Sunday, November 29, 2009
Tuesday, November 24, 2009
Pendaftaran Kemasukan JAN 2010 Program Diploma Kerjasama UTM di KTD - Kini Di Buka!
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Saturday, November 21, 2009
Menyedari banyaknya tugas amanah dakwah yang perlu dipikul, perajurit dakwah harus membangunkan keghairahannya dalam melaksanakan kewajipan dakwah. Keghairahan untuk terus melakukan kerja-kerja dakwah dan tarbiah serta berjuang demi tertegaknya dakwah ilallah, sehingga semangatnya berkobar-kobar. Tidak pernah lemah sedikitpun dalam menghadapi rintangan. Tidak pernah layu dengan bergilirnya zaman. Tidak pernah gentar kerana tentangan dan kepayahan. Ia bagaikan batu karang di tengah lautan yang kukuh menghadapi terjangan ombak.
Abul ‘Ala Al Maududi mengingatkan perajurit-perajuritnya;
”Bila kalian menyambut tugas dakwah ini tidak sebagaimana sikap kalian terhadap tugas yang menyangkut urusan peribadi kalian maka dakwah ini akan mengalami kekalahan yang nyata. Oleh kerana itu sambutlah tugas ini dengan ghairah.”
Amatlah tepat taujih Abul ‘Ala Al Maududi ini bila melihat sederetan tugas dan harapan umat. Bila sahaja perajurit dakwah memahami dengan betul maka mereka akan berupaya untuk menjaga keghairahannya agar tidak pernah redup sedikitpun. Ini kerana kelesuan dan kelemahan jiwa dalam menunaikan tugas berat ini akan menyebabkan dakwah dan harakah / organisasi kehilangan momentum.
Sebaliknya jiwa yang memiliki ghairah dalam menyambut tugas-tugas dakwah akan mudah untuk menyelesaikannya. Ia bahkan dapat menemukan celah-celah sempit untuk menjadi peluang besar yang akan menjadi menyebab kemenangan dakwah ini. Ia tidak pernah mundur tatkala bahaya menghadang. Ia tidak lelah ketika peluh bercucuran. Yang ada dalam benaknya adalah kami siap mengembangkan dakwah ini untuk sebuah kemenangan.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membezakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebahagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.. (Ali Imran: 139 – 140).
Ghairah adalah suatu desakan emosi dan reaksi hati apabila melihat kehormatan Deen, harta, diri dan umat dinodai. Jiwa mukmin yang hidup semestinya mempunyai ghairah dalam amal Islami. Apabila kehilangan ghirah, itulah jiwa yang mandul,sakit atau mati. Ghairah orang mukmin adalah ghirah berasaskan iman dan demi meraih keredhaan Allah Subhanahuwata' ala.
Justeru itu sepantasnya bagi perajurit dakwah untuk selalu berusaha meningkatkan keghairahannya melalui amalan-amalan yang disunnahkan Rasulullah SAW. sehingga ghairahnya tidak kendur. Apakah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, mengkaji sejarah kepahlawanan Islam, membayangkan pahala dan balasan yang dijanjikan Allah SWT., bercermin dari kehidupan perajurit-perajurit dari kawasan-kawasan terpencil yang sangat bersemangat untuk menyebarluaskan dakwah ini ataupun dengan jalan-jalan lainnya. Amalan tersebut menjadi bahan bakar untuk semangatnya agar selalu bergelora.
Syeikh Muhammad Ahmad Rasyid mengingatkan;
“Gelorakan semangatmu wahai ikhwah dan jangan kendur sedikitpun, marilah maju bersama kafilah dakwah ini. Siapa yang tidak lagi bersemangat maka janganlah ikut barisan kami”.
Kemanakah hilangnya ghirah di jiwa umat kini? Sedangkan Deennya diperkotak-katikkan , kehormatannya dinodai dan cara hidupnya dijajah.
Abul ‘Ala Al Maududi mengingatkan perajurit-perajuritnya;
”Bila kalian menyambut tugas dakwah ini tidak sebagaimana sikap kalian terhadap tugas yang menyangkut urusan peribadi kalian maka dakwah ini akan mengalami kekalahan yang nyata. Oleh kerana itu sambutlah tugas ini dengan ghairah.”
Amatlah tepat taujih Abul ‘Ala Al Maududi ini bila melihat sederetan tugas dan harapan umat. Bila sahaja perajurit dakwah memahami dengan betul maka mereka akan berupaya untuk menjaga keghairahannya agar tidak pernah redup sedikitpun. Ini kerana kelesuan dan kelemahan jiwa dalam menunaikan tugas berat ini akan menyebabkan dakwah dan harakah / organisasi kehilangan momentum.
Sebaliknya jiwa yang memiliki ghairah dalam menyambut tugas-tugas dakwah akan mudah untuk menyelesaikannya. Ia bahkan dapat menemukan celah-celah sempit untuk menjadi peluang besar yang akan menjadi menyebab kemenangan dakwah ini. Ia tidak pernah mundur tatkala bahaya menghadang. Ia tidak lelah ketika peluh bercucuran. Yang ada dalam benaknya adalah kami siap mengembangkan dakwah ini untuk sebuah kemenangan.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membezakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebahagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.. (Ali Imran: 139 – 140).
Ghairah adalah suatu desakan emosi dan reaksi hati apabila melihat kehormatan Deen, harta, diri dan umat dinodai. Jiwa mukmin yang hidup semestinya mempunyai ghairah dalam amal Islami. Apabila kehilangan ghirah, itulah jiwa yang mandul,sakit atau mati. Ghairah orang mukmin adalah ghirah berasaskan iman dan demi meraih keredhaan Allah Subhanahuwata' ala.
Justeru itu sepantasnya bagi perajurit dakwah untuk selalu berusaha meningkatkan keghairahannya melalui amalan-amalan yang disunnahkan Rasulullah SAW. sehingga ghairahnya tidak kendur. Apakah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, mengkaji sejarah kepahlawanan Islam, membayangkan pahala dan balasan yang dijanjikan Allah SWT., bercermin dari kehidupan perajurit-perajurit dari kawasan-kawasan terpencil yang sangat bersemangat untuk menyebarluaskan dakwah ini ataupun dengan jalan-jalan lainnya. Amalan tersebut menjadi bahan bakar untuk semangatnya agar selalu bergelora.
Syeikh Muhammad Ahmad Rasyid mengingatkan;
“Gelorakan semangatmu wahai ikhwah dan jangan kendur sedikitpun, marilah maju bersama kafilah dakwah ini. Siapa yang tidak lagi bersemangat maka janganlah ikut barisan kami”.
Kemanakah hilangnya ghirah di jiwa umat kini? Sedangkan Deennya diperkotak-katikkan , kehormatannya dinodai dan cara hidupnya dijajah.
Membangun Ruh Keghairahan Dakwah dan Tarbiah
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Menyedari banyaknya tugas amanah dakwah yang perlu dipikul, perajurit dakwah harus membangunkan keghairahannya dalam melaksanakan kewajipan dakwah. Keghairahan untuk terus melakukan kerja-kerja dakwah dan tarbiah serta berjuang demi tertegaknya dakwah ilallah, sehingga semangatnya berkobar-kobar. Tidak pernah lemah sedikitpun dalam menghadapi rintangan. Tidak pernah layu dengan bergilirnya zaman. Tidak pernah gentar kerana tentangan dan kepayahan. Ia bagaikan batu karang di tengah lautan yang kukuh menghadapi terjangan ombak.
Abul ‘Ala Al Maududi mengingatkan perajurit-perajuritnya;
”Bila kalian menyambut tugas dakwah ini tidak sebagaimana sikap kalian terhadap tugas yang menyangkut urusan peribadi kalian maka dakwah ini akan mengalami kekalahan yang nyata. Oleh kerana itu sambutlah tugas ini dengan ghairah.”
Amatlah tepat taujih Abul ‘Ala Al Maududi ini bila melihat sederetan tugas dan harapan umat. Bila sahaja perajurit dakwah memahami dengan betul maka mereka akan berupaya untuk menjaga keghairahannya agar tidak pernah redup sedikitpun. Ini kerana kelesuan dan kelemahan jiwa dalam menunaikan tugas berat ini akan menyebabkan dakwah dan harakah / organisasi kehilangan momentum.
Sebaliknya jiwa yang memiliki ghairah dalam menyambut tugas-tugas dakwah akan mudah untuk menyelesaikannya. Ia bahkan dapat menemukan celah-celah sempit untuk menjadi peluang besar yang akan menjadi menyebab kemenangan dakwah ini. Ia tidak pernah mundur tatkala bahaya menghadang. Ia tidak lelah ketika peluh bercucuran. Yang ada dalam benaknya adalah kami siap mengembangkan dakwah ini untuk sebuah kemenangan.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membezakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebahagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.. (Ali Imran: 139 – 140).
Ghairah adalah suatu desakan emosi dan reaksi hati apabila melihat kehormatan Deen, harta, diri dan umat dinodai. Jiwa mukmin yang hidup semestinya mempunyai ghairah dalam amal Islami. Apabila kehilangan ghirah, itulah jiwa yang mandul,sakit atau mati. Ghairah orang mukmin adalah ghirah berasaskan iman dan demi meraih keredhaan Allah Subhanahuwata' ala.
Justeru itu sepantasnya bagi perajurit dakwah untuk selalu berusaha meningkatkan keghairahannya melalui amalan-amalan yang disunnahkan Rasulullah SAW. sehingga ghairahnya tidak kendur. Apakah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, mengkaji sejarah kepahlawanan Islam, membayangkan pahala dan balasan yang dijanjikan Allah SWT., bercermin dari kehidupan perajurit-perajurit dari kawasan-kawasan terpencil yang sangat bersemangat untuk menyebarluaskan dakwah ini ataupun dengan jalan-jalan lainnya. Amalan tersebut menjadi bahan bakar untuk semangatnya agar selalu bergelora.
Syeikh Muhammad Ahmad Rasyid mengingatkan;
“Gelorakan semangatmu wahai ikhwah dan jangan kendur sedikitpun, marilah maju bersama kafilah dakwah ini. Siapa yang tidak lagi bersemangat maka janganlah ikut barisan kami”.
Kemanakah hilangnya ghirah di jiwa umat kini? Sedangkan Deennya diperkotak-katikkan , kehormatannya dinodai dan cara hidupnya dijajah.
Abul ‘Ala Al Maududi mengingatkan perajurit-perajuritnya;
”Bila kalian menyambut tugas dakwah ini tidak sebagaimana sikap kalian terhadap tugas yang menyangkut urusan peribadi kalian maka dakwah ini akan mengalami kekalahan yang nyata. Oleh kerana itu sambutlah tugas ini dengan ghairah.”
Amatlah tepat taujih Abul ‘Ala Al Maududi ini bila melihat sederetan tugas dan harapan umat. Bila sahaja perajurit dakwah memahami dengan betul maka mereka akan berupaya untuk menjaga keghairahannya agar tidak pernah redup sedikitpun. Ini kerana kelesuan dan kelemahan jiwa dalam menunaikan tugas berat ini akan menyebabkan dakwah dan harakah / organisasi kehilangan momentum.
