan pengurusan harta pusaka yang dijalankan dan bukan sekadar menjelaskan kepada umat Islam bagaimana membuat wasiat yang murah sahaja.
Kesimpulannya, sebagai umat Islam kewajipan merancang perwarisan harta Islam haruslah dibuat dengan bijak dan teliti. Amalan yang dinamakan perancangan perwarisan harta ini bukan hanya sekadar mengumpul, mengurus dan melindungi harta semata-mata, sebaliknya harta dan kekayaan yang dimiliki harus dipastikan dapat diwarisi dengan sebaik-baiknya tanpa menimbulkan kesulitan kepada waris yang layak menerimanya. Justeru, sebagai umat Islam, persediaan merancang pewarisan harta ini perlulah dilakukan segera kerana ajal dan maut adalah ketentuan Ilahi. Apabila tiba masanya ia tidak akan dilewat ataupun dipercepatkan walaupun sesaat.
Tuesday, October 14, 2008
Positif Dalam Beramal
Assalamua'laikum wbt.
Penulis sering di tanyakan soalan oleh para peserta yang menghadiri ceramah penulis berkenaan perasaan lemah dan kurang bersemangat dalam beramal. Semoga tazkirah di bawah dapat membantu kepada yang bertanya dan tertanya-tanya di luar sana...
Amal suatu yang akan di nilai oleh Allah swt, bagaimana kita melihat dan mempunyai anggapan terhadap amal-amal yang kita lakukan, adakah kita mahu melakukan amal-amal itu kerana untuk mendapatkan pujian? Ingin untuk mendapatkan ganjaran atau ingin untuk mencari keredhaan Allah swt. Setiap matlamat akan memberikan tindakan yang berbeza di dalam melaksanakan tugas tersebut.
Pengorbanan yang dilaksanakan bergantung kepada perasaan dan tangganpan yang ada di dalam diri seseorang, bagaimana beliau melihat tugas dan tanggungjawab yang telah diberikan, samada kita berfikiran positif atau tidak, tugas-tugas tersebut tetap kita akan lakukan, cuma apabila kita berfikiran positif segala yang kita terima akan dilaksanakan dengan ceria dan penuh persediaan untuk memastikan ianya akan terlaksana dengan baik dan cemerlang. Sebaliknya jika kita berfikiran negatif, kita akan menerima tugas tersebut dengan perasan susah, tidak sepenuh hati dan akan melaksanakan tugas dengan rasa tidak ceria yang menyebabkan akhirnya tugas-tugas tersebut tidak dilaksanakan dengan sebaik mungkin dan berakhir dengan banyak kegagalan berbanding dengan kejayaan.
Bagi orang yang positif tidak semestinya sentiasa berjaya tetapi apabila melalui kegagalan ia sentiasa berfikir mungkin ada yang terbaik yang perlu dilakukan bagi mengatasi kegagalan tersebut, atau ia berfikir mungkin aku belum lagi melakukan yang terbaik, jika gagal juga ia tetap berusaha kerana kegagalan menyebabkan ia lebih matang dan mungkin ini suatu pengajaran bagi dirinya agar tidak melakukan kegagalan yang lebih besar di kemudian hari.
Oleh sebab itu kita tidak boleh lari dari berbaik sangka terhadap Allah swt kerana semua yang berlaku adalah di dalam ketentuan Allah swt dan Allah Maha Mengetahui mengapa perkara itu berlaku seperti yang kita lihat dan mesti ada yang terbaik yang perlu kita lakukan untuk memperbaiki segala kegagalan yang kita hadapi. Adalah lebih baik menyedari kesilapan yang berlaku daripada tidak menyedari yang kita telah melakukan kesilapan, adalah lebih baik bermula dari tidak bermula langsung, setiap langkah akan menyebabkan kita berada jauh di hadapan. Yang perlu kita lakukan adalah merasai kita mampu melakukan yang terbaik dan yang terbaik itu hanya akan dicapai apabila kita merasakan dan beranggapan yang kita boleh melaksanakan dengan izin Allah swt. Selamat menjalani kehidupan yang bermakna.
