Penguasaan dakwah adalah kemampuan seorang aktivis dakwah dalam menarik perhatian dan mengusai massa dalam masyarakat yang beraneka ragam cara berfikir dan kefahaman serta tidak sama kedudukan dan budaya. Kemampuan dakwah yang perlu dimiliki oleh para aktivis dakwah adalah:
1. Kemampuan dakwah.
“ Dan tidak ada yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada (mengesakan dan mematuhi perintah) Allah, serta ia sendiri mengerjakan amal yang soleh, sambil berkata: "Sesungguhnya Aku adalah termasuk orang-orang yang menyerah diri." (Fushshilat:33)
Ayat di atas merupakan prinsip dakwah yang harus fahami. Menurut Allah, tidak ada kata yang lebih baik selain dari menyeru pada jalan-Nya. Setidaknya ada tiga tuntutan yang harus dilakukan oleh seorang aktivis dakwah untuk melihat kemampuan da’wiyah yang dimilikinya.
a. Sentiasa menyeru kepada Allah.
Bagi para du’ah, tugas dakwah sudah sebati dan melekat pada dirinya. Antara dakwah dan dirinya merupakan suatu kesatuan yang tidak mungkin dipisah. Sehinggakan tidak ada satu pun disisinya yang tidak bernilai dakwah. Dari ia mula tidur sehingga ia tidur kembali, proses tarbiyah yang dilalui telah menjadikannya aktivis dakwah yang tulen dan pejuang hakiki pada setiap masa dan keadaan. Waktunya hanya digunakan untuk dakwah semata dan amat faham dengan agenda menyebarluaskan dakwah dalam masyarakat. Ia terus bekerja, mengambil dan mencipta peluang untuk berdakwah dari mulai desahan nafasnya hinggalah ai dipanggil Allah swt. Inilah prinsip hidupnya yang selari dengan Al Quran:
”Katakanlah sesungguhnya solatku, ibadahku, hidupku dan matiku untuk Rabb semesta alam...” (Al-An’aam:162).
b. Sentiasa mengerjakan amal soleh
Dienul Islam tidak hanya mementingkan ilmu dan kata-kata, Lebih dari itu, Islam amat memperhatikan amal soleh, apatah lagi ke atas jiwa dan cara hidup seorang aktivis dakwah. Al Quran secara tegas menjelaskan:
”Kenapa kalian menyuruh manusia supaya berbuat kebaikan sedang kalian lupa akan diri kalian sendiri (tidak melakukannya); padahal kalian semua membaca Kitab Allah (mengetahuinya), apakah kalian tidak berfikir?”
c. Sentiasa bertawakal kepada Allah
Maha suci Allah, ayat dari Fushshilat, ayat 33 di atas merupakan kalimah yang indah. Diawali dengan keutamaan menyeru kepada Allah, Seruan itu bukan cakap kosong dan hampa belaka, tetapi seruan itu adalah bertanggungjawab. Aktivis dakwah adalah sebagai penyeru dan berkewajipan pula untuk melaksanakan seruannya itu. Lalu apa pula setelah itu?
Sebagai penyeru, terkadang berhasil terkadang tidak upaya. Keberhasilan dan kegagalan dakwah hendaknya dikembalikan kepada Allah swt. Di sinilah pentingnya konsep tawakal. Dengan konsep tawakal para aktivis dakwah tidak akan terjerumus ke dalam lembah kesombongan kerana keberhasilan dalam dakwahnya. Selain itu ia tidak pula merasa jemu dan lelah, tatkala masyarakat menolak atau gagal misi dakwahnya.
2. Kemampuan Ilmiah.
Kemampuan ilmiah dirasai semakin penting tatkala para aktivis dakwah merentasi dakwah. Dan semakin menjadi keperluan dalam era dakwah masakini yang memasuki era globalisasi dan ledakan teknologi maklumat yang semakin pantas. Dengan berbekalkan kekuatan dan penguasaan ilmiah dari masa ke semasa akan dapat menghindarkan aktivis dakwah dari bersifat cetek ilmu dan pengetahuan semasa atau tidak ”up to date”. Namun sebaliknya aktivis dakwah dapat menyampaikan dakwahnya secara profesional, rasional, analitis dan ilmiah. Ia harus mampu memberi respon kepada persoalan-persoalan dan penyelelesaian kepada persoalan tersebut yang timbul dalam masyarakat. Ia mampu membawa suasana sekelilingnya kepada pentarbiyahan dan tidak terlarut kepada suasana. Dengan ilmunya juga ia memiliki kebijakan dalam mentarbiah mad’u sekitarnya.