Sebaliknya jiwa yang memiliki ghairah dalam menyambut tugas-tugas dakwah akan mudah untuk menyelesaikannya. Ia bahkan dapat menemukan celah-celah sempit untuk menjadi peluang besar yang akan menjadi menyebab kemenangan dakwah ini. Ia tidak pernah mundur tatkala bahaya menghadang. Ia tidak lelah ketika peluh bercucuran. Yang ada dalam benaknya adalah kami siap mengembangkan dakwah ini untuk sebuah kemenangan.
“Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (darjatnya), jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membezakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebahagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim”.. (Ali Imran: 139 – 140).
Ghairah adalah suatu desakan emosi dan reaksi hati apabila melihat kehormatan Deen, harta, diri dan umat dinodai. Jiwa mukmin yang hidup semestinya mempunyai ghairah dalam amal Islami. Apabila kehilangan ghirah, itulah jiwa yang mandul,sakit atau mati. Ghairah orang mukmin adalah ghirah berasaskan iman dan demi meraih keredhaan Allah Subhanahuwata' ala.
Justeru itu sepantasnya bagi perajurit dakwah untuk selalu berusaha meningkatkan keghairahannya melalui amalan-amalan yang disunnahkan Rasulullah SAW. sehingga ghairahnya tidak kendur. Apakah dengan melaksanakan ibadah-ibadah sunnah, mengkaji sejarah kepahlawanan Islam, membayangkan pahala dan balasan yang dijanjikan Allah SWT., bercermin dari kehidupan perajurit-perajurit dari kawasan-kawasan terpencil yang sangat bersemangat untuk menyebarluaskan dakwah ini ataupun dengan jalan-jalan lainnya. Amalan tersebut menjadi bahan bakar untuk semangatnya agar selalu bergelora.
Syeikh Muhammad Ahmad Rasyid mengingatkan;
“Gelorakan semangatmu wahai ikhwah dan jangan kendur sedikitpun, marilah maju bersama kafilah dakwah ini. Siapa yang tidak lagi bersemangat maka janganlah ikut barisan kami”.
Kemanakah hilangnya ghirah di jiwa umat kini? Sedangkan Deennya diperkotak-katikkan , kehormatannya dinodai dan cara hidupnya dijajah.
Thursday, November 19, 2009
Dakwah tidak mengenal uzur. Anas bin Malik mengatakan tentang Abdullah bin Ummi Maktum yang secara fizikalnya beliau buta. Tetapi pada perang Yarmuk, Abdullah bin Ummi Maktum hadir di tengah para mujahidin di medan perang, memakai baju besi, memegang bendera. Anas bin Malik bertanya, wahai Abdullah bin Ummi Maktum, bukankah Rasulullah saw telah memberi uzur kepadamu? Beliau menjawab, “Ya betul, memang dalam Al Quran telah diberikan uzur kepada orang buta. Tetapi sayamenginginkan dengan kehadiran saya di sini, di medan perang, paling tidak dapat menambah jumlah tentera Islam.”
Diceritakan lagi ketika tentera Holagu masuk ke kota Baghdad, terdapat seorang ulama yang juga buta. Dia menghadang tentera dengan mengayunkan pedang ke kanan dan ke kiri barangkali ada musuh yang kena. Secara logik, apa yang boleh dilakukan oleh orang yang dalam keadaan seperti itu? Barangkali kalau dia duduk di rumah dia tidak dosa dan tidak ada pertanggungjawabannya di sisi Allah. Tetapi masalahnya, dia ingin memberi sumbangan untuk Islam, ingin aktif, paling tidak ingin mati syahid. Dan benar dia mati syahid.
Kisah kisah seperti ini banyak dalam kisah tabiin. Yang kita inginkan dalam tarbiyah adalah para pewaris dakwah seperti itu. Meskipun dalam keadaan uzur namun tetap sahaja bersemangat berjuang, berjuang, berjuang. Menurut Ahmad bin Hambal kepada muridnya, “mataa yajidul abdu tha’marrahah?” Bila seseorang boleh beristirehat?” Dia menjawab, “Indamaa yatha’u ihda qadamaihi fil jannah” ketika salah satu kakinya menginjak syurga. Ertinya sebelum mati, tidak ada waktu untuk senang senang istirehat. Laa rahata li du’at illa ba’dal mamaat. Itu kata Syeikh Ahmad Rasyid. Jadi barangsiapa yang mahu istirahet silakan mati. Meskipun setelah itu juga belum tentu boleh istirehat kerana tidak ada amal yang di bawa.
Uzur dan Berehat-Rehat Di Jalan Dakwah
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Dakwah tidak mengenal uzur. Anas bin Malik mengatakan tentang Abdullah bin Ummi Maktum yang secara fizikalnya beliau buta. Tetapi pada perang Yarmuk, Abdullah bin Ummi Maktum hadir di tengah para mujahidin di medan perang, memakai baju besi, memegang bendera. Anas bin Malik bertanya, wahai Abdullah bin Ummi Maktum, bukankah Rasulullah saw telah memberi uzur kepadamu? Beliau menjawab, “Ya betul, memang dalam Al Quran telah diberikan uzur kepada orang buta. Tetapi sayamenginginkan dengan kehadiran saya di sini, di medan perang, paling tidak dapat menambah jumlah tentera Islam.”
Diceritakan lagi ketika tentera Holagu masuk ke kota Baghdad, terdapat seorang ulama yang juga buta. Dia menghadang tentera dengan mengayunkan pedang ke kanan dan ke kiri barangkali ada musuh yang kena. Secara logik, apa yang boleh dilakukan oleh orang yang dalam keadaan seperti itu? Barangkali kalau dia duduk di rumah dia tidak dosa dan tidak ada pertanggungjawabannya di sisi Allah. Tetapi masalahnya, dia ingin memberi sumbangan untuk Islam, ingin aktif, paling tidak ingin mati syahid. Dan benar dia mati syahid.
Kisah kisah seperti ini banyak dalam kisah tabiin. Yang kita inginkan dalam tarbiyah adalah para pewaris dakwah seperti itu. Meskipun dalam keadaan uzur namun tetap sahaja bersemangat berjuang, berjuang, berjuang. Menurut Ahmad bin Hambal kepada muridnya, “mataa yajidul abdu tha’marrahah?” Bila seseorang boleh beristirehat?” Dia menjawab, “Indamaa yatha’u ihda qadamaihi fil jannah” ketika salah satu kakinya menginjak syurga. Ertinya sebelum mati, tidak ada waktu untuk senang senang istirehat. Laa rahata li du’at illa ba’dal mamaat. Itu kata Syeikh Ahmad Rasyid. Jadi barangsiapa yang mahu istirahet silakan mati. Meskipun setelah itu juga belum tentu boleh istirehat kerana tidak ada amal yang di bawa.
Main FUTSAL Setiap Malam Selasa.. Jom Kita Riadhah
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Wednesday, November 18, 2009
Langit diatas kita yang terbentang sejauh mata memandang terkadang ia berwarna biru cerah dan terkadang awan-awan berarak-arak menghiasinya, indah dan menyejukkan, namun ia terkadang menghitam gelap menakutkan dan serasa kurang bersahabat. Dan ia adalah ciptaan Allah.....
Demikian pula bumi yang kita injak-injak, kita ludahi, kita penuh sesaki dengan sampah dan kotoran, adakalanya ia begitu indah menawan, menenteramkan hati dan adakalanya pula ia serasa menjauh, menolak kehadiran kita, dan iapun ciptaan Allah juga.....
Mereka adalah diantara ciptaan-ciptaan Allah yang tidak pernah lepas dari orbit kepatuhan, lintasan ketaatan dan posisi kepasrahan.
Alangkah indahnya istiqamah mereka.....
Ketundukan mereka akan peranannya begitu wajar, ketaatan mereka adalah tidak dipaksakan. Tulus...Kita...??? Bagaimana dengan kita...???
Meneguhkan pendirian bahawa Rabb kita adalah Allah dan memelihara konsisten kita sebagai hamba sahaya diantara hamba-hamba Allah lainnya adalah perjuangan yang berat. Dan seringkali ia harus dibayar mahal dengan menitiskan air mata, mengeluarkan keringat dan mengalirkan darah.
Mungkin perjuangan untuk tetap istiqamah harus berakhir dengan hancur remuknya tubuh di tiang salib (Khubaib bin 'Ady), atau dijerumuskan kedalam penggorengan panas yang telah penuh dengan minyak mendidih (Siti Masithah), atau boleh jadi dengan rosaknya tubuh kerana dipanggang dek panas matahari, dihentam habis-habisan dan ditusuk dengan tombak dari pangkal peha hingga hujung kepala (Sumaiyyah).
Namun....Mereka telah merasakan semerbaknya pengorbanan dan memetik buahnya yang ranum dan wangi. Mereka telah mereguk telaga kebahagiaan dan meraih kenyamanan taman syurgawi yang kenikmatannya tidak mungkin tertandingi oleh kehidupan kita sekarang.
Lantas, bagaimana kita...?
Rasanya ketika diperintah oleh Rasulullah SAW untuk "Amantu bi 'l-Laahi, tsumma 'staqim", maka sikap kita mungkin akan sama seperti Sufyaan bin 'Abdi 'l-Laahi iaitu dengan kenyataan ini kita akan sibuk dan terlalu sibuk untuk tetap berupaya istiqamah dengan keimanan kita.
Pernyataan keimanan itu memerlukan penjelmaan, meminta bukti dan menuntut amal soleh. Memang pembuktian itu tidak harus berkalu dengan tragedi kekerasan, keterlaluan atau penyiksaan bahkan pembunuhan, namun kalaupun itu terjadi maka sudah sewajarnyalah kita menerimanya dan menikmati pengorbanan itu.
Pengorbanan (At-Tadhhiyyah) adalah hak setiap muslim. Setiap muslim sudah sewajarnya menuntut hak dirinya dan merelakan tubuhnya menjadi bukti pengorbanannya dalam rangka istiqamah dengan keimanannya kepada Allah SWT yang mencipta, memberi rezeki sekaligus membeli setiap diri kita.
Alangkah indahnya jika kita dapat mengakhiri kehidupan yang penuh sandiwara dan fatamorgana ini dengan istiqamah di jalanNya. Jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul, para Shiddiqqiin (golongan yang jujur dengan syahadahnya), para Shoolihiin (golongan orang-orang yang soleh dan senantiasa menebar kesolehan) dan penerus-penerusnya.
Ya, inilah satu-satunya jalan yang akan menghantarkan kita kepada mardhatillah (keredhaan), jannahNya dan sudah pasti jalan yang indah...