SEPULUH CIRI KEPERIBADIAN MUSLIM YANG SOLEH
Muslim yang salih adalah gelaran yang tinggi bagi seorang muslim. Untuk menjadi muslim yang salih, seseorang perlu menghayati Islam sepenuhnya.
Ciri-ciri berikut harus dimiliki agar seseorang muslim dapat menjadi muslim yang salih:
1. ( سليم العقيدة ) Aqidah yang sejahtera
Seorang muslim yang salih ialah muslim yang memiliki aqidah, keyakinan dan hubungan yang kuat dengan Allah Subhanahuwataala. Kekuatan tauhid yang dimilikinya membebaskannya daripada syirik. Dia meninggalkan ilah-ilah selain daripada Allah Subhanahuwataala, seperti harta, wanita, pangkat, kedudukan dan sembahan-sembahan yang lain. Dia juga membebaskan dirinya daripada tunduk kepada isme-isme dan budaya-budaya yang menyesatkan. Juga daripada tahayul, kurafat dan ramalan-ramalan dukun yang merosakkan ‘aqidah kepada Allah Subhanahuwataala. Keyakinannya hanya kepada Allah Subhanahuwataala kerana semua urusan berada di tangan Allah Subhanahuwataala.
Banyak ayat di dalam Al Qur’an Al Karim melarang keras semua bentuk syirik. Semua manusia diperintahkan agar hanya beribadah kepada Allah Subhanahuwataala serta meninggalkan ilah-ilah yang lain.
Seorang muslim yang salih akan memelihara perasaan takut kepada Allah Subhanahuwataala. Dia rasa selalu diawasi oleh Allah Subhanahuwataala berdasarkan firmanNya:
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.”
(Qaf : 16)
Firman-Nya:
“...Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada, dan Allah Maha Melihat terhadap apa yang kamu kerjakan.”
(Al Hadid : 4)
2. ( صالح العبادة ) Ibadah yang salih
Seorang muslim yang salih akan selalu berhati-hati dalam beribadah kepada Allah Subhanahuwataala. Niatnya ikhlas dan caranya betul mengikut syara’. Dia beribadah berdasarkan dalil-dalil yang sahih dan meninggalkan amalan bid’ah atau yang berbau bid’ah.
Niat yang ikhlas dan amalan yang menepati syari’at Islam akan mendatangkan manfa’at untuk dirinya dan persekitaran. Dia akan dikumpulkan bersama para nabi dan syuhada’ di akhirat kelak.
3. ( متين الخلق ) Akhlak yang mantap
Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam adalah orang yang paling sempurna akhlaknya. Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam adalah contoh tauladan kita. Seorang muslim wajib mencontohi akhlak Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam.
Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam mempunyai akhlak yang baik dan mantap terhadap kawan dan lawan. Beliau tidak sekali-kali bersikap zalim terhadap manusia.
Ibadah kita kepada Allah Subhanahuwataala mungkin akan sia-sia kiranya kita mempunyai akhlak yang buruk.
Justeru itu muslim yang salih, wajiblah baginya memiliki akhlak yang mulia.
4. ( قوي الجسم ) Tubuh badan yang kuat
Seorang muslim perlu memiliki tubuh badan yang kuat dan sihat kerana dia memikul tanggungjawab yang berat. Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam menggalakkan muslim melakukan senaman dan menjaga pemakanan yang seimbang, baik lagi halal. Muslim yang aktif dalam hidupnya, samada dalam urusan da’wah atau mencari nafkah hidup, memerlukan tubuh badan yang sihat agar semua kerjanya dapat berjalan lancar.
Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam ada menyatakan bahawa muslim yang kuat lebih utama dam lebih dicintai Allah Subhanahuwataala daripada muslim yang lemah.
5. (مثقف الفكر ) Pemikiran yang terdidik dan matang
Muslim yang salih haruslah memperhatikan perkembangan akalnya. Akal perlu diasah dengan pengisian ilmu. Sahabat-sahabat Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam, seperti Saidina Ali, Saidina Omar Al Khattab dan Sayyidah A’isyah adalah orang-orang yang memiliki ilmu yang tinggi.
