Kehidupan ini rasanya tak pernah dapat dilepaskan dari apa yang dinamakan ‘cinta’. Dengannya menjadi semarak dan indah dunia ini. Lihat saja, bagaimana seorang sang ayah begitu bersemangat dalam aktiviti hariannya mencari nafkah, tak lain kerana dorongan cintanya terhadap anak dan isterinya. Seorang yang lain pun begitu semangatnya mengumpul harta kekayaan, kerana sebuah dorongan cinta terhadap harta benda, demikian pula mereka yang cinta kepada kedudukan, akan begitu semangat meraih cintanya.
Itu semua adalah beberapa contoh dari berjuta cinta yang ada. Meskipun kesan yang banyak difahami orang tentang cinta, identitinya dengan apa yang terjadi antara seorang pemudi dan pemuda. Padahal cinta tak hanya sebatas itu saja.
Ternyata masalah cinta memang tidak sederhana.
Cinta kepada Allah
Cinta model ini adalah cinta yang paling utama. Bahkan kata ulama kita, cinta kepada Allah adalah pokok dari iman dan tauhid seorang hamba. Kerana memang Allah sajalah satu-satunya dzat yang patut diberikan rasa cinta.
Nyatalah bahawa cinta kepada Allah adalah puncaknya. Ia adalah yang tertinggi, paling agung dan paling bermanfaat. Begitu bermanfaat cinta kepada Allah ini, sehingga tangga-tangga menuju kepadanya pun merupakan hal-hal yang bermanfaat pula. Diantaranya berupa taubat, sabar dan zuhud. Apabila cinta diibaratkan sebuah pohon maka ia pun akan menghasilkan buah-buah yang bermanfaat seperti rasa rindu dan ridha kepada Allah.
Mengapa kita mesti cinta kepada Allah ? Banyak sekali alasannnya. Diantaranya adalah kerana Allah lah yang memberikan nikmat kepada kita, bahkan segala nikmat. Sedangkan hati seorang hamba tercipta untuk mencinta orang yang memberikan kebaikan kepadanya. Kalau demikian, sungguh amat perlu apabila seorang hamba cinta kepada Allah, kerana Dialah yang memberikan semua kebaikan kepada hamba.
“Dan apa-apa nikmat yang ada pada kalian , maka itu semua dari Allah”
(QS Al Baqarah : 165)
Seorang hamba di setiap pagi dan petang, siang dan malam selalu berdoa, memohon dan meminta pertolongan kepada Allah. Dari doa tersebut kemudian Allah memberikan jawaban, menghindarkan hamba dari bahaya, memenuhi keperluan hamba tadi. Keterikatan ini mendorong hati untuk mencinta kepada dzat tempat ia bermohon.
Setiap insan pun tak lepas dari dosa dan kesalahan, maka Allah selalu membuka pintu taubat kepada hamba tadi, bahkan Allah tetap memberikan rahmah meski hamba kadang tidak menyayangi dirinya sendiri. Kebaikan-kebaikan yang dibuat hamba, tak ada sesuatu pun yang mampu diharap untuk memberi balasan dan pahala kecuali Allah semata.
Terlebih lagi, Allah telah menciptakan hamba, dari sesuatu yang tak ada menjadi ada. Tumbuh, berkembang dengan rezeki dari Allah Ta’ala. Maka ini menjadi alasan kenapa hamba semestinya cinta kepada Allah.
Cinta memang menuntut bukti. Tak hanya sekadar ucapan, seperti pepatah orang arab ’semua orang mengaku punya hubungan cinta dengan Laila namun si Laila tak pernah mengakuinya’. Dan wujud cinta ilahi dibuktikan dengan mengikuti sunah nabi dan juga berjihad di jalan Allah Ta’ala.
“Katakanlah apabila kalian cinta kepada Allah maka ikutilah aku (Rasulullah) maka Allah akan mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian” (QS Ali Imran : 31)
Cinta kerana Allah / cinta di jalan Allah
Cinta kerana Allah tentu saja mengikuti cinta yang pertama. Seperti dalam kehidupan, ketika kita cinta kepada seseorang maka apa yang dicintai oleh orang yang kita cinta pun kita sukai pula. Cinta kerana Allah adalah cinta kepada ‘person’ yang dicinta Allah seperti para nabi, rasul para sahabat nabi dan orang-orang shalih. Cinta kerana Allah jua berujud cinta kepada perbuatan soleh seperti solat, puasa zakat, berbakti kepada orang tua, memuliakan tetangga, berakhlaq mulia, menuntut ilmu syar’i dan segala perbuatan baik yang lain. Dengan demikian, ketika seoarng muslim mencinta seseorang atau perbuatan maka ia punya sebuah barameter “apakah hadir pada perbuatan mahupun orang tadi hal yang dicinta Allah”.
Bagaimana kita tahu kalau suatu perbuatan dicinta Allah? Jawabnya adalah, apabila Allah perintahkan atau diperintahkan Rasulullah berupa hal yang wajib maupun yang sunnah(mustahab).
Cinta yang disyariatkan diantaranya adalah cinta kepada saudara seiman
“Tidak beriman salah seorang diantara kalian sampai mencintai saudaranya sesama muslim sebagaimana mencintai dirinya sendiri” (HR Bukhari dan Muslim)
Cinta ini bermanfaat bagi pelakunya sehingga mereka layak mendapatkan perlindungan Allah di hari tiada perlindungan kecuali perlindungan Allah saja.
Cinta bersama Allah
Kecintaan ketiga ini adalah cinta yang terlarang. Cinta bersama Allah bererti mencintai sesuatu selain Allah bersama kecintaan kepada Allah.
Membahagi cinta, adalah model cinta yang ketiga ini. Kecintaan ini hanyalah milik orang-orang musyrik yang mencintai sesembahan-sesembahan mereka bersama cinta kepada Allah. Seperti firman Allah:
“Dan diantara manusia ada yang menjadikan selain Allah sebagai tandingan-tandingan, yang mereka mencintai tandingan tadi sebagaimana mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat besar cinta mereka kepada Allah “ (QS Al Baqarah : 165)
Kecintaan ini dapat ditujukan kepada pohon, berhala, bintang, matahari, patung , malaikat, rasul dan para wali malahan kekasih hati apabila kesemuanya dijadikan pujaan dan igauan selain Allah.
Justeru bagaimana cinta kita kini.... terhadap ilmu, masa depan, islam, harta, pakaian, perkahwinan dan kepada hal yang berhubungan dunia ? Cinta yang seperti ini adalah cinta yang disebut sebagai “cinta thabi’i” cinta yang sesuai dengan tabiat ertinya wajar-wajar saja. Apabila mengikuti kecintaan kepada Allah, mendorong kepada ketaatan maka ia bermuatan ibadah. Sebaliknya bila mendorong kepada kemaksiatan maka ia adalah cinta yang tercela dan terlarang.
0 comments:
Post a Comment