"Diantara orang-orang yang beriman ada orang-orang benar dengan janjinya kepada Allah. Diantara mereka ada yang telah menunaikan janjinya (menemui syahidnya) dan diantara mereka ada yang masih menunggu-nunggu (untuk menemui syahidnya) dan sama sekali mereka tidak mengubah janjinya." (QS. Al-Ahzab:23)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ' Rabbunaa 'l-Laahu ' kemudian mereka istiqamah (meneguhkan pendirian), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan),'Janganlah kalian takut dan janganlah kalian sedih dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepada kalian" (QS. Fush-shilat:30)
Muhasabah Di Anjung Zulhijjah
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Langit diatas kita yang terbentang sejauh mata memandang terkadang ia berwarna biru cerah dan terkadang awan-awan berarak-arak menghiasinya, indah dan menyejukkan, namun ia terkadang menghitam gelap menakutkan dan serasa kurang bersahabat. Dan ia adalah ciptaan Allah.....
Demikian pula bumi yang kita injak-injak, kita ludahi, kita penuh sesaki dengan sampah dan kotoran, adakalanya ia begitu indah menawan, menenteramkan hati dan adakalanya pula ia serasa menjauh, menolak kehadiran kita, dan iapun ciptaan Allah juga.....
Mereka adalah diantara ciptaan-ciptaan Allah yang tidak pernah lepas dari orbit kepatuhan, lintasan ketaatan dan posisi kepasrahan.
Alangkah indahnya istiqamah mereka.....
Ketundukan mereka akan peranannya begitu wajar, ketaatan mereka adalah tidak dipaksakan. Tulus...Kita...??? Bagaimana dengan kita...???
Meneguhkan pendirian bahawa Rabb kita adalah Allah dan memelihara konsisten kita sebagai hamba sahaya diantara hamba-hamba Allah lainnya adalah perjuangan yang berat. Dan seringkali ia harus dibayar mahal dengan menitiskan air mata, mengeluarkan keringat dan mengalirkan darah.
Mungkin perjuangan untuk tetap istiqamah harus berakhir dengan hancur remuknya tubuh di tiang salib (Khubaib bin 'Ady), atau dijerumuskan kedalam penggorengan panas yang telah penuh dengan minyak mendidih (Siti Masithah), atau boleh jadi dengan rosaknya tubuh kerana dipanggang dek panas matahari, dihentam habis-habisan dan ditusuk dengan tombak dari pangkal peha hingga hujung kepala (Sumaiyyah).
Namun....Mereka telah merasakan semerbaknya pengorbanan dan memetik buahnya yang ranum dan wangi. Mereka telah mereguk telaga kebahagiaan dan meraih kenyamanan taman syurgawi yang kenikmatannya tidak mungkin tertandingi oleh kehidupan kita sekarang.
Lantas, bagaimana kita...?
Rasanya ketika diperintah oleh Rasulullah SAW untuk "Amantu bi 'l-Laahi, tsumma 'staqim", maka sikap kita mungkin akan sama seperti Sufyaan bin 'Abdi 'l-Laahi iaitu dengan kenyataan ini kita akan sibuk dan terlalu sibuk untuk tetap berupaya istiqamah dengan keimanan kita.
Pernyataan keimanan itu memerlukan penjelmaan, meminta bukti dan menuntut amal soleh. Memang pembuktian itu tidak harus berkalu dengan tragedi kekerasan, keterlaluan atau penyiksaan bahkan pembunuhan, namun kalaupun itu terjadi maka sudah sewajarnyalah kita menerimanya dan menikmati pengorbanan itu.
Pengorbanan (At-Tadhhiyyah) adalah hak setiap muslim. Setiap muslim sudah sewajarnya menuntut hak dirinya dan merelakan tubuhnya menjadi bukti pengorbanannya dalam rangka istiqamah dengan keimanannya kepada Allah SWT yang mencipta, memberi rezeki sekaligus membeli setiap diri kita.
Alangkah indahnya jika kita dapat mengakhiri kehidupan yang penuh sandiwara dan fatamorgana ini dengan istiqamah di jalanNya. Jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul, para Shiddiqqiin (golongan yang jujur dengan syahadahnya), para Shoolihiin (golongan orang-orang yang soleh dan senantiasa menebar kesolehan) dan penerus-penerusnya.
Ya, inilah satu-satunya jalan yang akan menghantarkan kita kepada mardhatillah (keredhaan), jannahNya dan sudah pasti jalan yang indah...
"Diantara orang-orang yang beriman ada orang-orang benar dengan janjinya kepada Allah. Diantara mereka ada yang telah menunaikan janjinya (menemui syahidnya) dan diantara mereka ada yang masih menunggu-nunggu (untuk menemui syahidnya) dan sama sekali mereka tidak mengubah janjinya." (QS. Al-Ahzab:23)
"Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan ' Rabbunaa 'l-Laahu ' kemudian mereka istiqamah (meneguhkan pendirian), maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan),'Janganlah kalian takut dan janganlah kalian sedih dan bergembiralah dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepada kalian" (QS. Fush-shilat:30)
Tuesday, November 17, 2009
Syaqiq Al-Balkhy – seorang sufi – pergi berdagang mencari rezeki. Sebelum berangkat, ia berjumpa Ibrahim Adham, sahabatnya, kerana perjalanan dagangnya kali ini agak lama dan jauh.
Akan tetapi, beberapa hari sahaja Syaqiq pulang. Apabila dilihat Syaqiq di masjid, Ibrahim hairan dan bertanya: " Apa yang menjadikan kamu begitu cepat pulang?"
"Aku melihat sesuatu keajaiban dalam perjalananku, lalu aku pun pulang.’ Jawab Syaqiq.
Ibrahim bertanya: "Apa yang kau lihat?"
‘Di kala itu, aku duduk disebuah tempat yang sunyi sedang beristirehat. Di situ aku melihat seekor burung yang pincang dan buta matanya. Hatiku tersentuh hairan dan berkata," Bagaimana burung itu boleh hidup di tempat terperosok seperti ini sedangkan ia tidak boleh bergerak dan melihat semua sekali".
Tidak berapa lama kemudian datang seekor burung lain memberikan makanan kepadanya berkali-kali dalam sehari sehingga burung cacat tadi kenyang. Aku pun berkata dalam hati : sesungguhnya Yang memberi rezeki kepada burung itu juga berkuasa memberi rezeki kepadaku. Saat itu juga aku pulang."
Mendengar jawapan itu Ibrahim berkata" Engkau ini sungguh lucu , wahai Syaqiq ! Relakah kau jadikan dirimu sebagai burung yang pincang dan buta, yang hidupnya bergantung kepada orang lain ? Kenapa kau tidak jadikan dirimu sebagai burung yang kedua yang berusaha dengan dirinya dan untuk diri orang lain, yang tidak berupaya seperti orang buta dan cacat yang lain. Tidakkah kau tahu bahawa tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah."
Syaqiq pun bangkit dari tempat duduknya dan mencium tangan Ibrahim dan berkata ; " Engkaulah guruku yang sejati, wahai Abu Ishak (Ibrahim) ".
Tangan Di atas vs Tangan Di Bawah...
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Syaqiq Al-Balkhy – seorang sufi – pergi berdagang mencari rezeki. Sebelum berangkat, ia berjumpa Ibrahim Adham, sahabatnya, kerana perjalanan dagangnya kali ini agak lama dan jauh.
Akan tetapi, beberapa hari sahaja Syaqiq pulang. Apabila dilihat Syaqiq di masjid, Ibrahim hairan dan bertanya: " Apa yang menjadikan kamu begitu cepat pulang?"
"Aku melihat sesuatu keajaiban dalam perjalananku, lalu aku pun pulang.’ Jawab Syaqiq.
Ibrahim bertanya: "Apa yang kau lihat?"
‘Di kala itu, aku duduk disebuah tempat yang sunyi sedang beristirehat. Di situ aku melihat seekor burung yang pincang dan buta matanya. Hatiku tersentuh hairan dan berkata," Bagaimana burung itu boleh hidup di tempat terperosok seperti ini sedangkan ia tidak boleh bergerak dan melihat semua sekali".
Tidak berapa lama kemudian datang seekor burung lain memberikan makanan kepadanya berkali-kali dalam sehari sehingga burung cacat tadi kenyang. Aku pun berkata dalam hati : sesungguhnya Yang memberi rezeki kepada burung itu juga berkuasa memberi rezeki kepadaku. Saat itu juga aku pulang."
Mendengar jawapan itu Ibrahim berkata" Engkau ini sungguh lucu , wahai Syaqiq ! Relakah kau jadikan dirimu sebagai burung yang pincang dan buta, yang hidupnya bergantung kepada orang lain ? Kenapa kau tidak jadikan dirimu sebagai burung yang kedua yang berusaha dengan dirinya dan untuk diri orang lain, yang tidak berupaya seperti orang buta dan cacat yang lain. Tidakkah kau tahu bahawa tangan yang di atas lebih baik dari tangan yang di bawah."
Syaqiq pun bangkit dari tempat duduknya dan mencium tangan Ibrahim dan berkata ; " Engkaulah guruku yang sejati, wahai Abu Ishak (Ibrahim) ".
Wednesday, November 11, 2009
Program Ibadah Korban di Kawasan Gempa Bumi, Padang Sumatera
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Dalam asmaul husna Allah SWT disebut sebagai Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui).
Bahawasanya ilmu Allah SWT tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang ataupun masa depan, baik yang ghaib mahupun yang nyata:
“Apakah kamu tidak mengetahui bahawa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi..”(Al Hajj:70)
“Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al Hasyr:22)
Tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah SWT. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah SWT:
“Di sisi-Nya segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang” (Al An’am:59)
Ilmu Allah SWT maha luas, tidak terjangkau dan tak terbayangkan oleh akal fikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang telah berlaku, dan yang akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluk manapun tidak akan mampu menyelami lautan ilmu Allah SWT. Bahkan untuk mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Dalam tubuh manusia tidak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin didalami semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan hal yang teramat rumit untuk dikaji. Belum lagi tentang astronomi, berapa banyak bintang, galaksi di langit, berapa jauhnya, bagaimana cara mencapainya, proses terjadinya, apakah ada penghuninya, dan sebagainya. Jika kita menatap ke luar angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari itu. Andaikan saja ada manusia yang menguasai planet bumi sebagai milik peribadinya, maka di hadapan alam di ruang angkasa ini dia hanyalah memiliki debu yang tidak bererti. Jika ada saja manusia menguasai bumi, dia hanya menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah SWT tidak akan tertandingi sedikitpun jua.
Allah SWT menggambarkan betapa kecil dan tak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT, dengan perumpamaan air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah SWT, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut dituliskan:
”Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelumhabis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula” (Al Kahfi:109)
“Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Luqman:27).
Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isi dan peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan fenomena yang sangat mengesankan dan menakjubkan akal serta hati sanubari manusia. Itulah alam semesta. Semaklah firman Allah SWT ini:
“Dia lah Allah Yang menciptakan, Yang mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi . Dan Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Hasyr: 24).
Hendaknya manusia senantiasa men-taddaburi ayat-ayat-Nya, baik yang qauliyah mahupun kauniyah. Ini kerana di sana terdapat lautan ilmu-Nya,serta dorongan dan motivasi untuk mengkaji mahupun melaksanakannya.