Medan da’wah sangat memerlukan penguasaan terhadap berbagai-bagai disiplin ilmu. Musuh-musuh Islam telah menyusup ke pelbagai bidang kehidupan melalui disiplin-disiplin ilmu yang mereka kuasai. Untuk melawan mereka, maka kita juga perlu menguasai berbagai-bagai disiplin ilmu. Di zaman yang mencabar kini, dalam berbagai-bagai bidang kehidupan, ketinggian pemikiran atau intelektual semakin diperlukan.
Begitu juga, tabi’at minat membaca perlu dimiliki oleh muslim yang salih.
6. ( منظم فى شؤونه) Teratur dalam urusan atau kerja
Muslim yang salih harus berkerja secara teratur hingga melahirkan hasil kerja yang berkualiti. Di samping penghasilan kerjanya baik, niat yang ikhlas sangat dituntut.
Muslim yang menghayati sifat ihsan akan melakukan kerja yang terbaik. Pekerjaan yang dilakukan secara membabi-buta dan tidak teratur, akan mengakibatkan kekecewaan dan kerugian. Jika berlaku sedemikian, kepercayaan orang lain terhadapnya mungkin hilang.
Apatah lagi kerja yang berkaitan dengan da’wah Islamiyyah, maka ia perlu dilakukan dengan teratur. Kerja da’wah yang berkualiti mempunyai pengaruh yang besar untuk mengeluarkan hasil yang juga berkualiti.
7. Menguasai diri sendiri
Muslim yang salih mampu menguasai diri sendiri. Beliau dapat bersabar sewaktu ditimpa kesusahan dan bersyukur kepada Allah Subhanahuwataala sewaktu mendapat kegembiraan atau menerima nikmat daripada Allah Subhanahuwataala.
Beliau juga tenang sewaktu melaksanakan masuliyah da’wah yang mencabar, optimis dengan kejayaan da’wah dan pertolongan Allah Subhanahuwataala. Begitu juga, beliau takut hanya kepada Allah Subhanahuwataala dan mengharap hanya kepada Allah Subhanahuwataala.
8. ( حريس على وقته) Menjaga waktu dengan baik
Allah Subhanahuwataala telah mengingatkan kita betapa ruginya seseorang yang mensia-siakan waktunya. Akhirnya, dia akan menyesal dengan sesalan yang tidak berguna lagi.
Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam ada berpesan supaya kita jangan membuang masa atau melengah-lengahkan kerja. Sabda baginda:
“Jika engkau di waktu petang maka janganlah engkau menunggu pagi, dan jika engkau di waktu pagi maka janganlah menunggu petang, dan pergunakanlah sihatmu sebelum kamu sakit dan pergunakanlah di waktu hidupmu sebelum kamu mati.”
(Riwayat Imam Bukhari)
Rasulullah Salallahu’alaihiwasallam juga pernah mengingatkan kita bahawa ramai manusia lalai terhadap dua nikmat yang sangat berharga iaitu kesihatan dan waktu yang terluang.
Muslim yang salih melihat waktu hidupnya sebagai satu tempoh yang sangat penting dan genting. Dia selalu bertanya pada dirinya, “Adakah waktu hidupku yang berlalu diisi dengan aktiviti-aktiviti yang bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan akhirat?”.
Imam Hasan Al Banna mengingatkan kepada kita bahawa “Waktu itu kehidupan”. Ini bermakna jika waktu itu tidak digunakan sebaik-baiknya bererti kita telah mensia-siakan hidup.
Waktu kita sangat terbatas. Oleh itu waktu itu perlu digunakan dengan cara yang paling berkesan dan efisyen. Janganlah sampai kita gunakan waktu untuk perbuatan yang sia-sia, jauh sekali daripada melakukan ma’siat. Bukankah kewajipan kita lebih banyak daripada waktu yang kita ada?
9. ( قادر على الكسب ) Mampu untuk berkerja
Seorang muslim yang salih bersifat berdikari. Dia boleh berusaha sendiri untuk mencari nafkah bagi diri sendiri, keluarga dan orang-orang yang berada di bawah tanggungannya.