Sebagai contoh, Imam Muslim meriwayatkan, suatu ketika Rasulullah saw berjalan di pasar bersama para sahabatnya. Tiba-tiba beliau menjumpai bangkai seekor anak kambing jelek kerana bentuk telinganya yang kecil. Baginda mengambilnya dengan mengangkat telinganya dan bersabda:
”Siapakah di antara kalian yang mahu membeli ini dengan harga satu dirham”?
”Sedikitpun kami tak ingin memilikinya, untuk apa benda seperti itu?” jawab para sahabat.
”Mahukan kalian jika benda ini aku berikan secara percuma?” Sabda Rasulullah saw lagi.
Demi Allah, andaikan binatang itu masih hidup, ia amat jelek bentuknya kerana telinganya kecil, apalagi binatang itu sudah menjadi bangkai,” jawab para sahabat.
Rasulullah saw. bersabda:
”Demi Allah, sesungguhnya nilai dunia itu lebih rendah di sisi Allah daripada bangkai yang kalian rendahkan ini.”
Demikianlah sikap kebijakan Rasulullah saw terhadap tarbiyah. Begitu banyak contoh-contoh lain untuk mengungkap kapasiti ilmiah Rasulullah saw dan para sahabat dalam mendepani urusan dakwah dan tarbiyah. Secara manusiawi, peristiwa hijrah Rasul bersama Abu Bakar r.a adalah sebuah contoh yang menggambarkan sikap dan pemikiran ilmiah baginda yang tidak dapat kita lupakan begitu sahaja. Mulai dari perencanaan, pemberangkatan, diperjalanan serta keupayaan-keupayaan penyelamatan dalam hijrah rasul, sarat dengan cara-cara dan kaedah ilmiah melalui daya analisis baginda yang rasional dan argumentatif.
3. Kemampuan kemahiran dan kepakaran dalam bidang masing-masing
Kemampuan ini mempunyai kaitan erat di antara kemampuan dakwah dan dan kemampuan ilmiah. Kemampuan dakwah harus di tunjang dengan kemampuan ilmiah agar dakwah yang dilaksanakan tidak tergelincir dengan landasan misi dan visi dakwah. Namun dakwah akan lebih efektif dan efisien jika aktivisnya dibekali dengan kemampuan kepakaran masing-masing yang tersendiri.
Abdurahman Bin Aus dan Mush’ab B. Umair adalah dua contoh yang boleh kita ungkapkan. Mereka berdakwah dengan memanfatkan kepakaran masing-masing selain dengan kemampuan dan kemahiran lain yang mereka miliki iaitu keahlian dalam perniagaan dan dalam menyampaikan bahan-bahan tarbiyah.
Aktivis dakwah dalam urusan sosial kemasyarakatan hari ini memerlukan aktivis dakwah yang memiliki kemampuan tambahan dengan meningkatkan kemampuan kepakaran yang boleh memberi manfaat kepada dakwah seperti kepakaran dalam bidang sukarelawan, paramedik, kaunseling, kemahiran ICT, menyampaikan ceramah motivasi, memberi tazkirah di surau atau masjid dan sebagainya selain dari kemampuan kepakaran yang sedia ada terbina dalam kerjaya masing-masing. Kesemua kepakaran yang dimiliki ini menjadi medan dakwah dan pengenalan kepada proses pentarbiyahan dalam masyarakat.
Justeru menekuni satu bidang ilmu tanpa melalaikan Al Quran sebagai minhajul hayah merupakan suatu program jangka panjang yang tepat. Selain itu Allah pun menegaskan:
”Katakanlah, (hai Muhammad) samakah kedudukan orang yang berpengetahuan dengan mereka yang tidak berpengetahuan?” (az Zumar:9)
Sabda Rasul saw:
” Orang-orang berilmu itu ibarat bebintang yang memberi penerangan (mereka yang di bumi), jika bintang-bintang itu redup, akan tersesatlah mereka (yang berjalan di bumi) itu.” (HR Ahmad).
Institusi Tarbiyah mampu menjadi asas kepada perubahan manusia hari ini dari kegelapan kepada cahaya. Agar perubahan mampu tercipta para aktivis dakwah dan tarbiyah harus memiliki dan meningkatkan ketiga-tiga kemampuan di atas agar dapat membantu para aktivis untuk mengarahkan perubahan masyarakat menuju jalan Allah swt. dengan tetap memperhatikan satu faktor: La haula walaa quwwata illaa billah.
Wallahua’lam.