Hakikatnya Ilmu Kita Milik Yang Maha Mengetahui...
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Dalam asmaul husna Allah SWT disebut sebagai Al ‘Alim (Yang Maha Mengetahui).
Bahawasanya ilmu Allah SWT tidak terbatas. Dia mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi, yang dahulu, sekarang ataupun masa depan, baik yang ghaib mahupun yang nyata:
“Apakah kamu tidak mengetahui bahawa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi..”(Al Hajj:70)
“Dialah Allah, Yang tiada Tuhan selain Dia. Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Dialah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang” (Al Hasyr:22)
Tidak ada satupun yang tersembunyi bagi Allah SWT. Sebutir biji di dalam gelap gulita bumi yang berlapis tetap diketahui Allah SWT:
“Di sisi-Nya segala anak kunci yang ghaib, tiadalah yang mengetahui kecuali Dia sendiri. Dia mengetahui apa-apa yang ada di daratan dan di lautan. Tiada gugur sehelai daun kayu pun, melainkan Dia mengetahuinya, dan tiada sebuah biji dalam gelap gulita bumi dan tiada pula benda yang basah dan yang kering, melainkan semuanya dalam Kitab yang terang” (Al An’am:59)
Ilmu Allah SWT maha luas, tidak terjangkau dan tak terbayangkan oleh akal fikiran, tiada terbatas. Dia mengetahui apa yang telah berlaku, dan yang akan terjadi serta yang mengaturnya. Manusia, malaikat, dan makhluk manapun tidak akan mampu menyelami lautan ilmu Allah SWT. Bahkan untuk mengetahui ciptaan Allah saja manusia tidak akan mampu. Dalam tubuh manusia tidak semuanya terjangkau oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Semakin didalami semakin jauh pula yang harus dijangkau, semakin banyak misteri yang harus dipecahkan, seperti jaringan kerja otak manusia masih merupakan hal yang teramat rumit untuk dikaji. Belum lagi tentang astronomi, berapa banyak bintang, galaksi di langit, berapa jauhnya, bagaimana cara mencapainya, proses terjadinya, apakah ada penghuninya, dan sebagainya. Jika kita menatap ke luar angkasa betapa kecil bumi ini bagaikan debu bahkan lebih kecil dari itu. Andaikan saja ada manusia yang menguasai planet bumi sebagai milik peribadinya, maka di hadapan alam di ruang angkasa ini dia hanyalah memiliki debu yang tidak bererti. Jika ada saja manusia menguasai bumi, dia hanya menguasai debu. Sementara kekuasaan, kerajaan Allah SWT tidak akan tertandingi sedikitpun jua.
Allah SWT menggambarkan betapa kecil dan tak berdayanya manusia bila dibandingkan dengan ilmu Allah SWT, dengan perumpamaan air laut bahkan tujuh lautan dijadikan tinta untuk menulis kalimat Allah SWT, niscaya tidak akan habis-habisnya kalimat Allah tersebut dituliskan:
”Katakanlah, kalau sekiranya lautan menjadi tinta untuk menulis kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelumhabis ditulis kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun kami datangkan tambahan sebanyak itu pula” (Al Kahfi:109)
“Dan seandainya pohon-pohon di muka bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan lagi, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (Luqman:27).
Allah SWT telah menciptakan langit dan bumi dengan segala isi dan peristiwa yang terkandung di dalamnya merupakan fenomena yang sangat mengesankan dan menakjubkan akal serta hati sanubari manusia. Itulah alam semesta. Semaklah firman Allah SWT ini:
“Dia lah Allah Yang menciptakan, Yang mengadakan, Yang Membentuk Rupa, Yang Mempunyai Nama-nama Yang Paling Baik. Bertasbih kepada-Nya apa yang ada di langit dan di bumi . Dan Dia lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Al Hasyr: 24).
Hendaknya manusia senantiasa men-taddaburi ayat-ayat-Nya, baik yang qauliyah mahupun kauniyah. Ini kerana di sana terdapat lautan ilmu-Nya,serta dorongan dan motivasi untuk mengkaji mahupun melaksanakannya.
Wednesday, November 04, 2009
Jihad melawan hawanafsu ini pula terbahagi kepada 4 bahagian:-
1. Berjihad untuk mendapat hidayah(petunjuk) daripada Allah SWT.- kita berusaha, berikhtiar untuk mendapat petunjuk daripada Allah SWT.(petunjuk Allah ialah Islam itu sendiri).
2. Melaksanakan Islam, petunjuk Allah SWT itu di dalam kehidupan kita setiap hari dalam pelbagai aspek kehidupan kita.
3. Menyampaikan Islam yang telah kita laksanakan itu kepada orang lain.
4. Bersabar di dalam menyampaikan Islam kepada orang lain.
Jadi ada 4 peringkat jihad didalam melawan hawa nafsu ini yang mana apabila kita memperlengkapkan keempat-empat peringkat jihad ini maka barulah sempurna proses jihad kita melawan hawanafsu ini. Ini bermakna di dalam hidup kita ini setiap masa berkehendakkan kepada jihad dan lebih-lebih lagilah apabila kita hendak melahirkan dan melaksanakan Islam. Jadi di mana kita memperkatakan Islam maka di situlah kena ada jihad tidak kiralah sama ada diperingkat individu ataupun diperingkat jamaah. Kita seorang-seorang memerlukan jihad apabila nak melaksanakan Islam dan kita bersama-sama dengan sahabat-sahabat ataupun jamaah juga memerlukan jihad untuk melaksanakan Islam.
Mujahadah itu sebenarnya mempunyai makna yang cukup luas. Kita datang ke sini merupakan satu bentuk mujahadah, kita mendekatkan diri kita kepada suasana yang soleh, mendekatkan diri kepada sumber-sumber tarbiah yang betul seperti Al-Qur'an Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW serta buku-buku yang dikarang oleh ulama-'ulama' yang muktabar semua itu termasuk dalam mujahadah. Kita hadir dalam halaqat, dalam tamrin dan program-program yang kita rancang, itu juga dikira mujahadah. Kita pergi menziarahi sahabat-sahabat kita, kita pergi menziarahi sanak-saudara kita dalam rangka nak menyebarkan kefahaman Islam misalnya pun dikira sebagai mujahadah,mujahadah untuk kita mendapat hidayah/petunjuk daripada Allah SWT.
Kita mendampingi orang-orang yang tertentu yang boleh membawa kita ke jalan yang haq maka itu juga dikira sebagai mujahadah. Kita mengelakkan diri kita daripada gangguan-gangguan maksiat, menjauhkan diri kita, anak-isteri, keluarga dan sahabat-sahabat kita daripada suasana-suasana yang tidak Islam dan dorongan-dorongan hawanafsu yang menyesatkan semua itu juga termasuk dalam usaha kita bermujahadah. Jadi alangkah luasnya kerja-kerja mujahadah yang perlu kita lakukan dalam rangka untuk kita mendapat hidayah daripada Allah SWT. Jadi semua usaha dan kerja-kerja yang kita lakukan sekiranya dibuat dengan penuh keikhlasan kerana Allah SWT maka itulah yang merupakan titik tolak yang betul ke arah untuk kita mendapat hidayah daripada Allah SWT. Jadi sekiranya apa yang kita buat, niat kita lillahi taala maka itulah jalan yang akan menyampaikan kita kepada hidayah Allah dan seterusnya membawa kita kepada makam(kedudukan) al-muttaqin ataupun orang-orang yang bertaqwa.
Untuk menuju ke arah muttaqin, untuk sampai kepada kedudukan orang-orang yang bertaqwa ini, kita dapati banyak berlaku kesalahan-kesalahan. Kita dapati di sana orang-orang yang salah didalam memahami konsep mujahadah ini, mereka melakukan mujahadah dengan konsep mereka yang tersendiri. Maka dengan sebab itulah kita dapati ramai yang bermujahadah tetapi tidak sampai kepada natijah yang betul yakni tidak mendapat hidayah daripada Allah SWT dan tidak dapat menjadi orang-orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka bermujahadah tetapi tidak mendapat hidayah dan taqwa. Jadi inilah yang betul-betul kita hendak jaga supaya jalan yang kita lalui itu betul-betul mendapat taufik ataupun persetujuan daripada Allah SWT. Dalam hendak memastikan kita bermujahadah ini dengan taufik/jalan yang dipersetujui oleh Allah SWT ini maka sebab itulah kita tidak memilih jalan yang lain melainkan jalan ataupun uslub yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dalam rangka kita bermujahadah ini dan juga dalam rangka kita nak kembali mengambil Islam. Jadi kita bermujahadah ikut uslub Rasulullah SAW dan kita mengambil Islam ini juga ikut uslub ataupun jalan sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.
Justeru itu tidaklah boleh kita membuat kesimpulan manakala kita hendak bermujahadah kita buat menurut cara kita sendiri ataupun tektik tersendiri tanpa melihat dan mengikuti uslub yang sebenarnya yakni uslub Rasulullah SAW. Kita tidak boleh buat ataupun fikir dengan cara kita sendiri di dalam bermujahadah ini. Dalam hal mengikuti jalan yang betul untuk bermujahadah ini telah berlaku kekeliruan di dalam kefahaman dan jalan-jalan yang hendak diambil akibat daripada kejahilan seseorang itu tentang konsep mujahadah yang sebenarnya. Kejahilan seseorang itu terhadap jalan mujahadah yang telah dilalui oleh baginda Rasulullah SAW itulah yang menyebabkan berlakunya kesalahan-kesalahan, ketidak-fahaman dan kekeliruan-keliruan di dalam melaksanakan mujahadah ini.
Di sini perlulah memahami betul-betul qadiah ataupun permasalahan mujahadah ini dan jalan-jalan yang perlu kita ikuti di dalam rangka untuk kita mendapatkan hidayah daripada Allah SWT dan menjadi manusia yang benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT. Jadi sebagaimana yang kita jelaskan tadi sekirannya jalan yang kita ikuti dalam bermujahadah ini tidak betul, walaupun kita bersungguh-sungguh melakukan mujahadah ini, kita mencurahkan masa dan tenaga , wang ringgit dan harta benda yang banyak tetapi kejalan yang tidak betul maka semuanya itu akan menjadi sia-sia sahaja dan tidak akan mendapat taufik dan hidayah daripada Allah SWT. Kita tidak akan sampai kepada petunjuk dan taqwa yang sebenarnya.