Muslim yang salih akan berusaha sedapat mungkin untuk mengelakkan diri daripada bergantung kepada orang lain. Jauh sekalilah pergantungan itu melebihi daripada pergantungan kepada Allah Subhanahuwataala.
Dalam soal-soal untuk memenuhi keperluan-keperluan hidup (ma’isyah), muslim yang salih lebih suka untuk berdikari atau berusaha sendiri. Bagi da’i atau murabbi, kemampuan beruasaha sendiri dalam soal ma’isyah adalah penting. Sehingga dengan kemampuan maddi yang ada padanya, dia mampu pula untuk menghidupkan atau mengukuhkan da’wah Islamiyyah.
10. ( نافع للغير ) Bermanfaat terhadap orang lain
Islam diturunkan sebagai rahmatan lil ‘alamin. Seorang muslim yang salih harus menjadi rahmat bagi ‘alam. Dia membawa manfaat kepada diri sendiri, orang lain dan ‘alam sekitarnya dalam rangka menegakkan Islam.
Muslim yang salih harus membawa keberkatan. Kebaikannya sangat diperlukan orang lain, baik dari segi harta benda, tenaga mahu pun ilmu. Muslim yang sebegini akan boleh melahirkan ramai penyokong Islam, InsyaAllah.
Monday, October 06, 2008
Pasca Ramadhan
Ramadhan bulan yang penuh berkah baru saja berlalu. Sederet catatan dan kenangan amal yang baik, semoga mengiringi kepergiannya. Semoga bersua kembali dengan bulan yang mulia dan penuh rahmat ini, insyaAllah.
Ramadhan memang telah berlalu meninggalkan kita. Namun pengaruhnya tidak boleh hilang begitu sahaja dan ia harus terjelma dengan jelas dalam hidup seharian kita. Puasa, tarawih, qiamullail, tilawatil Quran, sedekah, infa’ dan zikrullah kita seharusnya dan selayaknya menempa diri setiap muslim menjadi peribadi muttaqin (orang-orang yang bertaqwa). Kerana, taqwa itulah tujuan yang hendak diraih dari keseluruhan amaliah Ramadhan kita.
Darjat taqwa itulah satu-satunya bekal yang layak di bawa mengadap Allak kelak. Sesungguhnya hanya takwa sahaja kayu pengukur prestasi dan ”standard” penilaian Allah swt. terhadap hamba-hamba-Nya. Semakin tinggi tingkat ketaqwaannya, semakin mulia kedudukannya di sisi Allah swt. Maka marilah kita muhasabah prestasi diri masing-masing, sudah sejauh mana ia meningkatkan ketaqwaannya. Firman Allah swt yang bermaksud:
”Dan siapkanlah bekal kalian. Maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (Al Baqarah:197)
Pembuktian ketaqwaan dapat kita terjemahkan melalui ketaatan kita. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan indikator utama seorang muttaqin. Sikap taat merupakan refleksi iman dan taqwa seorang hamba. Hal ini ditegaskan allah dalam Al Quran yang bermaksud:
” Sesungguhnya ucapan orang mukmin bila dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya dalam memutuskan urusan mereka, adalah perkataan: ”Kami dengan dan kami taat”. Itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nuur-51)
Tunduk, taat dan patuh kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya itulah sikap, prinsip dan mentaliti seorang yang bertaqwa. Dan ketaatan itu tumbuh secara fitrah dalam hati sanubari tanpa ada paksaan dan tekanan. Apapun keputusan dan aturan Allah dan Rasul-nya diterima dengan redha dan lapang dada di iringi dengan sikap kesediaan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai hamba Allah dan pengikut Nabi Muhamad saw.
Fenomena ini digambarkan Allah dalam firman-Nya bermaksud:
”Maka demi Rabb-mu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan engkau (Muhamad) sebagai hakim (pemutus perkara) mereka, kemudian engkau tidak mendapati dalam diri mereka rasa keberatan atas keputusanmu, dan mereka menerimanya dengan penuh ketundukan.” (An Nisa’: 65)
Muhasabah Taqwa
• Sudahkah kita mentaati Allah dan Rasul dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya atau kita mengabaikannya?