Di dalam hal bermujahadah ini Ustadz Syed Hawwa menjelaskan," Kita mestilah bermula daripada noktah iman kepada Allah SWT dan bermula dengan noktah mentauhidkan/mengEsakan Allah SWT ". Mujahadah yang betul itu mestilah bermula dengan beriman kepada Allah dan beriman kepada prinsip-prinsip keimanan yang lain serta bermula dengan mentauhidkan dan mengEsakan Allah SWT. Mujahadah itu mestilah bertitik-tolak dengan beriman kepada Allah dan beriman kepada prinsip-prinsip keimanan yang lain seperti beriman kepada Muhammadur Rasulullah dan yang lain-lain lagi. Hakikat ini mestilah diterima secara disedari .Ianya tidak boleh dialpakan ataupun dilalaikan sebab mungkin sesaorang muslim yang lahir di dalam suasana Islam ataupun yang lahir ditengah-tengah masyarakat Islam maka dia tidak akan merasai bahawa perkara ini disuruh dan dituntut yakni supaya dia bermujahadah bermula dengan beriman kepada Allah SWT. Bila kita sudah ada biah solehah(suasana yang Islamik) maka mungkin boleh berlaku di mana seseorang muslim yang lahir di dalam biah yang seperti ini, dia tidak merasa perkara ini dituntut yakni supaya dia bermujahadah bermula dengan keimanan kepada Allah SWT. Jadi inilah satu kesilapan yang besar yang telah berlaku di dalam sejarah Islam. Kita dapati apabila wujudnya Daulah Islamiah dalam waktu yang agak panjang maka telah lahirlah umat Islam yakni generasi-generasi yang baru di dalam daulah tadi tetapi manakala tidak diingatkan kepada mereka tentang perlunya mereka bermujahadah bermula dengan beriman kepada Allah SWT dalam ertikata yang sebenarnya maka berlakulah berbagai-bagai masalah di dalam perkembangan dakwah Islam ini.
Inilah kesalahan yang telah berlaku di dalam masyarakat Islam beberapa masa yang lalu. Bila sudah banyak umat Islam, semua Islam, individu Islam, keluarga Islam, masyarakat Islam dan daulah Islam maka terlupa mereka kepada satu hakikat untuk mengajak generasi yang baru ini kepada merasai apa yang pernah dirasai oleh generasi yang awal yakni bermujahadah dengan titik tolak keimanan kepada Allah SWT dan mentauhidkan serta mengEsakan Allah SWT. Dalam realiti kita, kalau kita tidak ambil berat ataupun kita tak memperdulikan perkara ini maka itulah yang akan membawa kepincangan kepada perkembangan Jamaah Islamiah yang kita dukung ini.
Biah ataupun suasana yang ada pada hari ini yang diwujud dan dirancang kewujudannya oleh sistem yang ada pada hari ini lambat laun akan mempengaruhi umat Islam dan tidak dinafikan kemungkinan kita juga boleh lari meninggalkan suasana Islam ini kepada suasana yang lain meskipun di sana masih terdapat keperibadian Islam yang masih boleh diperlihatkan. Namun sekiranya umat ini larut di dalam kemewahan syaksiah Islamiah sehinggakan terlupa kepada hakikat untuk bermujahadah ataupun perlunya setiap individu itu mengislahkan dan berusaha untuk dia kembali bermujahadah bermula dengan keimanan kepada Allah SWT maka kemungkinan untuk dia larut di dalam suasana yang tidak Islamik itu boleh berlaku.
Al-Qaid pernah berkata, " Perkara ini kalau kita tak perkenalkan atau kita tidak tekankan betul-betul di dalam proses tarbiah kita kepada generasi yang baru ini maka itu merupakan satu kesalahan yang besar di dalam kerja-kerja amal Islami yang kita lakukan ". Kalau kita tidak kata MUJAHADAH MESTI BERMULA DENGAN KEIMANAN KEPADA ALLAH SWT ,walaupun kita lahirkan mereka ditengah-tengah masyarakat Islam, tetapi kita akan kehilangan mereka, mereka akan diambil oleh sistem yang ada pada hari ini.
Walaupun kita berusaha ke arah perkembangan jamaah kita, kita menyusun banyak perancangan yang baru di dalam hendak memperkuatkan lagi struktur perkembangan Jamaah Islam tetapi bagi sahabat-sahabat yang baru janganlah kita lupa untuk memperjelaskan kepada mereka bahawa mujahadah ini mestilah bermula dengan kita beriman kepada Allah SWT. Mesti bermula dengan kita mentauhidkan Allah SWT dan mengEsakan Allah SWT. Maknanya di sini, setiap masa, setiap peringkat , setiap perkembangan dan setiap suasana , bagi setiap individu dan jamaah ataupun sesiapa sahaja yang berhajatkan kepada Islam maka mujahadahnya mestilah bermula dengan keimanan kepada Allah SWT. Tidak kira waktu, tidak kira tempat ataupun suasana, apabila dia bermujahadah maka dia mestilah bermula dengan menyelesaikan permasalahan awal iaitu beriman dan mentauhidkan Allah SWT. Itulah jalan mujahadah yang sebenarnya.
Kita dapati apabila berlaku kesilapan di dalam memahami konsep mujahadah ini maka akan berlakulah kerja yang sia-sia yang mana kita nampak semacam tidak mendapat hidayah daripada Allah SWT.
Oleh itu dalam rangka bermujahadah ini kita juga mengharapkan agar kita dapat mencerminkan sifat ataupun keperibadian Islam yang sebenar. Kita ingin menunjukkan Syaksiah Islam yang sempurna. Maka untuk tujuan itulah kita kena pastikan bahawa mujahadah yang kita lakukan mestilah bermula/bertitik tolak daripada keimanan kepada Allah SWT.
Kita lihat di dalam sirah yakni dizaman Rasulullah SAW dan para sahabat telah berlaku satu perubahan dan peralihan yang sungguh besar di dalam masyarakat Islam ketika itu di mana telah lahir betul-betul di dalam masyakat dan juga generasi para sahabat ketika itu mereka-mereka yang benar-benar bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT. Proses mujahadah yang mereka lakukan benar-benar telah menampakkan perubahan dan peralihan yang menyeluruh yakni daripada kufur kepada Iman dan daripada jahiliah kepada Islam.
Setelah terlaksana proses mujahadah yang bermula dengan beriman dan mentauhidkan Allah SWT serta memperbetulkan aqidah kita maka selepas itu barulah akan sampai pula kepada marhalah ataupun peringkat mujahadah yang kedua iaitu mujahadah untuk melaksanakan tugas-tugas yang diwajibkan, mujahadah untuk melaksanakan kewajipan yang difardukan oleh Islam dan juga mujahadah untuk meninggalkan perkara-perkara yang ditegah oleh Islam. Manakala telah sempurna mujahadah yang pertama tadi yakni mujahadah untuk beriman dan mentauhidkan Allah SWT maka barulah dia sampai kepada peringkat yang kedua yakni menyempurnakan Islam yang minima mengerjakan semua yang wajib dan meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah SWT) di dalam semua aspek kehidupan kita setiap hari . Diperingkat ini barulah seseorang itu dapat melakukan ibadahnya dengan betul, dia mendirikan solat lima waktu dengan betul, berpuasa pada bulan ramadan dengan betul, memberi zakat, naik haji dan melaksanakan amal Islami (kerja-kerja Islam) yang betul dalam ertikata yang sebenarnya.
Jadi kita sebagai anggota-anggota di dalam jamaah Islamiah yang mengikuti tarbiah ini mestilah terlebih dahulu mengikatkan hati kita dengan keimanan kepada Allah SWT. Sekiranya hati ini tidak diikat dengan keimanan kepada Allah SWT terlebih dahulu maka mujahadah-mujahadah yang lain itu dia akan jadi satu tradisi sahaja. Solat jadi tradisi, puasa tradisi ataupun dalam realiti kita yang berulang-alik menghadiri program-program halaqat, tamrin dan sebagainya tetapi tidak jelas betul-betul pada kita tentang hakikat mujahadah yang pertama ini maka penglibatan kita itu juga akan menjadi tradisi sahaja. Tidak ada keberkesanan yang sebenarnya. Maka sebab itulah di dalam proses tarbiah ini kita nak bawa hati dan jiwa kita ini merasai betul-betul akan hakikat keimanan dan hakikat mentauhidkan Allah SWT. Kita hendak ikatkan hati kita ini dengan keimanan kepada Allah SWT dan bukannya hendak ikatkan dia kepada yang rutin. Kita tak mahu berlaku yang macam ini, misalnya dalam halaqat dia hadir, dalam tamrin dia hadir dan dalam aktiviti-aktiviti yang lain dia juga hadir tetapi tidak diikat betul-betul dengan keimanan kepada Allah SWT. Jadi kita nak dia hadir itu adalah dalam rangka untuk merasai hubungan dia dengan Allah SWT, hubungan hati dan ruh dia dengan pencipta dia yakni Allah SWT.
Apabila telah sampai keperingkat mujahadah yang kedua tadi, kita melaksanakan yang fardu dan meninggalkan yang haram dengan betul maka insyaAllah penigkatan diri kita akan menjadi suatu yang cukup soleh. Akan bertambah lagi hidayah Allah SWT kepada kita yang seterusnya akan meningkatkan dan menyempurnakan lagi ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Itulah diantara beberapa panduan mengenai jalan-jalan mujahadah yang perlu kita lalui dan kita nak ajak mereka-mereka yang lain, anak-isteri kita, keluarga kita, saudara-mara dan masyarakat semua melaluinya dalam rangka untuk menyempurnakan perhambaan kita kepada Allah SWT dan dalam rangka untuk kita menuju kepada taqwa dalam ertikata yang sebenarnya. Kuatnya kita (umat Islam) ini adalah kerana kuatnya taqwa yang ada pada setiap individu di dalam Jamaah Islamiah ini. Kekuatan taqwa ini hendaklah sentiasa kita jaga dengan proses mujahadah ini, proses di mana kita berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan hidayah Allah SWT pada setiap masa, setiap suasana dan setiap ketika.
Mujahadah (2)
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Jihad melawan hawanafsu ini pula terbahagi kepada 4 bahagian:-
1. Berjihad untuk mendapat hidayah(petunjuk) daripada Allah SWT.- kita berusaha, berikhtiar untuk mendapat petunjuk daripada Allah SWT.(petunjuk Allah ialah Islam itu sendiri).
2. Melaksanakan Islam, petunjuk Allah SWT itu di dalam kehidupan kita setiap hari dalam pelbagai aspek kehidupan kita.
3. Menyampaikan Islam yang telah kita laksanakan itu kepada orang lain.
4. Bersabar di dalam menyampaikan Islam kepada orang lain.
Jadi ada 4 peringkat jihad didalam melawan hawa nafsu ini yang mana apabila kita memperlengkapkan keempat-empat peringkat jihad ini maka barulah sempurna proses jihad kita melawan hawanafsu ini. Ini bermakna di dalam hidup kita ini setiap masa berkehendakkan kepada jihad dan lebih-lebih lagilah apabila kita hendak melahirkan dan melaksanakan Islam. Jadi di mana kita memperkatakan Islam maka di situlah kena ada jihad tidak kiralah sama ada diperingkat individu ataupun diperingkat jamaah. Kita seorang-seorang memerlukan jihad apabila nak melaksanakan Islam dan kita bersama-sama dengan sahabat-sahabat ataupun jamaah juga memerlukan jihad untuk melaksanakan Islam.
Mujahadah itu sebenarnya mempunyai makna yang cukup luas. Kita datang ke sini merupakan satu bentuk mujahadah, kita mendekatkan diri kita kepada suasana yang soleh, mendekatkan diri kepada sumber-sumber tarbiah yang betul seperti Al-Qur'an Al-Karim dan Sunnah Rasulullah SAW serta buku-buku yang dikarang oleh ulama-'ulama' yang muktabar semua itu termasuk dalam mujahadah. Kita hadir dalam halaqat, dalam tamrin dan program-program yang kita rancang, itu juga dikira mujahadah. Kita pergi menziarahi sahabat-sahabat kita, kita pergi menziarahi sanak-saudara kita dalam rangka nak menyebarkan kefahaman Islam misalnya pun dikira sebagai mujahadah,mujahadah untuk kita mendapat hidayah/petunjuk daripada Allah SWT.
Kita mendampingi orang-orang yang tertentu yang boleh membawa kita ke jalan yang haq maka itu juga dikira sebagai mujahadah. Kita mengelakkan diri kita daripada gangguan-gangguan maksiat, menjauhkan diri kita, anak-isteri, keluarga dan sahabat-sahabat kita daripada suasana-suasana yang tidak Islam dan dorongan-dorongan hawanafsu yang menyesatkan semua itu juga termasuk dalam usaha kita bermujahadah. Jadi alangkah luasnya kerja-kerja mujahadah yang perlu kita lakukan dalam rangka untuk kita mendapat hidayah daripada Allah SWT. Jadi semua usaha dan kerja-kerja yang kita lakukan sekiranya dibuat dengan penuh keikhlasan kerana Allah SWT maka itulah yang merupakan titik tolak yang betul ke arah untuk kita mendapat hidayah daripada Allah SWT. Jadi sekiranya apa yang kita buat, niat kita lillahi taala maka itulah jalan yang akan menyampaikan kita kepada hidayah Allah dan seterusnya membawa kita kepada makam(kedudukan) al-muttaqin ataupun orang-orang yang bertaqwa.
Untuk menuju ke arah muttaqin, untuk sampai kepada kedudukan orang-orang yang bertaqwa ini, kita dapati banyak berlaku kesalahan-kesalahan. Kita dapati di sana orang-orang yang salah didalam memahami konsep mujahadah ini, mereka melakukan mujahadah dengan konsep mereka yang tersendiri. Maka dengan sebab itulah kita dapati ramai yang bermujahadah tetapi tidak sampai kepada natijah yang betul yakni tidak mendapat hidayah daripada Allah SWT dan tidak dapat menjadi orang-orang yang benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT. Mereka bermujahadah tetapi tidak mendapat hidayah dan taqwa. Jadi inilah yang betul-betul kita hendak jaga supaya jalan yang kita lalui itu betul-betul mendapat taufik ataupun persetujuan daripada Allah SWT. Dalam hendak memastikan kita bermujahadah ini dengan taufik/jalan yang dipersetujui oleh Allah SWT ini maka sebab itulah kita tidak memilih jalan yang lain melainkan jalan ataupun uslub yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW dalam rangka kita bermujahadah ini dan juga dalam rangka kita nak kembali mengambil Islam. Jadi kita bermujahadah ikut uslub Rasulullah SAW dan kita mengambil Islam ini juga ikut uslub ataupun jalan sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Rasulullah SAW.
Justeru itu tidaklah boleh kita membuat kesimpulan manakala kita hendak bermujahadah kita buat menurut cara kita sendiri ataupun tektik tersendiri tanpa melihat dan mengikuti uslub yang sebenarnya yakni uslub Rasulullah SAW. Kita tidak boleh buat ataupun fikir dengan cara kita sendiri di dalam bermujahadah ini. Dalam hal mengikuti jalan yang betul untuk bermujahadah ini telah berlaku kekeliruan di dalam kefahaman dan jalan-jalan yang hendak diambil akibat daripada kejahilan seseorang itu tentang konsep mujahadah yang sebenarnya. Kejahilan seseorang itu terhadap jalan mujahadah yang telah dilalui oleh baginda Rasulullah SAW itulah yang menyebabkan berlakunya kesalahan-kesalahan, ketidak-fahaman dan kekeliruan-keliruan di dalam melaksanakan mujahadah ini.
Di sini perlulah memahami betul-betul qadiah ataupun permasalahan mujahadah ini dan jalan-jalan yang perlu kita ikuti di dalam rangka untuk kita mendapatkan hidayah daripada Allah SWT dan menjadi manusia yang benar-benar bertaqwa kepada Allah SWT. Jadi sebagaimana yang kita jelaskan tadi sekirannya jalan yang kita ikuti dalam bermujahadah ini tidak betul, walaupun kita bersungguh-sungguh melakukan mujahadah ini, kita mencurahkan masa dan tenaga , wang ringgit dan harta benda yang banyak tetapi kejalan yang tidak betul maka semuanya itu akan menjadi sia-sia sahaja dan tidak akan mendapat taufik dan hidayah daripada Allah SWT. Kita tidak akan sampai kepada petunjuk dan taqwa yang sebenarnya.
Di dalam hal bermujahadah ini Ustadz Syed Hawwa menjelaskan," Kita mestilah bermula daripada noktah iman kepada Allah SWT dan bermula dengan noktah mentauhidkan/mengEsakan Allah SWT ". Mujahadah yang betul itu mestilah bermula dengan beriman kepada Allah dan beriman kepada prinsip-prinsip keimanan yang lain serta bermula dengan mentauhidkan dan mengEsakan Allah SWT. Mujahadah itu mestilah bertitik-tolak dengan beriman kepada Allah dan beriman kepada prinsip-prinsip keimanan yang lain seperti beriman kepada Muhammadur Rasulullah dan yang lain-lain lagi. Hakikat ini mestilah diterima secara disedari .Ianya tidak boleh dialpakan ataupun dilalaikan sebab mungkin sesaorang muslim yang lahir di dalam suasana Islam ataupun yang lahir ditengah-tengah masyarakat Islam maka dia tidak akan merasai bahawa perkara ini disuruh dan dituntut yakni supaya dia bermujahadah bermula dengan beriman kepada Allah SWT. Bila kita sudah ada biah solehah(suasana yang Islamik) maka mungkin boleh berlaku di mana seseorang muslim yang lahir di dalam biah yang seperti ini, dia tidak merasa perkara ini dituntut yakni supaya dia bermujahadah bermula dengan keimanan kepada Allah SWT. Jadi inilah satu kesilapan yang besar yang telah berlaku di dalam sejarah Islam. Kita dapati apabila wujudnya Daulah Islamiah dalam waktu yang agak panjang maka telah lahirlah umat Islam yakni generasi-generasi yang baru di dalam daulah tadi tetapi manakala tidak diingatkan kepada mereka tentang perlunya mereka bermujahadah bermula dengan beriman kepada Allah SWT dalam ertikata yang sebenarnya maka berlakulah berbagai-bagai masalah di dalam perkembangan dakwah Islam ini.
Inilah kesalahan yang telah berlaku di dalam masyarakat Islam beberapa masa yang lalu. Bila sudah banyak umat Islam, semua Islam, individu Islam, keluarga Islam, masyarakat Islam dan daulah Islam maka terlupa mereka kepada satu hakikat untuk mengajak generasi yang baru ini kepada merasai apa yang pernah dirasai oleh generasi yang awal yakni bermujahadah dengan titik tolak keimanan kepada Allah SWT dan mentauhidkan serta mengEsakan Allah SWT. Dalam realiti kita, kalau kita tidak ambil berat ataupun kita tak memperdulikan perkara ini maka itulah yang akan membawa kepincangan kepada perkembangan Jamaah Islamiah yang kita dukung ini.
Biah ataupun suasana yang ada pada hari ini yang diwujud dan dirancang kewujudannya oleh sistem yang ada pada hari ini lambat laun akan mempengaruhi umat Islam dan tidak dinafikan kemungkinan kita juga boleh lari meninggalkan suasana Islam ini kepada suasana yang lain meskipun di sana masih terdapat keperibadian Islam yang masih boleh diperlihatkan. Namun sekiranya umat ini larut di dalam kemewahan syaksiah Islamiah sehinggakan terlupa kepada hakikat untuk bermujahadah ataupun perlunya setiap individu itu mengislahkan dan berusaha untuk dia kembali bermujahadah bermula dengan keimanan kepada Allah SWT maka kemungkinan untuk dia larut di dalam suasana yang tidak Islamik itu boleh berlaku.
Al-Qaid pernah berkata, " Perkara ini kalau kita tak perkenalkan atau kita tidak tekankan betul-betul di dalam proses tarbiah kita kepada generasi yang baru ini maka itu merupakan satu kesalahan yang besar di dalam kerja-kerja amal Islami yang kita lakukan ". Kalau kita tidak kata MUJAHADAH MESTI BERMULA DENGAN KEIMANAN KEPADA ALLAH SWT ,walaupun kita lahirkan mereka ditengah-tengah masyarakat Islam, tetapi kita akan kehilangan mereka, mereka akan diambil oleh sistem yang ada pada hari ini.
Walaupun kita berusaha ke arah perkembangan jamaah kita, kita menyusun banyak perancangan yang baru di dalam hendak memperkuatkan lagi struktur perkembangan Jamaah Islam tetapi bagi sahabat-sahabat yang baru janganlah kita lupa untuk memperjelaskan kepada mereka bahawa mujahadah ini mestilah bermula dengan kita beriman kepada Allah SWT. Mesti bermula dengan kita mentauhidkan Allah SWT dan mengEsakan Allah SWT. Maknanya di sini, setiap masa, setiap peringkat , setiap perkembangan dan setiap suasana , bagi setiap individu dan jamaah ataupun sesiapa sahaja yang berhajatkan kepada Islam maka mujahadahnya mestilah bermula dengan keimanan kepada Allah SWT. Tidak kira waktu, tidak kira tempat ataupun suasana, apabila dia bermujahadah maka dia mestilah bermula dengan menyelesaikan permasalahan awal iaitu beriman dan mentauhidkan Allah SWT. Itulah jalan mujahadah yang sebenarnya.
Kita dapati apabila berlaku kesilapan di dalam memahami konsep mujahadah ini maka akan berlakulah kerja yang sia-sia yang mana kita nampak semacam tidak mendapat hidayah daripada Allah SWT.
Oleh itu dalam rangka bermujahadah ini kita juga mengharapkan agar kita dapat mencerminkan sifat ataupun keperibadian Islam yang sebenar. Kita ingin menunjukkan Syaksiah Islam yang sempurna. Maka untuk tujuan itulah kita kena pastikan bahawa mujahadah yang kita lakukan mestilah bermula/bertitik tolak daripada keimanan kepada Allah SWT.
Kita lihat di dalam sirah yakni dizaman Rasulullah SAW dan para sahabat telah berlaku satu perubahan dan peralihan yang sungguh besar di dalam masyarakat Islam ketika itu di mana telah lahir betul-betul di dalam masyakat dan juga generasi para sahabat ketika itu mereka-mereka yang benar-benar bertaqwa dan beriman kepada Allah SWT. Proses mujahadah yang mereka lakukan benar-benar telah menampakkan perubahan dan peralihan yang menyeluruh yakni daripada kufur kepada Iman dan daripada jahiliah kepada Islam.