• Apakah kita menyambut seruan dan panggilan Allah dan Rasul-Nya dengan segera laksana seorang perajurit yang selalu siap sedia menjalankan tugas atau sebaliknya?
• Apakah kita menunaikan solat dengan taat dan kusyuk dan sentiasa memeliharanya dengan baik? Atau kita semakin sering meninggalkannya lantaran asyik di buai mimpi atau kesibukan kerja?
• Sudahkah kita salurkan kekayaan yang Allah pinjamkan kepada kita untuk zakat, sedekah dan infa’ di jalan Allah swt? Atau kita salurkan untuk tujuan berlibur semata atau untuk diri sendiri sahaja?
• Apakah kita termasuk golongan yang sentiasa memelihara kehormatan dan aurat? Atau jangan-jangan kita selama ini tergolong orang-orang yang suka mempamerkan kecantikan dan aurat kita untuk menjadi tatapan umum?
• Apakah kita termasuk orang yang selalu menjaga aklaqul karimah dan memelihara adab pergaulan? Atau kita terjerumus dalam pergaulan bebas dan berakhlak buruk?
• Adakah Al Quran telah berada dan tetap berada dalam hati kita? Atau kita sudah lama menjadikannya khazanah lama di rak almari kita atau hiasan di dinding?
• Apakah Islam kini berfungsi sebagai sistem yang mengatur hidup kita? Atau Islam hanya digunapakai ketika majlis akad nikah perkahwinan dan mengurus kematian ahli keluarga?
• Apakah ukhwah antara kita semakin terbina atau sikap individualistik terus menguasai kita?
• Apakah masjid dan surau di kariah kita sering kunjungi atau kita masih sibuk dengan urusan kerja dan peribadi sehingga kita tidak temui jalan ke masjid dan surau?
• Apakah institusi keluarga kita berfungsi sebagai madrasah melahirkan manusia muttaqin atau menjadi porak peranda kerana sikap tidak bertanggungjawab kita dalam mendidik isi rumah kita?
Semua itu patut menjadi renungan yang mendalam buat kita semua. Semoga sebulan penuh kita menjalani latihan di madrasah tarbiyah Ramadhan membersihkan kembali fitrah kita yangsuci. Fitrah yang selalu mengajak tunduk, taat dan patuh kepada tuntutan Allah swt dan Rasul-Nya. Sehingga di sepanjang Syawal ini kita layak merayakannya sebagai hari kemenangan fitrah atas nafsu, kemenangan kebenaran atas kebatilan dan kemenangan Iman atas kekufuran.
Ramadhan memang telah berlalu meninggalkan kita. Namun pengaruhnya tidak boleh hilang begitu sahaja dan ia harus terjelma dengan jelas dalam hidup seharian kita. Puasa, tarawih, qiamullail, tilawatil Quran, sedekah, infa’ dan zikrullah kita seharusnya dan selayaknya menempa diri setiap muslim menjadi peribadi muttaqin (orang-orang yang bertaqwa). Kerana, taqwa itulah tujuan yang hendak diraih dari keseluruhan amaliah Ramadhan kita.