Setelah terlaksana proses mujahadah yang bermula dengan beriman dan mentauhidkan Allah SWT serta memperbetulkan aqidah kita maka selepas itu barulah akan sampai pula kepada marhalah ataupun peringkat mujahadah yang kedua iaitu mujahadah untuk melaksanakan tugas-tugas yang diwajibkan, mujahadah untuk melaksanakan kewajipan yang difardukan oleh Islam dan juga mujahadah untuk meninggalkan perkara-perkara yang ditegah oleh Islam. Manakala telah sempurna mujahadah yang pertama tadi yakni mujahadah untuk beriman dan mentauhidkan Allah SWT maka barulah dia sampai kepada peringkat yang kedua yakni menyempurnakan Islam yang minima mengerjakan semua yang wajib dan meninggalkan semua yang dilarang oleh Allah SWT) di dalam semua aspek kehidupan kita setiap hari . Diperingkat ini barulah seseorang itu dapat melakukan ibadahnya dengan betul, dia mendirikan solat lima waktu dengan betul, berpuasa pada bulan ramadan dengan betul, memberi zakat, naik haji dan melaksanakan amal Islami (kerja-kerja Islam) yang betul dalam ertikata yang sebenarnya.
Jadi kita sebagai anggota-anggota di dalam jamaah Islamiah yang mengikuti tarbiah ini mestilah terlebih dahulu mengikatkan hati kita dengan keimanan kepada Allah SWT. Sekiranya hati ini tidak diikat dengan keimanan kepada Allah SWT terlebih dahulu maka mujahadah-mujahadah yang lain itu dia akan jadi satu tradisi sahaja. Solat jadi tradisi, puasa tradisi ataupun dalam realiti kita yang berulang-alik menghadiri program-program halaqat, tamrin dan sebagainya tetapi tidak jelas betul-betul pada kita tentang hakikat mujahadah yang pertama ini maka penglibatan kita itu juga akan menjadi tradisi sahaja. Tidak ada keberkesanan yang sebenarnya. Maka sebab itulah di dalam proses tarbiah ini kita nak bawa hati dan jiwa kita ini merasai betul-betul akan hakikat keimanan dan hakikat mentauhidkan Allah SWT. Kita hendak ikatkan hati kita ini dengan keimanan kepada Allah SWT dan bukannya hendak ikatkan dia kepada yang rutin. Kita tak mahu berlaku yang macam ini, misalnya dalam halaqat dia hadir, dalam tamrin dia hadir dan dalam aktiviti-aktiviti yang lain dia juga hadir tetapi tidak diikat betul-betul dengan keimanan kepada Allah SWT. Jadi kita nak dia hadir itu adalah dalam rangka untuk merasai hubungan dia dengan Allah SWT, hubungan hati dan ruh dia dengan pencipta dia yakni Allah SWT.
Apabila telah sampai keperingkat mujahadah yang kedua tadi, kita melaksanakan yang fardu dan meninggalkan yang haram dengan betul maka insyaAllah penigkatan diri kita akan menjadi suatu yang cukup soleh. Akan bertambah lagi hidayah Allah SWT kepada kita yang seterusnya akan meningkatkan dan menyempurnakan lagi ketaqwaan kita kepada Allah SWT. Itulah diantara beberapa panduan mengenai jalan-jalan mujahadah yang perlu kita lalui dan kita nak ajak mereka-mereka yang lain, anak-isteri kita, keluarga kita, saudara-mara dan masyarakat semua melaluinya dalam rangka untuk menyempurnakan perhambaan kita kepada Allah SWT dan dalam rangka untuk kita menuju kepada taqwa dalam ertikata yang sebenarnya. Kuatnya kita (umat Islam) ini adalah kerana kuatnya taqwa yang ada pada setiap individu di dalam Jamaah Islamiah ini. Kekuatan taqwa ini hendaklah sentiasa kita jaga dengan proses mujahadah ini, proses di mana kita berusaha dan berikhtiar untuk mendapatkan hidayah Allah SWT pada setiap masa, setiap suasana dan setiap ketika.
Tuesday, November 03, 2009
Islam telah menunjukkan kepada kita beberapa jalan yang boleh menyampaikan kita kepada taqwa dan salah satu diantara jalan-jalan tersebut ialah dengan kita bermujahadah. Berhubung dengan mujahadah ini Ustadz Syed Hawwa menjelaskan," Kita bermujahadah ini adalah untuk mendapatkan petunjuk daripada Allah SWT ". Oleh itu mujahadah ialah jalan untuk kita mendapat petunjuk daripada Allah SWT agar petunjuk itu masuk ke dalam hati kita. Jadi maknanya untuk mendapat dan memperoleh hidayah daripada Allah SWT maka perlu kepada mujahadah. Mujahadah juga merupakan jalan untuk kita menambahkan petunjuk. Setelah kita mendapat petunjuk kita hendak tingkatkan dan tambah lagi hidayah daripada Allah SWT iaitu dengan cara kita mempertingkat mujahadah.
Untuk melaksanakan mujahadah ini kita perlu mengikuti jalan yang betul. Sebab banyak orang yang berusaha dan bermujahadah tetapi tidak mendapat bimbingan dan hidayah daripada Allah SWT. Banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan bermati-matian bermujahadah tetapi tidak mendapat petunjuk daripada Allah SWT. Kerana apa? kerana jalannya tidak betul yakni tidak mengikut jalan yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.
Hidayah Allah SWT merupakan mukaddimah kepada taqwa. Apabila seseorang itu mendapat hidayah daripada Allah SWT hasil daripada bermujahadah maka hidayah ataupun petunjuk yang diperolehinya itu adalah merupakan mukaddimah kepada taqwa, mukaddimah untuk dia menjadi seorang yang muttaqin yakni yang bertaqwa kepada Allah SWT. Ini bermakna taqwa itu diperolehi hasil dari anugerah hidayah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang bermujahadah. Taqwa bukan boleh kita buat-buat dalam jiwa kita tetapi dia mestilah dengan hidayah daripada Allah SWT. Ini bererti seseorang itu tidak boleh menjadi orang yang bertaqwa dengan akal fikirannya sendiri , dia nak berubah menjadi orang yang baik dengan menggunakan akal fikiran dia sendiri, tidak boleh, sebaliknya dia mestilah mendapat hidayah/petunjuk daripada Allah SWT dengan jalan bermujahadah sebagaimana yang disyariatkan oleh Allah SWT dan yang diajarkan oleh Islam kepada kita melalui Rasulullah SAW. Firman Allah SWT :
Terjemahannya:
"Dan orang-orang yang berjihaduntuk mencari keredhaan kami,benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang berbuat baik ".
( Surah al Ankabut : 69 )
Ini merupakan janji-janji Allah s.w.t kepada mereka yang bermujahadah, Allah s.w.t akan berikan kepada mereka hidayah. Sesungguhnya Allah s.w.t tidak pernah memungkiri janjinya. Sesungguhnya Allah benar-benar akan berserta dengan orang-orang yang berbuat baik.
Setelah mendapat hidayah daripada Allah SWT maka bermulalah kita menjadi seorang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Barulah kita menuju ke arah kehidupan orang-orang yang disebut sebagai Al-Muttaqin yakni yang bertaqwa kepada Allah SWT.Jika sekiranya kita tidak mendapat hidayah daripada Allah SWT maka ke arah menjadi orang-orang yang bertaqwa ini tidak akan wujud. Jadi kalau kita berusaha kuat mana sekalipun kalau tidak mendapat hidayah dari Allah SWT maka tidak akan ada mukaddimah, tidak akan ada permulaan ataupun titik tolak untuk kita menjadi seorang manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Oleh itu apabila kita bermujahadah ia akan menyampaikan kita kepada memperolehi hidayah daripada Allah SWT sementara hidayah yang kita perolehi itu pula akan menyampaikan kita kepada taqwa. Jadi itu hubungan di antara ketiga-tiga perkara, hubungan di antara mujahadah, hidayah, dan taqwa. Jadi mujahadah akan membawa kita kepada hidayah sementara hidayah pula akan membawa kita kepada taqwa. Jadi kalau kita tidak ikut jalan yang pertama ini yakni tidak bermujahadah maka tidak akan ada hidayah dan tidak ada taqwa dalam jiwa kita.
Satu perkara penting di dalam proses untuk kita bermujahadah dan mendapatkan hidayah daripada Allah SWT ialah uslub ataupun jalan-jalan yang kita lalui untuk bermujahadah itu mestilah mendapat taufik ataupun persetujuan daripada Allah SWT. Maknanya di sini, tidak semestinya orang yang bermujahadah itu akan mendapat hidayah daripada Allah SWT kerana ada orang yang bermujahadah tetapi dia tidak mendapat hidayah. Ini adalah kerana hikmah dan kebijaksanaan Allah SWT. Jadi kemungkinan ada berlaku kesilapan di dalam mujahadah seseorang itu ataupun dia bermujahadah tidak mengikut cara Rasulullah SAW bermujahadah, bagaimana Rasulullah SAW menunjukkan cara memperoses dan mengislah(memperbaiki) diri. Jadi dia bermujahdah tidak dengan taufik Allah SWT, tidak dengan persetujuan Allah SWT. Dia bermujahadah tanpa pertolongan dan hidayah daripada Allah SWT maka sebab itulah tidak melahirkan natijah yang sebenarnya.
Justeru itu di dalam langkah-langkah kita bermujahadah ke arah untuk mendapat hidayah dan taqwa daripada Allah SWT ini maka kita hendaklah memastikan terlebih dahulu bahawa jalan-jalan yang kita lalui di dalam bermujahadah ini mestilah terlebih dahulu mendapat taufik dan persetujuan daripada Allah SWT. Tidak boleh kita mereka-reka cara bermujahadah ini dengan akal fikiran ataupun dengan cara kita sendiri.
Titik-tolak yang betul untuk kita mendekatkan diri kepada Allah SWT ialah dengan bermujahadah. Kita berjihad dan berusaha. Sebab itulah ulama'-ulama' yang muktabar menggariskan bahawa jihad itu perlulah dijadikan sebagai matlamat hidup kita. Dalam hal matlamat hidup ini sekiranya kita baca Allah SWT berfirman;
Terjemahannya:
"Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka semua beribadah(mengabdikan diri) kepadaKu".
(Surah az Dzariyat : 56)
Walaupun istilah dia berbeza, matlamat kita ialah untuk beribadah kepada Allah, matlamat kita ialah untuk mengabdikan diri kepada Allah, matlamat kita ialah jihad untuk mencari keredhaan Allah tetapi disegi konsep/tasawwur ataupun perincian nya, dia akan menjurus kepada hakikat yang sama. Matlamat hidup kita sebagaimana yang telah digaris dan diperincikan oleh ulama'-ulama'yang muktabar ialah kita perlu menjadikan jihad itu sebagai tujuan kita diwujudkan. Kita diwujudkan adalah untuk berjihad menegakkan kalimah syahadah, menegakkan deen Allah SWT di atas muka bumi ini. Untuk itu sebelum kita berjihad hendaklah kita fahami jihad ini dengan betul kerana jihad ini ada bermacam-macam jenis dan ada tertibnya, yang mana perlu kita utamakan terlebih dahulu dan yang mana selepas itu. Jadi jihad ini ada jihad melawan hawa nafsu, melawan orang-orang kafir, melawan orang-orang munafik, orang-orang zalim dan sebagainya.
Jihad melawan hawanafsu merupakan jihad yang berterusan dan perlu diutamakan kerana hal ini telahpun dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya yang bermaksud :
" Seutama-utama jihad ialah orang yang berjihad terhadap hawanafsunya dalam mentaati Allah azzawajalla ".
Mujahadah (1)
Posted on by Abu Ridhwan with No comments
Islam telah menunjukkan kepada kita beberapa jalan yang boleh menyampaikan kita kepada taqwa dan salah satu diantara jalan-jalan tersebut ialah dengan kita bermujahadah. Berhubung dengan mujahadah ini Ustadz Syed Hawwa menjelaskan," Kita bermujahadah ini adalah untuk mendapatkan petunjuk daripada Allah SWT ". Oleh itu mujahadah ialah jalan untuk kita mendapat petunjuk daripada Allah SWT agar petunjuk itu masuk ke dalam hati kita. Jadi maknanya untuk mendapat dan memperoleh hidayah daripada Allah SWT maka perlu kepada mujahadah. Mujahadah juga merupakan jalan untuk kita menambahkan petunjuk. Setelah kita mendapat petunjuk kita hendak tingkatkan dan tambah lagi hidayah daripada Allah SWT iaitu dengan cara kita mempertingkat mujahadah.
Untuk melaksanakan mujahadah ini kita perlu mengikuti jalan yang betul. Sebab banyak orang yang berusaha dan bermujahadah tetapi tidak mendapat bimbingan dan hidayah daripada Allah SWT. Banyak kegiatan-kegiatan yang dilakukan dan bermati-matian bermujahadah tetapi tidak mendapat petunjuk daripada Allah SWT. Kerana apa? kerana jalannya tidak betul yakni tidak mengikut jalan yang telah dilaksanakan oleh Rasulullah SAW.
Hidayah Allah SWT merupakan mukaddimah kepada taqwa. Apabila seseorang itu mendapat hidayah daripada Allah SWT hasil daripada bermujahadah maka hidayah ataupun petunjuk yang diperolehinya itu adalah merupakan mukaddimah kepada taqwa, mukaddimah untuk dia menjadi seorang yang muttaqin yakni yang bertaqwa kepada Allah SWT. Ini bermakna taqwa itu diperolehi hasil dari anugerah hidayah yang diberikan oleh Allah SWT kepada orang-orang yang bermujahadah. Taqwa bukan boleh kita buat-buat dalam jiwa kita tetapi dia mestilah dengan hidayah daripada Allah SWT. Ini bererti seseorang itu tidak boleh menjadi orang yang bertaqwa dengan akal fikirannya sendiri , dia nak berubah menjadi orang yang baik dengan menggunakan akal fikiran dia sendiri, tidak boleh, sebaliknya dia mestilah mendapat hidayah/petunjuk daripada Allah SWT dengan jalan bermujahadah sebagaimana yang disyariatkan oleh Allah SWT dan yang diajarkan oleh Islam kepada kita melalui Rasulullah SAW. Firman Allah SWT :
Terjemahannya:
"Dan orang-orang yang berjihaduntuk mencari keredhaan kami,benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah berserta orang-orang yang berbuat baik ".
( Surah al Ankabut : 69 )
Ini merupakan janji-janji Allah s.w.t kepada mereka yang bermujahadah, Allah s.w.t akan berikan kepada mereka hidayah. Sesungguhnya Allah s.w.t tidak pernah memungkiri janjinya. Sesungguhnya Allah benar-benar akan berserta dengan orang-orang yang berbuat baik.
Setelah mendapat hidayah daripada Allah SWT maka bermulalah kita menjadi seorang yang bertaqwa kepada Allah SWT. Barulah kita menuju ke arah kehidupan orang-orang yang disebut sebagai Al-Muttaqin yakni yang bertaqwa kepada Allah SWT.Jika sekiranya kita tidak mendapat hidayah daripada Allah SWT maka ke arah menjadi orang-orang yang bertaqwa ini tidak akan wujud. Jadi kalau kita berusaha kuat mana sekalipun kalau tidak mendapat hidayah dari Allah SWT maka tidak akan ada mukaddimah, tidak akan ada permulaan ataupun titik tolak untuk kita menjadi seorang manusia yang bertaqwa kepada Allah SWT.
Oleh itu apabila kita bermujahadah ia akan menyampaikan kita kepada memperolehi hidayah daripada Allah SWT sementara hidayah yang kita perolehi itu pula akan menyampaikan kita kepada taqwa. Jadi itu hubungan di antara ketiga-tiga perkara, hubungan di antara mujahadah, hidayah, dan taqwa. Jadi mujahadah akan membawa kita kepada hidayah sementara hidayah pula akan membawa kita kepada taqwa. Jadi kalau kita tidak ikut jalan yang pertama ini yakni tidak bermujahadah maka tidak akan ada hidayah dan tidak ada taqwa dalam jiwa kita.
Satu perkara penting di dalam proses untuk kita bermujahadah dan mendapatkan hidayah daripada Allah SWT ialah uslub ataupun jalan-jalan yang kita lalui untuk bermujahadah itu mestilah mendapat taufik ataupun persetujuan daripada Allah SWT. Maknanya di sini, tidak semestinya orang yang bermujahadah itu akan mendapat hidayah daripada Allah SWT kerana ada orang yang bermujahadah tetapi dia tidak mendapat hidayah. Ini adalah kerana hikmah dan kebijaksanaan Allah SWT. Jadi kemungkinan ada berlaku kesilapan di dalam mujahadah seseorang itu ataupun dia bermujahadah tidak mengikut cara Rasulullah SAW bermujahadah, bagaimana Rasulullah SAW menunjukkan cara memperoses dan mengislah(memperbaiki) diri. Jadi dia bermujahdah tidak dengan taufik Allah SWT, tidak dengan persetujuan Allah SWT. Dia bermujahadah tanpa pertolongan dan hidayah daripada Allah SWT maka sebab itulah tidak melahirkan natijah yang sebenarnya.
Justeru itu di dalam langkah-langkah kita bermujahadah ke arah untuk mendapat hidayah dan taqwa daripada Allah SWT ini maka kita hendaklah memastikan terlebih dahulu bahawa jalan-jalan yang kita lalui di dalam bermujahadah ini mestilah terlebih dahulu mendapat taufik dan persetujuan daripada Allah SWT. Tidak boleh kita mereka-reka cara bermujahadah ini dengan akal fikiran ataupun dengan cara kita sendiri.
Titik-tolak yang betul untuk kita mendekatkan diri kepada Allah SWT ialah dengan bermujahadah. Kita berjihad dan berusaha. Sebab itulah ulama'-ulama' yang muktabar menggariskan bahawa jihad itu perlulah dijadikan sebagai matlamat hidup kita. Dalam hal matlamat hidup ini sekiranya kita baca Allah SWT berfirman;
Terjemahannya:
"Tidak Aku jadikan jin dan manusia melainkan supaya mereka semua beribadah(mengabdikan diri) kepadaKu".
(Surah az Dzariyat : 56)
Walaupun istilah dia berbeza, matlamat kita ialah untuk beribadah kepada Allah, matlamat kita ialah untuk mengabdikan diri kepada Allah, matlamat kita ialah jihad untuk mencari keredhaan Allah tetapi disegi konsep/tasawwur ataupun perincian nya, dia akan menjurus kepada hakikat yang sama. Matlamat hidup kita sebagaimana yang telah digaris dan diperincikan oleh ulama'-ulama'yang muktabar ialah kita perlu menjadikan jihad itu sebagai tujuan kita diwujudkan. Kita diwujudkan adalah untuk berjihad menegakkan kalimah syahadah, menegakkan deen Allah SWT di atas muka bumi ini. Untuk itu sebelum kita berjihad hendaklah kita fahami jihad ini dengan betul kerana jihad ini ada bermacam-macam jenis dan ada tertibnya, yang mana perlu kita utamakan terlebih dahulu dan yang mana selepas itu. Jadi jihad ini ada jihad melawan hawa nafsu, melawan orang-orang kafir, melawan orang-orang munafik, orang-orang zalim dan sebagainya.
Jihad melawan hawanafsu merupakan jihad yang berterusan dan perlu diutamakan kerana hal ini telahpun dinyatakan oleh Rasulullah SAW sebagaimana sabdanya yang bermaksud :
" Seutama-utama jihad ialah orang yang berjihad terhadap hawanafsunya dalam mentaati Allah azzawajalla ".
Subscribe to:
Posts (Atom)
Pautan Tarbawi ♥
-
DAKWAH MELALUI TIKTOK DAN KESANNYA KEPADA REMAJA MUSLIM DI MALAYSIA - *DAKWAH MELALUI TIKTOK DAN KESANNYA KEPADA REMAJA MUSLIM DI MALAYSIA* Mohd Amirul Hafiz Ahmad, Solehuddin Shuib, Khairulazhar Samsudin, Muhammed bi...
-
I CUT APPLE A PARENTING - *Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh*. Sudah jawab salam saya? Alhamdulillah 😊 Saya memang mahukan doa sejahtera dari jawapan salam anda. Terima ...
-
Cinta itu sentiasa ada persoalan … - Assalam … Entah kenapa malam ini aku menulis disini setelah berkurun tidak berkunjung kesini. Sebenarnya tulisan ini berbentuk nasihat yang telah aku muatk...
-
Tarbiyah dan Kualiti Mas’ul Dakwah (1) - Sesungguhnya dakwah memberikan perhatian khusus terhadap tarbiyah para mas’ul, mempersiapkan kemampuan dan kemahiran di bidang yang digelutinya, begitu pul...
-
Karya Sulung BroHamzah | Monolog Dari Hati - Bismillah. Alhamdulillah Alhamdulillah Alhamdulillah. Izinkan saya untuk berkongsi satu perkhabaran. Alhamdulillah, tirai Ramadhan tahun ini dibuka denga...
-
Taubat: Engkau Tidak Buta, Tetapi Akulah Yang Buta - Ada sebuah kisah benar, menyayat hati tapi penuh inspirasi yang dikongsikan oleh Syeikh Khalid ar-Rasyid. Kisah seorang pemuda yang suka berpoya-poya. W...
-
Mursi dan Erdogan Dukung Perjuangan Rakyat Palestin - Presiden Mursi menegaskan bahawa Mesir tidak akan meninggalkan Gaza sendirian, kerana Gaza menghadapi tragedi kemanusiaan. Beliau menyampaikan kenyataan si...
-
-