Darjat taqwa itulah satu-satunya bekal yang layak di bawa mengadap Allak kelak. Sesungguhnya hanya takwa sahaja kayu pengukur prestasi dan ”standard” penilaian Allah swt. terhadap hamba-hamba-Nya. Semakin tinggi tingkat ketaqwaannya, semakin mulia kedudukannya di sisi Allah swt. Maka marilah kita muhasabah prestasi diri masing-masing, sudah sejauh mana ia meningkatkan ketaqwaannya. Firman Allah swt yang bermaksud:
”Dan siapkanlah bekal kalian. Maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah taqwa.” (Al Baqarah:197)
Pembuktian ketaqwaan dapat kita terjemahkan melalui ketaatan kita. Ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya merupakan indikator utama seorang muttaqin. Sikap taat merupakan refleksi iman dan taqwa seorang hamba. Hal ini ditegaskan allah dalam Al Quran yang bermaksud:
” Sesungguhnya ucapan orang mukmin bila dipanggil kepada Allah dan Rasul-Nya dalam memutuskan urusan mereka, adalah perkataan: ”Kami dengan dan kami taat”. Itulah orang-orang yang beruntung.” (An Nuur-51)
Tunduk, taat dan patuh kepada ketentuan Allah dan Rasul-Nya itulah sikap, prinsip dan mentaliti seorang yang bertaqwa. Dan ketaatan itu tumbuh secara fitrah dalam hati sanubari tanpa ada paksaan dan tekanan. Apapun keputusan dan aturan Allah dan Rasul-nya diterima dengan redha dan lapang dada di iringi dengan sikap kesediaan melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sebagai hamba Allah dan pengikut Nabi Muhamad saw.
Fenomena ini digambarkan Allah dalam firman-Nya bermaksud:
”Maka demi Rabb-mu, mereka itu tidak dikatakan beriman sehingga mereka menjadikan engkau (Muhamad) sebagai hakim (pemutus perkara) mereka, kemudian engkau tidak mendapati dalam diri mereka rasa keberatan atas keputusanmu, dan mereka menerimanya dengan penuh ketundukan.” (An Nisa’: 65)
Muhasabah Taqwa
• Sudahkah kita mentaati Allah dan Rasul dengan melaksanakan seluruh perintah-Nya dan meninggalkan segala larangan-Nya atau kita mengabaikannya?
• Apakah kita menyambut seruan dan panggilan Allah dan Rasul-Nya dengan segera laksana seorang perajurit yang selalu siap sedia menjalankan tugas atau sebaliknya?
• Apakah kita menunaikan solat dengan taat dan kusyuk dan sentiasa memeliharanya dengan baik? Atau kita semakin sering meninggalkannya lantaran asyik di buai mimpi atau kesibukan kerja?
• Sudahkah kita salurkan kekayaan yang Allah pinjamkan kepada kita untuk zakat, sedekah dan infa’ di jalan Allah swt? Atau kita salurkan untuk tujuan berlibur semata atau untuk diri sendiri sahaja?
• Apakah kita termasuk golongan yang sentiasa memelihara kehormatan dan aurat? Atau jangan-jangan kita selama ini tergolong orang-orang yang suka mempamerkan kecantikan dan aurat kita untuk menjadi tatapan umum?
• Apakah kita termasuk orang yang selalu menjaga aklaqul karimah dan memelihara adab pergaulan? Atau kita terjerumus dalam pergaulan bebas dan berakhlak buruk?
• Adakah Al Quran telah berada dan tetap berada dalam hati kita? Atau kita sudah lama menjadikannya khazanah lama di rak almari kita atau hiasan di dinding?
• Apakah Islam kini berfungsi sebagai sistem yang mengatur hidup kita? Atau Islam hanya digunapakai ketika majlis akad nikah perkahwinan dan mengurus kematian ahli keluarga?
• Apakah ukhwah antara kita semakin terbina atau sikap individualistik terus menguasai kita?
• Apakah masjid dan surau di kariah kita sering kunjungi atau kita masih sibuk dengan urusan kerja dan peribadi sehingga kita tidak temui jalan ke masjid dan surau?
• Apakah institusi keluarga kita berfungsi sebagai madrasah melahirkan manusia muttaqin atau menjadi porak peranda kerana sikap tidak bertanggungjawab kita dalam mendidik isi rumah kita?
Semua itu patut menjadi renungan yang mendalam buat kita semua. Semoga sebulan penuh kita menjalani latihan di madrasah tarbiyah Ramadhan membersihkan kembali fitrah kita yangsuci. Fitrah yang selalu mengajak tunduk, taat dan patuh kepada tuntutan Allah swt dan Rasul-Nya. Sehingga di sepanjang Syawal ini kita layak merayakannya sebagai hari kemenangan fitrah atas nafsu, kemenangan kebenaran atas kebatilan dan kemenangan Iman atas kekufuran.